Mohon tunggu...
Adrian syah
Adrian syah Mohon Tunggu... Seorang penulis lepas yang ingin membebaskan imajinasi sebebas-bebasnya

Saya merupakan seseorang yang memiliki hobi menganalisis bahan bacaan, memiliki minat yang tinggi terhadap dunia sastra dan mengikuti perkembangan gadget atau teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengarungi Dua Lautan dalam Sebuah Kapal

11 Juli 2025   08:10 Diperbarui: 11 Juli 2025   09:16 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca dan menyelesaikan novel “Pada Sebuah Kapal” karya N.H. Dini, merupakan pengalaman yang magis. Bila digambarkan sama seperti mengarungi dua lautan berbeda dengan sebuah kapal yang sama. Lautan pertama terlihat tenang. Namun disinari hangatnya cahaya ketimuran yang di dalamnya terdapat stereotipe ketimuran yang bisa dibaca dan biasa dijelaskan dalam orientalismenya, Edward Said. Yang dicoba untuk ditiadakan atau diminimalisirkan dari penceritaan tokoh Sri, walaupun pada akhirnya harus tercium juga hal-hal berbau orientalisme, terutama pada objek perempuan. Baik dari pemikiran laki-laki yang ada di dalam novel ini, sampai pemikiran perempuan itu sendiri.  

Yang di mana pada awalan novel ini dicoba untuk dipatahkan pada penggambaran tokoh Sri. Tokoh Sri diciptakan sebagai representasi dari penolakan gagasan-gagasan ketimuran yang sudah melekat dan ditambah menjadi seorang perempuan. Sri digambarkan sebagai perempuan berbangsa Indonesia yang mandiri sejak dari pikiran hingga pekerjaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan faktor keluarga yang berpengaruh besar membentuk pola pikir Sri, ayahnya seorang pematung dan kakaknya seorang pelukis bisa menjadi salah satu faktor kebebasan pemikiran serta jiwa yang sudah menjadi hal yang lumrah bagi Sri.  

Belum lagi dalam novel ini, Sri diceritakan memiliki kemampuan yang erat kaitannya dengan budaya Indonesia, yaitu menari. Sri diceritakan merupakan penari yang hebat, segala gerakannya terasa sangat lentur dan halus. Sampai kemampuan menarinya menjadi benang merah dalam cerita novel ini. Kehalusan gerakan Sri dalam menari merupakan pemikat para laki-laki sebangsanya maupun bangsa lain (Walau tidak segamblang seperti Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari), dalam hal ini mereka terpesona oleh daya tarik Sri tersendiri.  

Sri merupakan pribadi yang keras dan berkemauan tinggi atas kemaunnya. Sampai pada peristiwa yang terkait dengan tunangannya. Sri seperti kehilangan kekuatan atas pribadinya.  Ia gampang menerima orang lain dan gampang untuk disetir serta tabah terhadap cobaan yang tidak mungkin akan dilakukan oleh perwatakan Sri sebelumnya. Wataknya yang terbilang bebas menjadi pribadi, mulai melunak semenjak dipersunting bangsa lain. Pemikirannya berubah menjadi seperti doktrin menjadi seorang istri bagi wanita ketimuran. Di sinilah mulai orientalis sebagai orang timur mulai terasa. Mulai munculnya sisi ketimuran yang digambarkan lemah dan lembut serta tunduk kepada suaminya. Sebagaimana tokoh Sri memposisikan dirinya sebagai istri, ia patuh dan menurut apa kata suami. Padahal hatinya tidak berkenan.  

Sri mulai menemukan kembali kekuatannya ketika anaknya telah lahir. Setelah tinggal di luar negeri. Menerima pemikiran luar yang merasuki jiwanya. Mulai memberontak sedikit demi sedikit. Dan konflik rumah tangganya mengalami eskalasi yang cukup tinggi, walau tidak sampai bercerai (setidaknya di dalam cerita novel ini). Setelah banyak peristiwa yang terjadi, peristiwa-peristiwa itu pun yang menuntun Sri untuk menaiki sebuah kapal. Di dalam sebuah kapal yang berlayar bertemulah Sri dengan Michel, sang lautan kedua.

Mengarungi lautan kedua kita diajak untuk terbiasa dengan ombak, namun merupakan peraiaran yang dangkal. Narasinya juga mengalami perubahan, yang tadinya berpusat kepada Sri dan segala permasalahannya. Menjadi Michel yang menjadi nahkoda penceritaan. Sebelumnya terlintas, mungkin hanya akan terjadi pengulangan cerita yang menjemukan dari narasi Sri ke narasi Michel tanpa menambah unsur lain. Tetapi, kita akan disuguhi beberapa hal yang berbeda dan terkesan lebih detail.

Penceritaannya juga  hanya bisa diterangkan oleh tokoh Michel, seperti bagaimana sistem bekerja di dalam sebuah kapal. Terdapat selingan latar belakang Michel yang terasa sangat berisan dengan latar belakang Sri. Walau berbeda latar belakang konteks budaya dan negara yang sangat terasa. Yang sangat terasa dalam penceritaan babak ini adalah penggambaran nafsu serta rasa haus akan perempuan yang dimiliki oleh laki-laki. Di dukung dengan sudut pandang Michel yang merupakan orang barat.  

Pandangan menarik dari tokoh Michel adalah ketidak serampangannya memilih wanita yang akan ia ajak bersenggama. Melainkan harus melalui beberapa kriteria yang sesuai atau dalam singkatnya selera yang dimilikinya. Di sini lah sering kali timbul penggambaran ketimuran yang berdasarkan bayangan serta pandangan Michel terhadap Sri. Serta keunikan terjadi ketika tokoh Sri yang diceritakan bukan dipandang dari bentuk fisiknya saja. Namun dari sikap dan perilaku yang menarik dan memikat tokoh Michel. Sejujurnya pada babak ini, saya mengapresiasi bagaimana Ibu N.H. Dini mengemasnya dengan sangat baik. Bagaimana beliau bisa menceritakan dari sudut pandang laki-laki yang penuh nafsu yang buas namun manis. Pada penghujung cerita,  diakhiri dengan akhir yang sama pada narasi Sri. Namun,  menjadi pertanyaan besar dalam benak saya mengapa bukan narasi Sri yang mengakhiri ceritanya, melainkan Michel.  

Narasi yang disuguhkan dalam novel ini bagi saya seperti menonton sinetron jadul. Paragraf yang penuh dan sesak dengandeskripsi segala perwatakan dan tindakan membuat keistimewaan tersendiri, jika dipandang dari sudut yang positif. Dan bagaimana kemampuan yang dimiliki oleh Ibu N.H. Dini ketika menjahit setiap benang merah penceritaan tokoh Sri dan Michel perlu menjadi perhatian utama. Mengarungi dua lautan dalam sebuah kapal memang tidak mudah. Sesulit menerima fakta bahwa cerita dalam novel ini memiliki kemiripan dengan jalan hidup ibu N.H. Dini itu sendiri. Bisa dikatakan novel ini sebagai memoir, buku diary, atau autobiografi yang menampikan fakta dan lebih memilih fiksi sebagai pelabuhannya.  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun