Mohon tunggu...
Afra Takiya Fawwaz
Afra Takiya Fawwaz Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa S1 jurusan Sosiologi angkatan 2022, Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Klaim Budaya Reog Ponorogo: Benarkah Hanya Salah Paham?

4 Juli 2025   21:05 Diperbarui: 4 Juli 2025   21:42 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menelusuri Akar Kesalahpahaman di Balik Isu Klaim Reog Ponorogo

Situasi ini pun menimbulkan kesalahpahaman dan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia akibat ketidakjelasan informasi yang terdapat dalam video promosi wisata Malaysia tersebut. Alasannya adalah karena tidak dicantumkannya asal-usul kesenian itu dari Indonesia. Selain menimbulkan kesalahpahaman, situasi ini juga menyinggung perasaan publik Indonesia yang merasa budayanya tidak dihormati dan diklaim tanpa pengakuan yang semestinya.  

Pada tanggal 27 November 2007, pemerintah Kabupaten Ponorogo mengeluarkan surat dengan nomor /1210/405.44/2007 yang menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap konten yang ada di portal Kementerian Kebudayaan, Seni, dan Warisan Malaysia. Surat tersebut ditujukan kepada Pemerintah Republik Indonesia, terutama Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, untuk memberikan penjelasan mengenai permasalahan ini dengan Pemerintah Malaysia. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia menanggapi ketidaksetujuan tersebut dengan mengatakan bahwa pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim kesenian Reog Ponorogo sebagai miliknya. Duta besar Malaysia menjelaskan bahwa kesenian Barongan yang identik dengan Ponorogo ini sudah diperkenalkan ke Malaysia oleh masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.

Beberapa hari kemudian, berita tentang klaim Malaysia terhadap kesenian Reog Ponorogo dipublikasikan. Ini membuat sejumlah orang, termasuk aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, aliansi masyarakat, dan terutama para pecinta kesenian Reog Ponorogo melakukan unjuk rasa. Unjuk rasa dari berbagai kalangan sedikit demi sedikit mulai berkembang menjadi tindakan anarkis. Salah satu contohnya adalah pembakaran bendera Malaysia yang bertuliskan "MALINGSIA". Dengan demikian, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab tambahan untuk menghentikan demonstrasi di berbagai tempat, terutama oleh Polri. Oleh karena itu, pemerintah dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata segera menghubungi pihak-pihak yang terkait, terutama yang berkaitan dengan kesenian Reog Ponorogo di Jawa Timur.

Isu kesalahpahaman klaim sepihak ini tidak hanya berdampak pada hubungan budaya kedua negara, tetapi juga menjadi sorotan dalam konteks perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas warisan budaya takbenda. Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda tahun 2003, yang ditandatangani oleh Indonesia dan Malaysia, menetapkan bahwa warisan budaya harus dilestarikan dengan menghormati hak-hak komunitas aslinya. Meskipun Malaysia telah menyatakan bahwa mereka tidak secara resmi mengklaim bahwa kesenian itu berasal dari negaranya, ketidakjelasan tentang asal-usulnya terus menimbulkan ketegangan dan perdebatan di masyarakat.

Upaya Pemerintah Indonesia dalam Melindungi Reog Ponorogo

Indonesia menghadapi tantangan dalam menjaga keunikan budaya dan identitas nasionalnya, terutama mengingat kedekatan budaya dengan Malaysia sebagai sesama negara serumpun. Kedua negara ini memiliki berbagai kesamaan dalam warisan budaya, bahasa, dan adat istiadat, yang seringkali membuat batas antara keduanya menjadi kabur. Isu klaim sepihak Malaysia terhadap seni Reog Ponorogo ini mendorong pemerintah Indonesia untuk melindungi warisan budaya asli dan memperkuat identitas bangsa yang telah dibangun dengan susah payah.

Untuk menghadapi klaim tersebut, Indonesia mengambil berbagai tindakan strategis dengan diplomasi, hukum internasional, dan kebijakan kebudayaan, seperti: 

  1. Pengajuan Hak Kekayaan Intelektual ke UNESCO dengan tujuan agar Reog Ponorogo mendapat pengakuan dan perlindungan hukum internasional sebagai warisan budaya asli Indonesia.

  2. Diplomasi Kebudayaan dengan Malaysia melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menyelesaikan sengketa klaim sepihak secara damai dan mempererat hubungan bilateral.

  3. Penguatan Komunitas dan Sosialisasi, termasuk edukasi generasi muda dan penyelenggaraan festival budaya untuk menegaskan bahwa Reog Ponorogo adalah bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap warisan budaya, dan menanamkan kesadaran akan pentingnya melestarikan kesenian tradisional sebagai aset nasional yang harus dijaga dan dihargai.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun