Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kembang Tua

11 Mei 2016   09:22 Diperbarui: 11 Mei 2016   21:36 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bjp-online.com

Malam mulai berkuasa. Belum seorang pun menyambangiku untuk menukar uangnya dengan kehormatan yang kujaja. Beberapa sudah mendapat sari pati dunia malam remang dari para tetamu. Mereka yang muda, mereka yang segar.

Aku?

Rasa khawatir datang sejak aku menyadari kehormatan yang kujajakan mulai tak dilirik lagi. Tak ada yang tersisa pada tubuh yang beranjak kisut dan berlemak. Kehormatan telah menjadi kerak pada pori-pori kulit yang rusak.

Gincu pada bibirku tak membuatku menjadi ayu, kecuali cermin menggambarnya seperti hantu. Waktu tak pernah berdusta, ia melajukan irama yang sama di mana saja. Di dunia malam remang, atau dunia terang. Siapa yang mampu bersembunyi dari laju waktu yang meninggalkan gurat di wajahmu?

Malam mulai tak menyisakan apa-apa kecuali tamu yang tak membawa banyak waktu untuk melampias hajat liarnya. Tak ada yang muda, yang tua pun tak apa. Tapi tak juga selalu begitu. Biar yang tua bungkuk, hidung belang kenyang bertualang dan selalu memilih tubuh yang muda menantang. Bagi tetamu, aku selayaknya sesuatu yang usang.

Malam kian gersang. Tetamu tak datang kecuali untuk yang muda menantang.

Dunia malam remang telah menelanku bulat-bulat.

Aku duduk sendiri di antara riuh gelak tawa, lenguh desah, denting gelas, dan aroma anggur yang gemericik memenuhinya, dengan latar musik rakyat yang bagiku terdengar menyayat. Aku tak lagi merasa kuat, duduk menjaja kehormatan dalam siraman remang yang pekat, dan kenyataan yang mencekik erat.

Apalagi yang kutunggu?

Aku berharap datang cahaya. Menyinari hati yang terdampar di dasar neraka. Jika mereka para hidung belang saja telah enggan memandangku, adakah Tuhan mau melakukan itu?

“Kemana, Nan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun