Penting untuk menunjukkan pertanyaan yang secara khusus diajukan tentang moralitas "melihat" pornografi. Responden tidak serta merta ditanya tentang legalitas atau distribusi pornografi (seperti dalam Survei Sosial Umum; lihat Lykke dan Cohen 2015; Price et al. 2016), atau bahkan gagasan tentang pornografi secara umum, tetapi sebenarnyamelihat dia. Ini menggarisbawahi potensi kontradiksi moral bagi mereka yang mengklaim bahwa menonton pornografi selalu salah secara moral bahkan ketika mereka melaporkan menontonnya sendiri.Â
Generasi muda jauh lebih mungkin untuk melihat pornografi secara terpisah dibandingkan dengan wanita, yang lebih cenderung melihat pornografi dalam konteks suatu hubungan (Bridges dan Morokoff 2011; Maddox et al. 2011; Poulsen et al. 2013). Bisa jadi penggunaan pornografi yang teratur dan terisolasi terasa lebih menyimpang bagi generasi muda yang secara moral menolaknya dan dengan demikian lebih kuat terkait dengan disonansi kognitif dan gejala depresi di kemudian hari.Â
Sebaliknya, wanita (bahkan mereka yang percaya pornografi salah) dapat merasionalisasi penggunaan pornografi yang digabungkan sebagai memperkuat keintiman suatu hubungan (Bridges dan Morokoff 2011). Karena hubungan sebab-akibatnya juga berlawanan arah, bisa jadi generasi muda depresi juga lebih cenderung beralih ke pornografi sebagai strategi koping, sedangkan wanita lebih cenderung beralih ke hubungan atau kegiatan lain (Perry, 2018).
Selain membantu kita memahami hubungan antara penggunaan pornografi dan kesehatan mental, temuan dari penelitian ini juga memberikan bukti lebih lanjut bahwa ketidaksesuaian moral itu sendiri dapat menimbulkan konsekuensi bagi kesehatan mental. Sementara studi Mannheimer dan Hill (2015) tentang Protestan konservatif menunjukkan hubungan yang agak miring antara ketidaksesuaian nilai-perilaku dan gejala depresi, dengan secara eksplisit mengisolasi ketidaksesuaian antara keyakinan porno dan pola penggunaan, penelitian ini tidak hanya menegaskan hubungan antara ketidaksesuaian ini dan gejala depresi tetapi menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ini dapat mendahului gejala depresi dan memprediksinya bertahun-tahun kemudian, meskipun hanya pada generasi muda .
DAFTAR PUSTAKA
Kasim, F. (2014). Dampak Perilaku Seks Berisiko terhadap Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanganannya (Studi tentang Perilaku Seks Berisiko pada Usia Muda di Aceh). Jurnal Studi Pemuda, 3(1), 39--48. https://jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda/article/download/32037/19361
Kiswanto, M. H. (2012). MODEL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP REMAJA DARI PENGARUH PORNOGRAFI DUNIA MAYA. 2(April), 40--48.
Perry, S. L. (2018). Pornography Use and Depressive Symptoms: Examining the Role of Moral Incongruence. Society and Mental Health, 8(3), 195--213. https://doi.org/10.1177/2156869317728373
Shofiyah. (2020). Dampak Media Sosial dan Pornografi Terhadap Perilaku Seks Bebas Anak di Bawah Umur. Alamtara: Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 4(1), 57--68. https://ejournal.iai-tabah.ac.id/index.php/alamtaraok/article/download/503/373/
Â