Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Prolog

30 Mei 2025   06:37 Diperbarui: 20 Juni 2025   09:53 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Superhero Nusantara: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara" (Sumber: Lab Histori)

Dengan air mata berlinang, Ratu Sekar mengangguk. Ia tahu, suaminya benar. Ia meraih Pustaka Astagina yang tersimpan dalam peti kayu cendana berukir naga, lalu menggendong putra bungsunya sementara putri sulungnya yang berusia enam tahun digandengnya erat. Diiringi dua pengawal setia, mereka bergegas menuju taman belakang, tempat sebuah kolam keramat berada. Kolam itu, yang airnya jernih dan diyakini sebagai penghubung dengan dunia roh, adalah satu-satunya harapan.

Namun, takdir berkata lain. Saat mereka hampir mencapai tepi kolam, Kapten Willem van der Kraan muncul dari balik kegelapan, seringai iblis terukir di wajahnya yang kasar. Di tangannya, sebilah pedang panjang berkilauan memantulkan cahaya obor yang dibawa pasukannya. Dua pengawal Ratu Sekar maju dengan gagah berani, mencoba menghadang, namun dengan mudah ditebas oleh pedang Willem yang bergerak secepat kilat.

"Mau lari ke mana, Ratu?" ejek Willem, matanya menatap lapar pada Pustaka Astagina yang didekap Ratu Sekar. "Serahkan kitab itu, dan mungkin aku akan memberimu kematian yang cepat."

Ratu Sekar berdiri tegak, melindungi anak-anaknya di belakang punggungnya. Ketakutan mencoba merayapinya, namun ia menepisnya. Ia adalah Ratu Sunda Agung, dan ia tidak akan tunduk pada penjajah biadab ini.

"Lebih baik aku mati daripada menyerahkan warisan leluhurku padamu, anjing Kompeni!" desisnya penuh keberanian.

Willem tertawa terbahak-bahak. "Keberanian yang sia-sia. Sama seperti suamimu yang bodoh itu."

Di kejauhan, suara pertempuran semakin sengit. Ratu Sekar tahu waktunya menipis. Dengan gerakan cepat yang tak terduga, ia berbalik dan melemparkan Pustaka Astagina sekuat tenaga ke tengah kolam keramat. Kitab itu melayang sesaat di udara sebelum tercebur dan tenggelam ke dasar air yang gelap, meninggalkan riak-riak kecil yang segera menghilang.

"TIDAK!" Willem menjerit murka. Ia melompat maju, pedangnya terayun.

Ratu Sekar memejamkan mata, memeluk anak-anaknya untuk terakhir kali. Ia merasakan sakit yang menusuk di punggungnya, lalu kegelapan merenggut kesadarannya. Ia rubuh di tepi kolam, darahnya mengalir, mewarnai air suci itu menjadi merah. Anak-anaknya menjerit histeris sebelum mereka juga menjadi korban kekejaman Willem dan pasukannya. Pembantaian keluarga Pangeran Wirasakti telah dimulai.

Istana Sunda Agung kini menjadi neraka. Para prajurit VOC menyisir setiap sudut, membantai siapa saja yang mereka temui -- bangsawan, abdi dalem, bahkan para pelayan dan anak-anak tak berdosa. Suara tembakan, denting pedang, jeritan kesakitan, dan tawa kemenangan para penjajah bercampur menjadi simfoni kematian yang mengerikan. Situs-situs sakral di dalam kompleks istana dihancurkan, arca-arca leluhur dipecahkan, semua dilakukan untuk melumpuhkan kekuatan spiritual kerajaan, seperti yang selalu menjadi taktik Willem van der Kraan.

Pangeran Wirasakti bertempur bagai banteng terluka. Kemarahan dan kesedihan atas kehilangan keluarganya memberinya kekuatan luar biasa. Ia berhasil menebas puluhan serdadu Kompeni, namun jumlah mereka terlalu banyak. Akhirnya, setelah pertempuran sengit yang membuatnya mandi darah -- darahnya sendiri dan darah musuh -- ia terdesak. Dengan luka parah di sekujur tubuh, ia terpaksa mundur, diselamatkan oleh sisa-sisa prajuritnya yang setia, membawa dendam yang akan membara seumur hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun