Mohon tunggu...
afdaliani
afdaliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa iain langsa

AFDALIANI (4022020001) Mahasiswa fukultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN LANGSA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bantahan Terhadap DPR Aceh Yang Merevisi Qanun Agar Dapat Mengizinkan Bank Konvensional Kembali Ke Aceh

15 Mei 2023   00:27 Diperbarui: 15 Mei 2023   00:40 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aceh adalah sebuah provinsi di ujung utara pulau Sumatera, Indonesia. Provinsi ini memiliki ibu kota bernama Banda Aceh. Aceh dikenal sebagai provinsi dengan mayoritas penduduknya yang memeluk agama Islam. 

Aceh diberikan otonomi khusus oleh pemerintah Indonesia untuk menjalankan syariat Islam di provinsi itu. Salah satu aspek yang diatur oleh syariat Islam adalah keuangan, yang melarang penggunaan riba atau bunga dalam transaksi keuangan. Oleh karena itu, Aceh telah memperkenalkan sistem keuangan syariah yang mengikuti hukum Islam.

Aceh memiliki peraturan khusus dalam menjalankan pemerintahan daerah yang diatur oleh Qanun Aceh, yaitu peraturan daerah khusus untuk Aceh yang memiliki kewenangan khusus dalam menerapkan hukum syariah. Qanun Aceh mengatur mengenai berbagai aspek kehidupan di Aceh, termasuk tentang perbankan syariah, pendidikan, hukum pidana syariah, kesehatan, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat juga beberapa peraturan gubernur, seperti Peraturan Gubernur Aceh Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Operasional Bank Syariah, yang mengatur tata cara operasional bank syariah di Aceh. Peraturan lainnya yang berkaitan dengan perbankan di Aceh adalah Peraturan Bank Indonesia dan undang-undang yang berlaku di Indonesia secara nasional.

Secara umum, peraturan di Aceh mengacu pada nilai-nilai Islam dan hukum syariah, serta mengedepankan kearifan lokal dan kepentingan masyarakat Aceh.

Dalam pelaksanaan perbankan di Aceh diatur oleh Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Bank Syariah di Aceh. Qanun ini merupakan peraturan daerah khusus untuk Aceh yang mengatur tentang tata cara operasional bank syariah di Aceh.


Selain Qanun Bank Syariah di Aceh, terdapat juga beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan perbankan di Aceh, seperti Peraturan Gubernur Aceh Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Operasional Bank Syariah dan Peraturan Bank Indonesia tentang tata cara operasional bank di Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, bank syariah di Aceh harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan tersebut agar dapat beroperasi secara efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah serta peraturan yang berlaku di Aceh.

Pada awalnya sebagian besar masyarakat Aceh menggunakan sistem bank konvensional dalam bertransaksi keuangan. Bank-bank konvensional seperti Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, dan sebagainya, telah hadir di Aceh sejak lama dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam menyimpan dan mengelola uang mereka.

Namun, seiring dengan perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia, semakin banyak masyarakat Aceh yang mulai beralih ke sistem perbankan syariah. Hal ini juga didukung oleh fokus pemerintah dalam membangun sektor keuangan syariah di Indonesia, yang terlihat dari berbagai inisiatif seperti pengembangan pasar modal syariah dan peluncuran program Tabungan Wakaf Produktif.

Sebagai daerah yang diberikan kewenangan otonom khusus dalam menerapkan hukum syariah, Aceh juga memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam mengadopsi sistem keuangan syariah. Dalam sistem perbankan syariah, transaksi keuangan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), jual-beli (murabahah), dan lain-lain. Beberapa bank syariah seperti Bank BSI, Bank Muamalat, dan Bank Syariah Mandiri, telah hadir di Aceh untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.

Tanggapan mengenai keinginan ketua DPR Aceh ingin mengembalikan bank konvensional

Terhadap keinginan ketua DPRA, Saiful Bahri (Pon Yahya), yang ingin mengembalikan bank konvensional ke Aceh dianggap mengkhianati masyarakat aceh. Aceh memiliki otoritas khusus dalam menjalankan pemerintahan daerah. Aceh istimewa dengan sistem keuangan yang berlandaskan syariah. Oleh karena itu jika qanun di revisi dan bank konvensional kembali hadir di Aceh maka masyarakat aceh akan merasa terkhianati, masyarakat aceh dengan keistimewaan yang dimiliki aceh maka masyarakat aceh menginginkan sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip islam.

Bank konvensional cenderung mempraktikkan sistem bunga yang bertentangan dengan prinsip Syariah. Bunga dianggap sebagai riba dan diharamkan dalam Islam karena dianggap merugikan dan tidak adil. Keputusan untuk mengizinkan bank konvensional dapat menciptakan ketidaksesuaian dalam sistem perbankan Aceh. Masyarakat yang telah terbiasa dengan sistem perbankan berbasis Syariah akan menghadapi dilema moral dalam berinteraksi dengan bank konvensional yang melibatkan bunga. Ini dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah dianut dan dipraktikkan masyarakat Aceh selama ini.

Selain itu, pengembalian bank konvensional juga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan lembaga keuangan Syariah di Aceh. Sejak diberlakukannya Syariah Islam, lembaga keuangan Syariah telah tumbuh pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian dan pemberdayaan masyarakat Aceh. Mengembalikan bank konvensional berarti memberikan persaingan yang tidak adil bagi lembaga keuangan Syariah yang mungkin memiliki keterbatasan sumber daya dan jaringan yang lebih kecil. Ini dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan lembaga keuangan Syariah serta mengurangi keinginan masyarakat untuk menggunakan layanan perbankan berbasis Syariah.

Keputusan DPR Aceh untuk mengizinkan kembalinya bank konvensional juga dapat menciptakan ketidakpastian dan konflik dalam sistem keuangan di Aceh. Pengembalian bank konvensional dapat memicu perubahan dalam regulasi, kebijakan, dan praktek perbankan yang telah mapan dalam kerangka Syariah. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian bagi industri perbankan secara keseluruhan dan menyulitkan perencanaan jangka panjang bagi lembaga keuangan yang telah beroperasi dengan prinsip Syariah.

Selain itu, keputusan ini juga dapat berdampak negatif pada citra Aceh sebagai model keberhasilan implementasi Syariah Islam. Aceh telah diakui secara internasional sebagai provinsi yang berhasil menerapkan Syariah Islam dengan baik. Keputusan untuk mengizinkan bank konvensional kembali masuk dapat memberikan sinyal yang salah kepada komunitas internasional dan melemahkan citra Aceh sebagai pelopor dalam menerapkan prinsip-prinsip Islam.Ini dapat mengurangi kepercayaan dan apresiasi terhadap upaya Aceh dalam membangun identitas dan sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah.

Dalam menghadapi kontroversi ini, penting bagi DPR Aceh untuk mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari keputusan mereka. Keberlanjutan dan prinsip-prinsip Syariah yang telah menjadi dasar hukum di Aceh harus tetap dijaga dan diperkuat. Alih-alih mengembalikan bank konvensional, DPR Aceh sebaiknya fokus pada memperkuat lembaga keuangan Syariah yang telah ada, mendukung pertumbuhannya, dan meningkatkan literasi keuangan Syariah di masyarakat. Hal ini akan memperkuat identitas Islami Aceh, memberikan kepastian bagi industri keuangan, dan memperkuat kontribusi perbankan Syariah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam kesimpulannya, keputusan DPR Aceh untuk mengizinkan kembalinya bank konvensional ke Aceh adalah langkah yang kontroversial dan perlu dipertanyakan. Mengingat pentingnya keberlanjutan dan prinsip-prinsip Syariah dalam membangun identitas dan perekonomian Aceh, serta kontribusi positif yang telah diberikan oleh lembaga keuangan Syariah, langkah ini dapat mengancam keberlangsungan sistem keuangan Syariah di Aceh. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang lebih matang dan dialog yang melibatkan berbagai pihak terkait untuk memastikan keputusan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islami dan kepentingan jangka panjang masyarakat Aceh.

 

Artikel ini ditulis oleh seorang mahasiswa IAIN LANGSA

NAMA            : AFDALIANI

NIM                 : 4022020001

PRODI           : EKONOMI SYARIAH UNIT 1 SEMESTER 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun