Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Mentalitas Korban Pinjaman Online,Ketika HP Smart Tapi Pemiliknya Ngga "Smart"

20 Mei 2021   16:55 Diperbarui: 22 Mei 2021   00:31 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri_Seorang warga menggunakan HP tak smart namun dipakai untuk komunikasi jualan dagangan secara mandiri

Apakah HP-mu smart? Pastikan otak dan hati lebih smart dari HP....

Viral seorang guru di Malang Jawa Timur terlilit tali-temali pinjol, bikin miris. Pertanyaan pertama yang muncul di benak saya, apakah orangnya secerdas HP-nya? 

Karena untuk mengakses puluhan aplikasi pinjol dan akhirnya terjerat hutang piutang, hampir pasti si nasabah ini minimal punya HP katagori smart agar terdaftar sebagai debitur secara online. 

Sejatinya ada banyak kasus pengguna aplikasi pinjol di tanah air, dengan beraneka latar belakang yang mencuat ke permukaan. 

Jadi masalahnya mungkin bukan pada profesinya apa dan bekerjanya di mana, tapi pada kejelian  hati dan otak ketika merespon kebutuhan. 

Manakala hati tergoda, kadang otak pun bisa tak waras. Hasilnya bukannya menyelesaikan masalah tanpa masalah, tapi menyelesaikan masalah dengan masalah berikutnya. 

Pelaku, dalam contoh kasus ini Si Guru TK,  tak lagi menganut prinsip gali lubang tutup lubang, tapi gali lubang tutup jurang. Akhirnya terjerembab di dalamnya. 

Kemudian berteriak tolong aku tolong aku via media sosial. Demi menarik respon dan simpati pembaca, agar ikut masuk dalam jalinan kisah pilu yang skenarionya dibuat sendiri. 

Alih-alih mengambil tanggung jawab sendiri, malah berlindung di balik selfpity (tindakan mengasihani diri sendiri). Inilah mentalitas korban.

Ibarat seorang yang berdiri di balik jeruji dan melihat ke luar sana. Ketika ditanya, apa yang menyebabkan kamu ada di sini? Dia menunjuk orang lain di luar sana sebagai pembenaran. 

Karena OJK tak mengawasi serbuan pinjol. Karena tempat kerjaku mengeluarkan aku. Karena tuntutan persyaratan sertifikasi. Karena aku bukan anak sultan. Karena bunga pinjol kelewat besar. Karena gajiku cuma ratusan ribu. Karena ini karena itu.... kebanyakan karena. 

Apakah di Indonesia, negeri yang kaya dengan sumber daya alamnya, begitu susah mencari uang, sehingga banyak orang terjerat pinjol? 

Apakah banyak warga lain yang lebih rendah status profesinya dari Si Guru ini,  sehingga merelakan dirinya harus terjerat pinjol? 

Rasanya tak semua. Mereka bisa kok menganalisa mana perangkap jebakan pinjol ketika membuka HP smart nya dan melihat bermacam tawaran menggiurkan dari penyedia pinjo di Google play atau via link ke WA atau Telegram.  

Mereka bisa menahan diri dan sadar. Berpikir panjang dan cerdas menganalisa. Dengan sejumlah kekepoan seperti ini : 

1. Apakah gaji saya cukup tuk bayar cicilannya nanti dengan pinjaman segitu? Apakah layanan pinjol ini berizin legal? 

2. Siapakah pengelola pinjol ini? Badan usahakah atau perorangan? 

3. Dari mana pihak pinjol memperoleh dana-dananya lalu menyalurkan ke warga dalam bentuk kredit online? Mengapa persyaratan nya bisa begitu cepat dan mudah? 

4. Bagaimana dengan kerahasiaan data pribadi saya seperti KTP,KK dan lainnya, bila misalnya setelah saya lunasin dan tak ada masalah? Apakah tidak disalah gunakan oleh pihak pinjol? 

5. Saya tak bertemu mereka secara langsung dan kota tempat saya tinggal jauh ribuan kilometer dari kantor pinjol, bagaimana cara mereka bisa 'mengikat' dalam tanda petik andai macet cicilan ? 

6. Saya punya tunggakan pinjaman tak terbayar sekian bulan di pinjol lain, kenapa pinjol yang satunya masih setujui permohonan saya? Padahal kan ada BI Checking dan seharusnya pinjol bisa mendeteksi. 

Tapi kok ngga ada catatan apa -apa dari pihak pinjol, padahal kalo di bank kayanya ngga bisa deh... 

Dengan berpikir smart lewat kepenasaran -kepenasaran tersebut, lalu berkaca pada sejumlah kasus pinjol lainnya.  

Banyak kisah pilu warga kala berurusan dengan penagih pinjol. Itu membuat tak sedikit warga lain dengan kesadaran sendiri menjauhi godaan meski kebutuhan menjepit. 

Sadar hidup sudah susah, jangan lagi dibikin ruwet. Lebih baik bekerja dengan layak berdasarkan ukuran rejeki masing-masing. . 

Tak membebani dirinya, keluarganya dan tempat bekerja, sehingga bisa mandiri tanpa menyusahkan pihak lain. 

Memahami prinisp, walaupun perusahaan atau institusinya tak menggaji dengan besar, namun setidaknya bisa menghidupi. Karena masih lebih baik bekerja daripada menganggur. 

Masih lebih baik kesehatan mental dengan rutinitas harian yang terjadwal daripada efek kebingungan mental karena tak ada kegiatan yang bisa menghasilkan uang secara halal. 

Mereka sadar pepatah: kejarlah ilmu ke negeri Cina. Tapi kalo tak ke Cina, bisa juga ke Singapura, Denmark, Korea atau negara lain yang bisa jadi sumber ilmu. 

Banyak jalan ke Roma, tak mesti harus melalui jalan itu. Apa harus demi mengenyam ijazah sarjana seperti keinginan si Guru TK ini, terus terlilit pinjol dan menyusahkan tempatnya bekerja? 

Padahal mungkin salah satu syarat agar disetujui pinjamannya, pihak pinjol lebih melihat pelaku kerja di mana dibanding berapa gajinya. 

Bukankah itu keuntungan lain yang didapatkan dengan status kerja dimana dan sebagai apa. 

Pelajaran baik yang bisa diambil dari kasus ini adalah jangan menyusahkan tempat bekerjamu, yang sudah menghidupi dirimu. 

Apakah salah bila seseorang meminjam ke pinjol demi keperluan keuangannya? Tidak juga. Lagi pula di era teknologi komunikasi, terkadang malah penawaran itu menyapa lebih dulu sebelum kebutuhan ada. 

Tiba-tiba muncul di beranda. Mendadak dikirim sebuah link penawaran. Bahkan bisa aja ditelepon langsung dan bersedia bila butuh panduan, akan dibimbing untuk registrasi disertai benefit dan kemudahannya. 

Pada realita yang lain, ada banyak orang bisa survive dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun, tanpa harus meminjam di aplikasi pinjol.

Banyak yang lebih susah hidupnya dari kita, mereka bisa, kenapa kita tidak. 

Dan yang penting untuk dihindari, jangan gali lubang tutup jurang. Kalau mau utang, jangan lebih dari sepertiga penghasilan. 

Perkaya diri dan wawasan dengan edukasi mengelola keuangan, baik uang mu sendiri maupun orang lain yang dipercayakan kepadamu. 

Punya HP smart dengan bisa instal beraneka aplikasi pinjaman online, hendaknya hati dan otak juga smart. 

Pikirkan jangka panjang dampaknya. Ukur dan kenali diri sendiri serta kenali kemampuan keuanganmu. 

Punya cita cita tinggi tak dilarang. Kepengen ini dan itu dengan harapan dan ambisi masing-masing orang, Itu hak asasi. 

Tapi jangan sampai menyusahkan orang lain dengan cara kita yang salah, dengan seperangkat teknologi di tangan kita. 

Teknologi memang merubah hidup manusia menjadi mudah. Tapi dibalik kemudahan itu, ada resiko yang mengintai, bila tak waspada. 

Salam

Referensi:

1. kompas.com
2. detik.com
3. kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun