Sayangnya label ini tak pernah digubris oleh para nasabah mereka karena mereka sendiri merasa terbantu dengan kemudahan sepanjang para peminjam "berdamai" pada Syarat dan Ketentuan (S&K).
2. Perlu usaha dan upaya menyimpan dan menjual agunan titipan
Karena bisnis ini meng copy paste sistem bisnis di lembaga pendanaan legal, mereka juga mesti memikirkan gudang dan brankas penyimpanan barang jaminan.Â
Membayangkan 5 orang menitipkan sepeda motor di sebuah rumah dengan batasan waktu yang tak bisa diprediksi bisa tepat waktu ato bisa molor, siapa yang akan mengawasi? Bukankah itu makan tempat?Â
Belum lagi mencari dan melego jaminan itu ke calon pembeli, belum tentu mau karena tergantung kondisi barang dan kebutuhan.Â
Bisa dilepas murah, cuman pebisnis ini mesti mikir hasil penjualan minimal bisa nutupin yang dipinjamkan.Â
Untuk jaminan administratif, semacam sertifikat rumah sertifikat tanah,SK, BPKB ato yang lainnya, belum tentu juga diketahui apakah dokumen tersebut itu legal ato bodong palsu.Â
3. Terkadang dibalikin pake sayur mayur, hasil bumi, hingga barter jasa
Salah seorang nasabah lain berkisah kalo dia dan siaminya kapok bisnis pinjaman uang. Mereka stop di tahun 2014 setelah melakoni selama setahun.Â
'Lagi 1 juta belum balik, ditawari pake dagangan sayurnya. Jadi hampir sekian bulan kami sekeluarga masak sayur pemberiannya," katanya via telepon sambil tertawa.
Yang dibutuhkan uang, tapi yang didapat lain. Lain lagi kisah salah satu nasabah yang menjalankan bisnis ini.Â
Biaya prasmanan nikahan anaknya cuma dibayar separoh karena yang ngelola jasa masakan pernah minjam belum balikin semua.Â
Ternyata bisnis menjalankan uang secara perorangan punya lika - liku tersendiri.Â