Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jerat Narkoba Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie, Tanggung Jawab Publik dan Nama Besar Orang Tua

9 Juli 2021   17:20 Diperbarui: 9 Juli 2021   18:20 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto kiri dokpri: foto kanan atas civitasbook.com; foto kanan bawah instagram_ramadhanibakrie

Hanya coretan ringan dari Warsawa...Warung kopi Samping Sawah

Siapa tak kenal Aburizal Bakrie? 

Bagi generasi kelahiran tahun 60 an hingga 80 an, Ayahanda dari Ardi Bakrie ini adalah mantan Menko Perekonomian RI (2004 -2005), Menko Kesra (2005 -2009) dan Ketua Umum Partai Golkar (2009 -2014). 

Seorang mantan Menteri yang dikaruniai kepercayaan ditambah kekayaan dan jabatan. Betapa enak dan nyaman hidup. 

Namun dibalik kelebihan tersebut, tak kuasa mendengar salah satu anak bersama menantu cantiknya terjerat mengkonsumsi barang haram. 

Bapak mana yang tak terluka hatinya. Apa kata warga se Indonesia Raya Nak? Mungkin demikian batinnya. 

Belum cukupkah apa yang Bapak beri? Tidak puaskah dirimu dikasi istri cantik dengan buah hati? Mengapa pula kau coba barang laknat itu.

Kurang kah Bapak mendidikmu Nak? Ingatkah nasihat orang tua saat kalian dulu menikah? Ingatkah siapa yang Bapak undang ke resepsi nikahan kalian Nak? 

Apa kata kolega dan teman-teman Bapak? Apa pula kata Netizen se Indonesia Raya? Apa pula yang dikatakan teman-teman anakmu nanti? 

Hei...apa juga kata karyawan dan pegawai di puluhan usaha dan bisnis yang Bapak percayakan Nak ? Kamu nusuk Bapak dari belakang. Tak baik menyusahkan orang tua di masa tua. 

Bapak tak hanya mewariskan kamu harta, tapi juga prinsip hidup. 

Kita ngga tau seperti apa yang batin dan perasaan seorang Aburizal Bakri. 

Tapi sebagai seorang Papa, semua orang tua menginginkan anak-anaknya bahagia kala mereka sudah ibarat hari,berada di ujung senja. 

Realitanya,terlahir dari orang dipercaya oleh negara lalu diberi posisi sebagai Menteri, secara status sosial akan naik seiring nama besar orang tua. 

Bukan hal aneh mengamati di masyarakat, warga membawa -bawa nama keluarga atau kedekatan darah dengan sang pejabat. Entah benar masih ada ikatan keluarga atau sekedar bualan.  

Jamak terdengar ucapan seperti di bawah ini: 

" Saya masih keluarga Bapak Bupati, jangan main-main dengan saya," 

" Saya ini keponakan Gubernur lho,"

"Saya anak Menteri,kenal ngga siapa orang tua saya?" 

Contoh terbaru paling nyata soal ini, adalah berita dua hari lalu. Seorang pemuda 21 tahun mengaku keponakan seorang Brigadir Jenderal kala terciduk razia PPKM Darurat tak mengenakan masker. 

Anak usia 21 tahun itu pasti kelahiran tahun 2000. Darimana generasi Z ini tau, kalo catut nama pembesar dan bilang masih keluarga, bisa diloloskan.

Apa dia belajar dari generasi sebelumnya atau dia sadar, ada "nilai jual" dibalik pangkat nama besar keluarga. Ato sudah banyak contoh nyata di republik ini. 

Bisa jadi perilaku pria muda terciduk di Tangerang Selatan ini, hanya membuka rahasia. Bahwa anak siapa dan keluarga siapa akan sedikit "memuluskan" jalan hidupmu kala berurusan dengan hukum. 

Like father like Son, Tak Selalu Benar...

Ungkapan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohon, bisa benar bisa juga tidak. Bila pohon berbuah itu dihantam puting beliung atau tsunami, buahnya bisa berserak menjauh kemana-mana. 

Nama besar orang tua, sehebat apapun, tak menjamin anak menantu bahkan cucunya, bisa punya garis teladan yang sama. 

Mungin hal-hal ini menjadi alasan : 

1. Beda jaman beda generasi

Perubahan gaya hidup, dinamika budaya, siklus hidup, tataran dan nilai -nilai yang menjadi patokan pada eranya, adalah sejumlah aspek yang kadang menjadi alasan mengapa anaknya tak sebaik Papanya ato Mamanya. 

Jaman dulu publik figur terjerat narkoba dirasa sebagai  aib yang bisa bikin rusak dan hancur karir. Namun rasanya ngga terlalu ngaruh setelah era 2000 an awal hingga kini. 

Apalagi ada pameo, bahwa uang. nama besar dan latar belakang keluarga,  bisa sedikit "memudahkan" urusan dalam tanda petik. 

2. Tekanan kehidupan, tekanan sosial, dan pelarian

Siapa bilang membawa nama besar orang tua itu enak? Rasanya tidak juga. Ada beban psikologi. 

Orang akan selalu membandingkan dan mengukur. Mulai dari fisik, popularitas, karir hingga pencapaian. 

Ketika harapan diri sendiri dan harapan orang lain yang secara tak langsung dirasakan sebagai kuk yang menekan, sang anak butuh pelarian. 

Dan mungkin barang haram semacam narkoba, jadi solusi yang menyelesaikan masalah dengan masalah baru (stt...kalo ketahuan ya...hehe). 

3. Mengelola dan melestarikan "modal" tak semudah mendapatkan. 

Modal ini tak hanya mengacu kepada uang, tapi juga nama besar orang tua, warisan jejaringan bisnis, hasil karya termasuk orang -orang berpengaruh yang dulunya relasi dan bermitra. 

Membuat yang diwariskan menjadi lebih baik, lebih banyak, adalah beban bagi generasi kedua dan ketiga demi melestarikan. 

Mungkin itu ada ungkapan yang sering didengar. Mempertahankan itu lebih sulit dari mendapatkan. 

Jeratan Narkoba Ardi Bakri dan Nia Ramadhani, bagaimana di mata karyawan dan bisnis keluarga?

Sejak viral berita pasangan publik figur ini terciduk aparat, saya tak menemukan breaking news atau tayangan soal penangkapan mereka di TV One. 

Ini stasiun televisi milik keluarga Bakries dimana Ardi Bakrie menjabat sebagai Direktur. 

Idealisme TV One menyuarakan berita secara fakta jadi bias dan terkesan menutup karena kepentingan pemilik perusahaan. 

Wajar memang. Rasanya berat. 

Namun yang lebih berat adalah bagaimana menjaga agar semua karyawan dan pegawai pada lini bisnis Bakrie Brothers tetap respek pada manajemen dan BOD (Board Of Director) di tengah kasus ini.

Menghormati pemimpin yang juga pemodal perusahaan, yang darinya pegawai diupah dan dikaryakan, ketika mereka terjerat kasus dan mencoreng nama besar tempat bekerja, memang dilema. 

Ketika ketenaran hilang, ketika paras menawan pelan-pelan hilang  dimakan usia, ketika kekayaan berkurang, yang tertinggal hanyalah nama baik. 

Mungkin lantaran itu sebagian orang mengatakan kepemimpinan identik dengan teladan dan integritas...

Bagaimana menurut kamu ? 

Mari ngopi sambil menulis tentang kehidupan.... 

Dokumen Pribadi_adolf
Dokumen Pribadi_adolf
Salam, 

Referensi : 

1. wikipedia

2. kompas

3. detik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun