Mohon tunggu...
Afra Takiya Fawwaz
Afra Takiya Fawwaz Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa S1 jurusan Sosiologi angkatan 2022, Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Klaim Budaya Reog Ponorogo: Benarkah Hanya Salah Paham?

4 Juli 2025   21:05 Diperbarui: 4 Juli 2025   21:42 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://id.pinterest.com/

Apa itu Reog Ponorogo?

Reog adalah seni khas daerah Ponorogo, Jawa Timur yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu dan masih dimainkan oleh masyarakat Ponorogo hingga saat ini. Kota Ponorogo dianggap sebagai rumah bagi kesenian Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi dengan sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil saat pertunjukan Reog. Reog, salah satu kebudayaan lokal di Indonesia, memiliki hubungan yang kuat dengan hal-hal yang berbau mistis dan ilmu kebatinan. Dengan begitu, Reog Ponorogo adalah upacara untuk meminta perlindungan kepada kekuatan gaib lokal. Dipercaya bahwa singa dan merak, yang banyak ditemukan di hutan Ponorogo adalah simbol kekuatan tersebut.

Reog Ponorogo sendiri merupakan warisan budaya lisan (folklor) yang artinya budaya ini berkembang secara turun-menurun lewat cerita rakyat, tanpa ada catatan tertulis resmi. Berkaitan dengan itu, maka terdapat lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog Ponorogo. Akan tetapi, terdapat salah satu cerita yang paling terkenal yaitu cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Ratu.

Sejarah Reog Ponorogo berasal dari cerita tentang Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan di bawah pemerintahan Bhre Kertabhumi, raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu khawatir bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan runtuh karena pengaruh kuat dari istri raja Majapahit yang berasal dari Cina dan pemerintahan korup raja. Dia kemudian meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan sambil mengajar anak-anak muda tentang seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan. Dengan harapan agar anak-anak ini akan menjadi bibit dari kebangkitan Kerajaan Majapahit. Pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya, digunakan oleh Ki Ageng Kutu untuk menyampaikan pesan politisnya karena dia sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan. Ki Ageng Kutu menggunakan kepopuleran pagelaran Reog untuk mendorong perlawanan dari masyarakat lokal.

Pertunjukkan ini biasanya dilakukan pada malam pertama Suro (grebeg Suro), malam bulan purnama, ulang tahun Ponorogo, hari-hari besar Nasional, penyambutan tamu negara, pernikahan, dan khitanan. Dalam pertunjukan Reog, ada topeng berbentuk kepala singa yang disebut sebagai "Singo Barong", raja hutan yang merupakan representasi untuk Kertabhumi. Di atasnya, bulu-bulu merak membentuk kipas raksasa, yang menunjukkan kekuatan yang dipegang oleh rekan Cinanya atas segala gerakannya. Kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit diwakili oleh Jathilan, yang dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kuda, sedangkan kekuatan warok diwakili oleh badut merah, representasi Ki Ageng Kutu, yang hanya menggunakan giginya untuk menopang berat topeng Singo Barong yang mencapai lebih dari 50 kg. 

Menguak Kontroversi Kepemilikan Budaya Reog Ponorogo

Pertunjukan Reog Ponorogo tidak hanya memukau penonton dengan keunikan dan kekuatannya, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya Indonesia yang sangat penting, khususnya di Ponorogo. Sayangnya, keberadaan seni tradisional ini sempat menghadapi tantangan berupa klaim kepemilikan budaya dari negara tetangga yaitu Malaysia. Konflik klaim ini menjadi contoh kompleks mengenai isu hak kekayaan intelektual (HKI) yang terjadi lintas negara. Konflik ini mencerminkan bagaimana budaya yang melewati batas geografis dapat memicu pertikaian hak atas kebudayaan yang terjadi secara sepihak, terutama dalam era globalisasi.

Awal mula kontroversi terkait kesenian Reog Ponorogo di Indonesia terjadi ketika kesenian serupa, yaitu Tari Barongan ditampilkan dalam kampanye pariwisata "Visit Malaysia 2007" dengan tagline "Malaysia Truly Asia". Isu ini muncul karena tari tersebut memiliki penampilan yang sangat mirip dengan Tari Reog Ponorogo, mulai dari gerak tari khas yang diiringi kostum hingga musik yang digunakan. Tak hanya itu, mereka juga mengubah bentuk asli Reog yang biasanya menampilkan sosok Singa Barong menjadi seekor naga yang mirip dengan Barongsai, sebuah kesenian tradisional Tiongkok. Bahkan, bagian Singa Barong atau Dadak Merak yang biasanya diberikan penandaan khusus bertuliskan "Reog"  sebagai ikon penting dalam tarian Reog Ponorogo diganti dengan kata "Malaysia" dalam promosi tersebut.

Di sisi lain, Malaysia mengklaim bahwa Tari Barongan merupakan warisan budaya yang dilestarikan di beberapa daerah, seperti Batu Pahat, Johor, dan Selangor. Klaim ini diperkuat dengan fakta sejarah yaitu adanya migrasi masyarakat Ponorogo ke Malaysia pada masa lalu dengan anggapan bahwa mereka menetap dan memperkenalkan budaya Reog agar kesenian ini semakin populer di negara lain.

Padahal, pada tahun 2004, tarian Reog Ponorogo telah diakui sebagai Hak Cipta Milik Kabupaten Ponorogo dengan nomor 0263377, yang dikeluarkan pada 11 Februari 2004. Pemerintah Kabupaten Ponorogo juga membuat buku yang disebut sebagai "Pedoman Dasar Kesenian Reog Ponorogo dalam Pentas Budaya Bangsa", yang mencakup daftar lengkap alat-alat dan gerakan yang digunakan dalam tarian Reog. Pemerintah daerah Ponorogo pun mendesak pemerintah pusat agar segera menyelesaikan kasus tersebut secara hukum.

Menelusuri Akar Kesalahpahaman di Balik Isu Klaim Reog Ponorogo

Situasi ini pun menimbulkan kesalahpahaman dan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia akibat ketidakjelasan informasi yang terdapat dalam video promosi wisata Malaysia tersebut. Alasannya adalah karena tidak dicantumkannya asal-usul kesenian itu dari Indonesia. Selain menimbulkan kesalahpahaman, situasi ini juga menyinggung perasaan publik Indonesia yang merasa budayanya tidak dihormati dan diklaim tanpa pengakuan yang semestinya.  

Pada tanggal 27 November 2007, pemerintah Kabupaten Ponorogo mengeluarkan surat dengan nomor /1210/405.44/2007 yang menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap konten yang ada di portal Kementerian Kebudayaan, Seni, dan Warisan Malaysia. Surat tersebut ditujukan kepada Pemerintah Republik Indonesia, terutama Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, untuk memberikan penjelasan mengenai permasalahan ini dengan Pemerintah Malaysia. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia menanggapi ketidaksetujuan tersebut dengan mengatakan bahwa pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim kesenian Reog Ponorogo sebagai miliknya. Duta besar Malaysia menjelaskan bahwa kesenian Barongan yang identik dengan Ponorogo ini sudah diperkenalkan ke Malaysia oleh masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu.

Beberapa hari kemudian, berita tentang klaim Malaysia terhadap kesenian Reog Ponorogo dipublikasikan. Ini membuat sejumlah orang, termasuk aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, aliansi masyarakat, dan terutama para pecinta kesenian Reog Ponorogo melakukan unjuk rasa. Unjuk rasa dari berbagai kalangan sedikit demi sedikit mulai berkembang menjadi tindakan anarkis. Salah satu contohnya adalah pembakaran bendera Malaysia yang bertuliskan "MALINGSIA". Dengan demikian, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab tambahan untuk menghentikan demonstrasi di berbagai tempat, terutama oleh Polri. Oleh karena itu, pemerintah dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata segera menghubungi pihak-pihak yang terkait, terutama yang berkaitan dengan kesenian Reog Ponorogo di Jawa Timur.

Isu kesalahpahaman klaim sepihak ini tidak hanya berdampak pada hubungan budaya kedua negara, tetapi juga menjadi sorotan dalam konteks perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas warisan budaya takbenda. Konvensi UNESCO tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda tahun 2003, yang ditandatangani oleh Indonesia dan Malaysia, menetapkan bahwa warisan budaya harus dilestarikan dengan menghormati hak-hak komunitas aslinya. Meskipun Malaysia telah menyatakan bahwa mereka tidak secara resmi mengklaim bahwa kesenian itu berasal dari negaranya, ketidakjelasan tentang asal-usulnya terus menimbulkan ketegangan dan perdebatan di masyarakat.

Upaya Pemerintah Indonesia dalam Melindungi Reog Ponorogo

Indonesia menghadapi tantangan dalam menjaga keunikan budaya dan identitas nasionalnya, terutama mengingat kedekatan budaya dengan Malaysia sebagai sesama negara serumpun. Kedua negara ini memiliki berbagai kesamaan dalam warisan budaya, bahasa, dan adat istiadat, yang seringkali membuat batas antara keduanya menjadi kabur. Isu klaim sepihak Malaysia terhadap seni Reog Ponorogo ini mendorong pemerintah Indonesia untuk melindungi warisan budaya asli dan memperkuat identitas bangsa yang telah dibangun dengan susah payah.

Untuk menghadapi klaim tersebut, Indonesia mengambil berbagai tindakan strategis dengan diplomasi, hukum internasional, dan kebijakan kebudayaan, seperti: 

  1. Pengajuan Hak Kekayaan Intelektual ke UNESCO dengan tujuan agar Reog Ponorogo mendapat pengakuan dan perlindungan hukum internasional sebagai warisan budaya asli Indonesia.

  2. Diplomasi Kebudayaan dengan Malaysia melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menyelesaikan sengketa klaim sepihak secara damai dan mempererat hubungan bilateral.

  3. Penguatan Komunitas dan Sosialisasi, termasuk edukasi generasi muda dan penyelenggaraan festival budaya untuk menegaskan bahwa Reog Ponorogo adalah bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap warisan budaya, dan menanamkan kesadaran akan pentingnya melestarikan kesenian tradisional sebagai aset nasional yang harus dijaga dan dihargai.

  4. Dokumentasi dan Penelitian mendalam untuk mendukung pengajuan hak kekayaan intelektual dan diplomasi budaya, Indonesia secara sistematis mendokumentasikan dan meneliti sejarah dan aspek antropologis Reog Ponorogo. Hasilnya memberikan dasar ilmiah dan argumen hukum yang memperkuat klaim Indonesia atas keaslian Reog dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pelestarian budaya tradisional di seluruh dunia.

  5. Tindakan Hukum sebagai langkah terakhir jika upaya negosiasi dan penyelesaian sengketa melalui musyawarah dengan masyarakat gagal, Indonesia siap mengambil tindakan hukum yang tegas, termasuk menempuh jalur pengadilan internasional.

Dalam upaya ini, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk melindungi dan melestarikan Reog Ponorogo sebagai bagian penting dari identitas budaya dan warisan bangsa, dan juga mencegah tuduhan yang merugikan hak budaya Indonesia.

Refleksi: Pentingnya Identitas Budaya Suatu Bangsa dalam Perspektif Matthew Arnold

Matthew Arnold menganggap kebudayaan sebagai the best which has been thought and said in the world-yaitu hasil pencapaian tertinggi dari pemikiran dan ekspresi manusia yang menggambarkan nilai-nilai moral, intelektual, dan estetika terbaik dalam peradaban. Pandangan ini menegaskan bahwa kebudayaan bukan sekadar tradisi atau kebiasaan, tetapi representasi pencapaian terbaik umat manusia yang berfungsi sebagai fondasi penting dalam membentuk identitas suatu bangsa.

Dalam konteks Indonesia, Identitas nasional yang unik dan berbeda dengan negara lain sangat bergantung pada budaya sebagai manifestasi nilai-nilai luhur bangsa. Identitas nasional bukan hanya tentang batas geografis atau lambang negara, tetapi juga tentang bagaimana budaya menjadi ikatan yang mengikat warga negara, menanamkan rasa cinta tanah air, dan mengarahkan sikap kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Pancasila.

Tradisi dan warisan budaya lisan seperti Reog Ponorogo, adalah contoh konkret bagaimana nilai-nilai tersebut diwariskan secara turun-temurun. Reog Ponorogo adalah simbol kebudayaan yang kaya makna dan bukan sekadar seni pertunjukan. Dalam setiap penampilannya, tersimpan filosofi mendalam: Singo Barong melambangkan kekuatan, keberanian, dan kewibawaan; Warok melambangkan kesaktian, kesetiaan, dan pengorbanan; sementara itu, Jathil melambangkan kecantikan, keanggunan, dan kesopanan. Makna-makna ini menjadikan Reog sebagai representasi kuat dari harmoni antara kekuatan, pengorbanan, dan kelembutan dalam kehidupan masyarakat. Bukan hanya elemen seni, tetapi juga sebagai lambang filosofi hidup masyarakat Ponorogo yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. 

Sebagai warisan budaya lisan, Reog Ponorogo berkembang melalui cerita rakyat dan tradisi tutur. Tidak ada yang menuliskannya, tetapi tetap hidup di tengah masyarakat sebagai bagian dari kesadaran kolektif. Matthew Arnold mengatakan bahwa kebudayaan adalah pencapaian terbaik manusia, dan Reog mencerminkan the best dari nilai-nilai lokal seperti keberanian, kehormatan, dan solidaritas. Kebudayaan juga digambarkan sebagai upaya dalam menjaga jati diri dan kualitas moral sebuah bangsa. Akhirnya, nilai-nilai ini menjadikan Reog tidak hanya sebagai ekspresi budaya tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas bangsa Indonesia.

Referensi:

Amari, S. (2017). Tinjauan yuridis terhadap hak paten kesenian Reog Ponorogo menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang hak paten. Vol. 6(2), 136-157.

Kartika, R., & Soraya, R. (2021). Pemertahanan tradisi lisan sebagai identitas bangsa: Suatu kajian tradisi lisan. Keguruan: Jurnal Penelitian, Pemikiran dan Pengabdian, 6(1), 1-4.

Mahmudin, M. I., Natalia, D. P., Fairuzzahra, N., Ofellius, G., & Dewanto, S. A. (2024). Analisis hak kekayaan intelektual yang melekat pada kesenian Reog Ponorogo dalam sengketa kasus hak kekayaan intelektual dengan Malaysia. Gudang Jurnal Multidisiplin Ilmu, 2(6), 409-413.

Nurkhsanah, K. I., Asnanti, C., Fazarona, D., Zufar, F. M., & Nirmalatifa, F. A. (2024). Konflik klaim sepihak Malaysia atas kesenian Reog Ponorogo dalam perspektif hukum kekayaan intelektual. Jurnal Kritis Studi Hukum, 9(11), 80-83.

Rahmaniah, A. (2012). Budaya dan identitas. Sidoarjo, Indonesia: Dwiputra Pustaka Jaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun