Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Seorang Asisten Rumah Tangga yang Bekerja Harian Membantuku

1 Mei 2021   19:44 Diperbarui: 1 Mei 2021   23:03 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asisten Rumah Tangga (Sumber: istockphoto.com)

Selamat Hari Buruh...

Sebut saja namanya Tini, namun dia lebih suka dipanggil Mama Tini. Ia berusia 36 tahun. Tak bisa dibilang tua, tapi juga tidak muda. Dia bekerja sehari-hari sebagai asisten rumah tangga. 

Tak seperti asisten rumah tangga yang umumnya tinggal bersama majikan, Mama Tini datang hanya pada saat dibutuhkan.

Beberes rumah majikan mulai dari halaman depan hingga belakang rumah. Termasuk cuci, setrika, sapu, ngepel bahkan membantu masak bila diminta. 

"Bisa bantu bersih ke bibi?", sapaku lewat telepon, kala berbicara dengannya. 

Tetangga sebelah yang punya warung sembako, tempat saya biasanya beli kopi sachetan dan roti buat sarapan, memberi kontak nomornya. 

Tak sengaja curhat kelepasan soal kontrakkan yang keseringan kotor dan berantakan saat ditinggal kerja ke luar daerah, bikin Ibu Ika (nama samaran), si pemilik warung, berniat membantu saya. 

"Kasi aja berapa-berapa aja om buat sekadarnya. Mama Tini rajin, saya sering pake tenaganya," begitu rekomendasi wanita berusia 60-an tahun itu. 

Lewat sapaan via telepon, akhirnya janjian ketemu selepas kerja. Saya langsung ke rumahnya seornag diri.

Teringat setahun silam, waktu hujan sore-sore kilat sambar pohon kelapa. Rumah sederhana di dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati satu buah motor. Waktu menunjukkan pukul 18.30 Wita, dengan sedikit basah lantaran menerobos hujan, saya disambut suara anjing yang menyalak. 

Bukan 1 melainkan 3 ekor. "Aduh Mama sayange...Ini kalo gigit beta, robek-robek sudah seragam kantor," batin saya. Meski tampang brewok, tapi sejujurnya saya takut sama anjing. 

Bukan apa-apa, saya pernah kegigit anjing Helder milik bule Belanda yang istrinya orang Indonesia, tetangga orangtua saya dulu, sewaktu usia 10 tahun saat saya hendak ke sekolah di pagi hari. Alhasil gigitan anjing ras luar negeri itu bikin sobek betis hingga dijahit. 

Meski sudah lama kejadiannya, namun menyisahkan pobia kala berhadapan dengan anjing yang menyalak.  

"Marvel, Simon, Doni....masuk. Ayo masuk", terdengar suara laki-laki ketika pintu rumah di buka. 

Wah keren-keren juga nama anjingnya...hehe. Tiga ekor itu berhenti menyalak lalu menyelinap ke bawah kursi di ruang teras. 

"Cari siapa om?", tanya si om itu, 

"Saya Adolf, tadi siang sudah teleponan dengan Mama Tini, mau ngomongin soal kerja ngebersihin-ngebersihin," jawab saya. 

Sejurus kemudian, muncul yang dicari. Seorang Ibu muda dengan diikuti 2 orang anaknya. Si sulung yang usia nya kira-kira 8 tahunan bernama Tini. Oleh karena itu biasa beliau dipanggil Mama Tini. 

Akhirnya saya pun kenalan juga dengan suami dan anak-anaknya. Termasuk menceritakan asal saya, kerja di mana, tahu dari mana kontak istrinya dan sudah berapa lama bertugas di sini. 

Ditutup dengan kesepakatan dan diketahui suaminya langsung, Mama Tini bertanya, "Saya dibayar berapa per hari dan apa saja kerjaannya?"

Asisten Rumah Tangga Harian

Mama Tini adalah seorang wanita asal Indonesia timur. Suaminya seorang wiraswasta non formal. 

Di kota Sumbawa Besar, NTB, memang ada komunitas warga Indonesia timur yang hidup berdampingan dengan warga lain. Sehingga ada istilah "Kampung Timor", di mana sebagian besar penghuninya beragama kristen katolik maupun protestan. 

Dengan usia boleh di kata relatif muda, Mama Tini adalah pekerja asisten rumah tangga harian lepas yang dipekerjakan untuk beberes di rumah orang yang mana sehari bisa menyambangi dua hingga tiga rumah. 

lokasi perumahan yang kadang disambangi BPH Rumah Tangga (Dokpri)
lokasi perumahan yang kadang disambangi BPH Rumah Tangga (Dokpri)
"Dari masih gadis sudah kerja begini. Puji Tuhan, setelah kawin dan punya anak, masih dipercaya para majikan untuk kerja di tempat mereka. Dapat sedikit-sedikit buat tambah-tambah di dapur," katanya dalam bahasa Indonesia dengan logat timor yang khas. 

Mama Tini merantau ke Sumbawa dan sudah lama tidak pulang ke Bajawa, apalagi setelah bertemunya jodohnya. 

Kesehariannya diisi dengan berbagai kegiatan. Selain sebagai ibu rumah tangga, juga bekerja sebagai BPH alias Buruh Pembantu Harian. 

Untuk membuat janji kapan bisa bekerja membersihkan tempat tinggal saya, tak bisa sekali pesan langsung besoknya kerja. Karena Mama Tini sudah ada kesepakatan dengan majikan lain, yang telah lebih dulu "meng-order" dirinya. 

Dan dari Kisah Mama Tini yang Bekerja sebagai BPH, saya pun mendapatkan pelajaran berharga, seperti: 

1. Efisiensi waktu dan lokasi 
Karena kerap tenaganya dipakai di rumah-rumah warga, Mama Tini biasanya membagi waktu kerja dan lokasi yang searah dan berdekatan. Misalnya karena lokasi tempat tinggal saya berdekatan dengan rumahnya Ibu Ika yang sudah kerap menggunakan jasanya, Mama Tini memindahkan jadwal saya agar bersamaan dengan rumah lainnya yang berdekatan.  

2. Tak punya kendaraan, selalu naik ojek atau jalan kaki ke rumah warga
Inilah salah satu penyebab nomor 1 di atas. Ciri khas seorang  ART yang tak putus asa demi bertahan hidup, Mama Tini rela begitu demi bisa sampai ke rumah orang yang menyewa jasanya. 

"Mereka sudah percaya sama kita. Jadi jalan sedikit capek sedikit sudah biasa to Om," katanya pada saya. 

Beruntung baginya, jarak rumahnya ke jalan tempat saya dan warga lain yang menggunakan jasanya tak begitu jauh. Kurang lebih 1 kilometer. 

Pada lokasi yang agak jauh, cukup terbantu juga karena biaya ojek lumayan murah. Per jarak di bawah 10 kilo, dibayar 5 ribu hingga 10 ribu, juga masih tak masalah pada sebagian abang ojek. 

3. Dibayar mulai 50 ribu hingga 100 ribu per sekian jam dalam satu hari
Para warga yang menggunakan jasa BPH rumah tangga semacam Mama Tini, hanya meminta kerja untuk sekian jam dalam satu hari. 

Gambaran kerjanya antara lain membersihkan rumah dari bagian teras hingga dapur hingga mengepel lantai. Dilanjutkan dengan mencuci pakaian (bisa pakai tenaga mesin ato tenaga BPH). 

Karena setelah dijemur dan menunggu keringnya, bisa saja akan datang di hari besoknya ato lusa untuk menyeterika cucian yang telah kering. 

Selain itu bisa membantu masak bila ada hajatan, membersihkan hewan peliharaan misalnya kucing, burung, dan sebagainya atau pekerjaan lain yang dirasa bisa dilakukan dengan jasa sewa BPH semacam Mama Tini. 

Saya sendiri, membayarnya 100 ribu per 3 jam. Maksudnya dalam 3 jam saja, biasanya Mama Tini sudah merapihkan semuanya. Termasuk mengepel dan mencuci seragam kantor, yang nanti akan disetrika beberapa hari lagi. 

Jadi saya bikinkan dua serep kunci. Satunya kasih ke dia, satunya saya yang pegang. Pulang kantor, sudah bersih dan rapih. Cuman karena saya sendiri di sini tak bersama keluarga, jadi biasanya per 2 minggu atau per 1 bulan baru sewa lagi jasanya. 

Paling sering kalo mau perjalanan dinas ke luar daerah sekian hari, biasanya saya sudah menginfokannya.

Kan sekalian ada kucing-kucing saya juga, Si Prito dan Pritu yang sekalian harus dititp untuk tolong dibeliin ikan goreng selama saya tak ada...hehe. 

4. Kerjanya cepat dan lincah
Perumpamaan alah bisa karena biasa, terlihat dari hasil kerjanya. Keseringan melakukan rutinitas yang sama, meski usia di pertengahan 30-an, ia tetap masih kuat dan produktif. Alhasil dalam satu hari, bisa 2 hingga 3 rumah disambangi dan kelar semuanya. Kadang anaknya ikut juga menunggu dirinya menunaikan tugasnya. 

Makin lama rasanya mungkin makin biasa anak-anaknya berdamai dengan pekerjaan ibunya. 

"Makanya adek harus sekolah tinggi, biar bisa kayak om itu," pernah terdengar kata Mama Tini pada anak lakinya yang ikut dengannya. 

Lalu, tanpa disadari bahwa saya menguping obrolan. Saya tetiba merenung diam. Sadar bahwa seorang buruh apapun itu pekerjaan, selalu mengharapkan anak-anaknya punya masa depan yang lebih baik dari orangtuanya.

Keterbatasan pendidikan dan keterampilan, membuat mau tak mau mesti melakoni pekerjaan tertentu, yang lebih banyak menggunakan otot dibanding otak. 

Dibayar relatif, bisa besar atau kadang kecil, namun bagi mereka yang penting bisa menyambung hidup. Ada untuk makan sehari-hari, lebihnya bisa untuk sekolahin anak. 

Ketika Mama Tini pamit pulang bersama anaknya, saya masih terus merasa baper dengan ucapannya pada anaknya tadi. 

Apa bedanya dengan saya pekerja kantoran. Saya juga buruh di ruangan ber-AC, tapi Mama Tini dan buruh lain di luar sana, adalah "buruh yang sebenarnya".

Tanpa simpanan DPLK, tanpa jamsostek mungkin, tanpa dana pensiun, tanpa asuransi kesehatan plus plus cuman modal BPJS. Tapi mereka menafkahi keluarga demi asa dan masa depan yang lebih baik. 

Apa jadinya suatu negara tanpa buruh? Padahal negara yang berkembang dan maju, membutuhkan tenaga dan karya buruh dalam perkembangan industri di negara tersebut. 

Ketika negara membutuhkan mereka, apakah negara juga menghargai mereka? 

Semoga...

Sekali lagi selamat hari buruh, 01 Mei 2021

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun