Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Geng Sekolah, Isinya 'Indonesia Mini' dan Kenangan Bersama

29 April 2021   16:41 Diperbarui: 30 April 2021   21:01 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:indozone.id_Anak SMP Jadul

I remember my youth and the feeling that will never come back any more ...(Joseph Conrad,penulis Polandia)

Mungkin sudah dari sononya, saya kecemplung pada yang namanya 'Indonesia' dalam tanda kutip. 

Sejak kecil hingga sekolah menengah, punya teman -teman akrab, yang jauh lebih banyak tidak sesuku dan sedaerah. Dan itu berlanjut hingga sekarang di usia dewasa. 

Faktor latar belakang keluarga mungkin mempengaruhi. Lahir dan tumbuh menjalani masa anak-anak di sebuah komplek perumahan khusus Pegawai Negeri. 

Konsekuensinya punya tetangga kiri kanan yang notabene rekan sekerja almarhum Papa, memang berasal dari berbagai propinsi. 

Ada orang Sunda, orang Bali, orang Manado, orang Ternate, orang Batak, orang Padang, orang Jawa dan suku lainnya di Indonesia. 

Itu ditambah lagi dengan atasan ortu di kantornya, yang kebanyakan di tahun segitu, bukan asli orang daerah. 

Bervariasi bak gado-gado nusantara. Ini bikin dari kecil sudah lebih banyak akrabnya sama anak-anak yang 'berbeda'.  

Seumuran, sepantaran. Main kelereng sama-sama hingga meriam bambu. Salam-salaman tiap hari raya keagamaan, hingga main ke rumahnya sampai nginap-nginapan. 

Jadilah Bapak-Bapaknya sahabatan di kantor, anak-anaknya juga satu sama lain. Like father like son. 

Alhasil sejak belum SD, saya sudah bisa membedakan mana Si Asep, Si Putu, Si Nyong , Si Ucok dan Si Nduk. Ini gara-gara nama panggilan sehari -hari teman-teman saya yang kerap disebutkan Mama Papa nya. 

Namanya juga tetanggaan, dengan deretan hunian tak berpagar ala-ala tahun 80 an hingga 90 an. Interaksi lepas dan begitu dekat. 

Bahkan logat dan intonasi kekhasan daerah asal, yang meski sudah lama merantau, masih bisa terdengar dalam komunikasi sehari-hari di rumah mereka.Unik ya...hehe.  

Geng Sekolah di SMP

Tak ada nama yang dilekatkan pada Geng kami. Cuman dibilang geng karena kemana -mana seringan bersama. 

Cowok -cowok ababil alias abg labil. Baru terkaget -kaget dengan proses akil balik dan mengapa tubuh saya jadi begini (hehe) ditambah pencarian aktualisasi diri. 

Punya 5 orang teman akrab, Ada si Roni, anak Bekasi yang dulunya ngga mau dibilang orang Jakarta tapi orang Jawa Barat. 

Tubuhnya gemuk, berkulit putih dan rambut lurus. Tingginya sama dengan saya. Di bawah 170 cm. 

Sepintas terlihat seperti orang Chinese, tapi ndak sipit. dan berkulit putih. 

Roni asli Sunda, tapi lahir dan besar di daerah karena orang tuanya lama berdinas di sini.Meski demikian, dia masih bisa ngomong sunda

Selanjutnya ada Rais, putra Makassar. Paling ganteng kata cewek-cewek di sekolah. Mirip Anjasmara muda.Tubuhnya paling tinggi diantara kami semua. 

Lalu ada Edwin, nyong Manado yang kulitnya putih bangett. Dari Edwin dan keluarganya, saya jadi tau istilah dan komunikasi sehari-hari khas Sulawesi Utara. 

Pangana pakita pagoda pastiles..itu candaan kami di geng kalo Edwin sudah muncul. 

Kemudian ada Sigit, si anak kolong. Orang Jawa Tengah, orang tuanya TNI di Kodam  dan sudah belasan tahun bertugas di kota kami. 

Sigit pun meski suku Jawa tapi lahir di kala orang tuanya bertugas di sini. Jadi termasuk putra daerah juga ya. 

Memang saat SMP, punya banyak teman lain juga Papanya berlatar TNI, termasuk TNI AU. 

Ini keuntungan juga buat saya bagaimana mengenal kesederhanaan sebuah keluarga tentara lantaran sering diajak ke rumah mereka. 

Bahkan sampai sekarang, manakala memeriksa pengajuan kredit nasabah berlatar TNI, harus diakui gaji nya memang tak sebesar pengabdian mereka. 

Terakhir Adolf, nama depannya sama dengan saya, cuman beda di nama belakang. Berasal dari Ternate,Maluku Utara. Rambut lurus, sedikit gemuk, kulit coklat.   

Ber enam kami di tiga tahun masa SMP, ada beberapa hal kerap dilakukan bersama.

 Semisal, kala saya, Edwin dan Rais kepilih ikut seleksi siswa SMA Taruna Nusantara di daerah pada saat kelas 3 (sekarang kelas 9 namanya), kami bertiga olahraga bareng demi persiapan tes. Jogging, basket dan Voli.

Hasilnya saya gugur di tes pertama, Edwin dan Rais melaju ke tahap berikutnya. 

Namun di level terakhir, mereka akhirnya tak lolos juga sebagai perwakilan propinsi tuk ketrima di SMA milik TNI yang di Magelang sana, yang dulunya SMA nya Mas AHY itu. 

Kami akhirnya bertekad satu geng, lulus SMP harus masuk SMA Negeri agar bisa terus samaan. 

Yang dilakukan adalah belajar bersama, saling meminjamkan buku, buat kartu anggota di perpustakaan daerah (padahal lumayan jauh jaraknya dari sekolah kami juga rumah kami). 

Butuh 30 menit menumpang kendaraan. Demi niat bisa meminjam buku gratis tuk bahan pelajaran. 

Ternyata malah jadi lebih sering meminjam serial majalah populer di tahun segitu seperti Tintin yang berseri -seri, Trio Detektif, Lupus nya Hilman, hingga serial Wiro Sableng.. Haha..lucu kalo diingat-ingat. 

Mana minjam nya dibatasi cuman 2 buku, jadi sepakat kami. 

Saya pinjam satu buku pelajaran dan satu buku Trio Detektif, Rais pinjam pinjam serial Tintin, Edwin pinjam Lupus, dan yang lain juga serupa caranya. 

Sumber: pecintanoveldetektif.blogspot.com_semua sudah dibaca waktu SMP
Sumber: pecintanoveldetektif.blogspot.com_semua sudah dibaca waktu SMP
Lama maksimal pinjaman 7 hari. Udahan dirolling tu serial nya gantian satu sama lain. Minggu berikut nya lagi dengan cara yang sama. Sampai habis semua dilahap serialnya. Hehe. 

Di tahun segitu, ngga ada penerimaan pake sistem zonasi seperti sekarang. Ukurannya cuma NEM (Nilai Ebtanas Murni) sehingga kami bertekad bisa mencapai standar NEM minimal agar dapat ketrima di SMA paling favorit di daerah. 

Dan akhirnya tercapai...Cuman Sigit, setelah tamat SMP, akhirnya mengikuti tugas orang tuanya, pindah ke propinsi lain dan melanjutkan SMA nya di sana. 

Saat di SMA, ketika pembagian jurusan, Adolf dan Roni kepilih ke jurusan IPS. Saya, Edwin dan Rais ke jurusan IPA. Kami tetap bersahabat hingga tamat sekolah. 

Roni melanjutkan ke Universitas Trisakti di Jakarta. Saat sudah kuliah di Bali, saya sempat bertemu dengannya dalam sebuah acara kampus di Ibu kota. 

Rais ke fakultas teknik di sebuah universitas di luar propinsi. Adolf melanjukan ke perguruan tinggi lokal. 

Sigit kabarnya sudah mengikuti jejak orang tuanya menjadi salah satu anggota TNI. 

Edwin sudah melanjutkan ke fakultas kedokteran di sebuah universitas negeri dan kini sudah ada jadi dokter umum. Dan saya sebagaimana profil saya sekarang. 

 

Hiasan orang muda adalah kekuatannya...

Salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun