Tes terakhir Tuanku Shaliah Lubuak Pandan di MTI Jaho Padang Panjang, adalah mengajar di kelas tujuh yang ada Syekh Zakaria Labai Sati Malalo di kelas itu.
Ujian akhir itu langsung diberikan Syekh Muhammad Jamil Jaho ke Tuanku Shaliah Lubuak Pandan. Kelas tujuh yang ada Syekh Zakaria Labai Sati Malalo itu termasuk kelas unggul, dan terkenal banyak santri hebat yang menghuni kelas demikian.
Tuanku Shaliah memang tak lama di Jaho. Dia kabarnya sering naik kelas secara melompat, karena guru kelas merasa kewalahan menghadapinya. Kelak, setelah di belajar di Jaho, Syekh Zakaria Labai Sati pun mendirikan MTI di Malalo.
Dari segi usia, Tuanku Shaliah Lubuak Pandan dengan Syekh Zakarian Labai Sati Malalo sama-sama lahir 1908. Artinya, teman seangkatan. Hanya saja, waktunya mengaji di Jaho yang berbeda.
Amiruddin Shaleh, anak tua Tuanku Shaliah Lubuak Pandan menceritakan, bahwa ujian mengajar di kelas tujuh yang langsung perintah Inyiak Jaho itu adalah ujian terberat yang pernah dia terima dari guru-guru yang banyak didatanginya.
"Buya tahu, kalau di kelas tujuh yang satu itu ada santri hebat, Syekh Zakaria Labai Sati. Santri yang dikenalnya hebat, dan jago dalam berdebat. Namun, karena ini perintah guru, Buya tak bisa mengelak," cerita Amiruddin.
Dia tunaikan tugas dan peritah Inyiak Jaho dengan deg-degkan. Selesai tugas itu, Buya dinobatkan lulus dengan baik di Jaho. Selanjutnya, ditugaskan mengajar di Tarbiyah Pasaman. Sedangkan Syekh Zakaria Labai Sati pada waktu bersamaan juga tamat dan mendirikan Tarbiyah di Kampungnya, Malalo.
Jadi, antara Ponpes Madrasatul 'Ulum Lubuak Pandan dengan MTI Malalo jauh rentang waktu berdirinya, meskipun Buya dan Labai Sati sama-sama tamat pada tahun yang sama di Jaho. Sebab, Buya diminta dan disuruh oleh Inyiak Jaho mengajar di Pasaman, terus di Koto Laweh, Padang Panjang, dan setelah itu mengajar pula di kampungnya, Jambak Pakandangan. Barulah tahun 1940 mengajar di Surau Kapalo Sawah, Kampuang Guci, Lubuak Pandan yang kelak dijadikan Ponpes Madrasatul 'Ulum.
Sementara, di Ampalu Tinggi atau Surau Kalampaian, Buya seangkatan dengan Tuanku Shaliah Sungai Sariak. Mengaji dengan Syekh Muhammad Yatim atau Tuanku Mudiak Padang, Tuanku Shaliah Sungai Sariak lebih mendalami dunia tasawuf.
"Kalau Tuanku Shaliah Sungai Sariak itu memang orangnya "keramat". Kalau saya, orang banyak yang memberi gelar Tuanku Shaliah, karena saya mengamalkan ilmu yang saya kaji dan pelajari," cerita Buya ke anaknya Amiruddin Shaleh.
Ada hal-hal yang menarik dari cara kaderisasi yang dilakukan ulama dulu terhadap kemajuan dan kemampuan anak didiknya. Dan tentu ujian seperti demikian tidak semua santri yang mengalaminya di Jaho tersebut.