Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Nuliso, Nuliso, Nuliso..

11 Januari 2017   11:24 Diperbarui: 11 Januari 2017   11:26 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

*warning : ini tulisannya ndak bermutu. kalau ndak mau buang-buang waktu, jangan dibaca*

Suatu hari ada seorang teman yang bertanya : “kowe nek nulis dowo-dowo, tapi nek dikongkon ngomong pendek-pendek. Opo’o se kok luwih seneng nulis timbang ngomong?” (red: kamu tuh kalau nulis sukanya panjang-panjang, tapi giliran disuruh bicara malah singkat. Kenapa sih lebih suka nulis daripada bicara?”

Hmm... kenapa ya?

Ya karena aku lebih suka nulis (ngetik, exactly) daripada ngomong. Hihi. Sebenarnya nggak gitu juga seee. Mungkin beberapa sekte ngawur bin gabut di bawah ini bisa menjawabnya :

  1. Karena aku orangnya emang males ngomong. Iya, males ngomong. Kenapa aku males ngomong? Itu masih menjadi sebuah misteri (apaan sih). Nggak deng, menurut sebagian makhluk, volume suaraku kecil, kurang kedengaran gitu, jadinya males ngomong. Suaraku juga nggak merdu, jadinya males ngomong banyak-banyak. Seperlunya saja. terus ya, banyak ngomong itu bikin haus....... *yha
  2. Nulis itu bisa diedit saat itu terjadi, tapi ngomong nggak bisa. Kalo keliru atau mau nambah di sela tulisan bisa langsung diedit kan sebelum maupun sesudah dilayarkan, praktis bukan? Beda lagi sama ngomong, kalo keliru harus bilang dulu, “eh eh keliru duh sori cyiiin yaampun aduh kumaha aing gini maksudnya tadi tuh blablabla...” nahlo bayangkan kalo ngetik harus gitu juga? Iya ini poin yang alay.
  3. Nulis itu bersifat lebih kekal. Ya, nggak semua omongan melekat di dalam jiwa (kata Isyana). Ketika ngomong, maka omongan akan terbang terbawa angin untuk kemudian entah kemana. Berbeda jauh dengan nulis, ketika sudah diterbitkan menjadi sebuah buku atau terpampang di wall, timeline, blog, kompasiana, caption, maupun di chat history, maka mereka akan terus melekat di sana sepanjang masa. Bisa jadi, kelak anak cucu kita akan membaca dan menertawakannya (?). Kecualiii jika jaringan internet seluruh dunia dinonaktifkan. Atau toko buku dialihkan jadi toko bangunan. Seperti ituh. Jadi sebisa mungkin nulis yang baik-baik saja (padahal diri ini masih sering nulis curhatannya daripada baiknya huehuehue)
  4. Nulis itu meminimalisir getaran di hati. Yap. Berdasarkan pengalaman pribadi, komunikasi melalui tulisan lebih nyaman ketimbang lewat lisan (menurutku). Chat dengan si ululululu (baca: pujaan hati) akan terasa lebih leluasa daripada saat tatap muka. Jadi tak perlu lah repot-repot berusaha menatap matanya dengan cara yang normal. Juga tak usah repot-repot berusaha bersikap biasa. Yaaa meskipun ketika chatting tetep ‘ndredeg’ gimana gituuu. Duh jadi rinddd... (lho kan curhat).
  5. Nulis itu membuka ruang imaji. That’s true. Kenapa karya-karya para pujangga, penulis novel, maupun newsmaker selalu ‘bisaaa aja’? karena ketika menulis, ruang imaji di otak mereka terbuka secara otomatis. Sama halnya seperti membaca, manusia akan secara otomatis pula membayangkan apa yang dibacanya kan? Maka, semakin banyak menulis, ruang imaji itu akan semakin luas. Itulah alasan mengapa novel seri Harry Potter nya Teh J.K. Rowling ada 7 jilid tebel-tebel, novel-novel Tere Liye sudah menyentuh angka 25 dalam beberapa tahun terakhir, artikel-artikel nya pak Imam Suprayogo (mantan rektor UIN Maliki Malang yang meraih rekor muri “One Day One Article”) bisa mencapai ribuan. Jika dengan membaca kita bisa melihat dunia, maka dengan menulis kita bisa melihat dunia fantasi. Aduh nggak banget sih aing bikin quote-nya -_-
  6. Nulis akan melatih berbagai skill of life, cieeeh. Mau pakai media apapun, kegiatan menulis akan melatih ketajaman berpikir, kekuatan tangan (?), dan ketangkasan jari. Nggak mungkin tho kalo nulisnya pakai puser, maaf ya ser...
  7. Nulis bisa dijadikan sebagai hobby, kalo ngomong nggak bisa. Ya, ketika masa kanak-kanak dulu yang penuh dengan warna-warni kertas binder unyu-unyu dan koleksi biodata teman sejawat, maka nulis bisa jadi ide yang baik saat bingung mau nulis apa di kolom “hobby”. Seumur hidup, aku belum pernah lihat orang yang nulis “ngomong” di kolom hobby-nya. Yayaya yang ini abaikan saja.

Jadi intinya nulis adalah sebagian dari iman... bukan, sebagian dari kebutuhan. Setidaknya menurutku sendiri. Dan janganlah takut untuk berbagi tulisan kepada orang lain, siapa tahu bermanfaat dan menginspirasi. Mau dikata wow puitis, romantis, alay, labil, bijaksana, bijaksini, dan lalaladududu itu terserah mereka. Mau tulisan yang super pendek, acak-acakan bahasanya, njelimet pas dibaca, nggak jelas tujuannya (kayak tulisan ini contohnya), it’s okay wae, manusia selalu berproses. Yang penting mah nulis, nulis, nulis, nikah... *yah baper

Jadi, sebagai manusia yang haqiqih, hargai setiap tulisan yang kalian baca meskipun itu bikin timeline full, terdengar menyindir, ambigu, atau apalah. Komentar boleh, bertengkar jangan. Kok nggak nyambung ya hihihi. Sebelum menyesal telah membaca artikel ini, daku sebagai manusyah biasyah mohon maaf yang sebesar-besarnya yak. Semua posting di kompasiana ini maupun di facebook, instagram, atau dalam setiap chat yang ada murni tanpa unsur kesengajaan untuk mengganggu kehidupan manusia lain. Yang sudah membaca tulisan-tulisanku dan kemudian menyesal beneran ataupun tidak, terima kasiiih. Semoga kita semua dinikahkan dengan jodoh terbaik di waktu dan cara yang terbaik. Yang sudah nikah semoga pernikahannya langgeng sampai surga. Yang kepengen dinikahi semoga sabar dalam penantian. Dan yang kepengen menikahi semoga si target mau segera dikhitbah. Gitu aja ya, hidup nikah! *ngeeeeeeenggg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun