Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Waspada Risiko Penularan Penyakit dari Pemakaian Alat Makan Bersama

11 Agustus 2020   14:20 Diperbarui: 17 Agustus 2020   21:31 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makan bersama (Sumber: lifeasmama.com)

Just Sharing....

Ini pengalaman sendiri di awal Februari 2020, sebulan sebelum masa pandemi Covid-19. Dulunya saya tak sadar dan tak juga berpikir hingga ke sana. Sampai suatu kejadian terjadi di depan mata. Tepat di samping tempat saya duduk saat menikmati makan siang di sebuah warung makan yang laris manis di tengah kota. 

Seorang anak muda, laki-laki berusia sekitar 20-an, masuk ke warung tersebut, lalu memesan beberapa bungkus nasi dan ayam goreng.

Sembari menunggu si mbak pelayan membungkus pesanannya, dia duduk di samping saya. Tangannya mengambil gelas hijau di tatakan gelas. 

Lelaki itu menuangkan air dari teko (ceret) plastik yang disediakan pemilik warung di meja pelanggan. Sejurus kemudian. Srett.... dituangkan ke mulutnya menuntaskan dahaganya, sepertinya haus sekali. Bisa jadi lantaran cuaca memang sedang panas-panasnya. Namun apa yang terjadi setelahnya membuat saya juga sedikit "panas".

Kepanasan karena ulahnya yang menaruh kembali gelas plastik warna hijau itu ke tatakannya. Apalagi jaraknya tak sampai satu meter dengan posisi saya. 

Lelaki itu entah sadar atau tak sadar bahwa apa yang dilakukan itu adalah jorok dan tak beretika. Sudah bekas pakai kok ditaruh lagi di situ. Tak ada memberitahukan pada pemilik warung atau mengembalikan saja ke tempat cucian peralatan makan di warung itu. 

Belum 20 menit dia berlalu dan pergi membawa pesanannya, kini masuk lagi seorang anak bocah. Perempuan berusia 10 tahunan. Namun dia tak sendiri, ditemani sang Ibu. Seperti halnya anak muda yang tadi, mereka juga memesan beberapa bungkus. 

" Ma, haus Ma," terdengar kata Sang Anak pada ibunya.

"Sana minum, ambil gelasnya," jawab sang Ibu dan menunjukkan tatakan gelas di samping saya. 

Sejurus saya diam dan tak lagi mengunyah. Apalagi berniat memasukkan sesendok nasi ke mulut. Bagaimana saya tak selera lagi bila melihat gadis kecil berparas manis itu mengambil gelas plastik hijau milik bekas minum pria yang tadi membeli nasi dan ayam. Menuangkan airnya dan menaruh bibir kecilnya di tepi alat minum berbahan palstik itu. Lalu dengan pola yang sama dan menaruh kembali di tatakannya. 

Oh my God, kataku dalam hati. Sudah berapa banyak pengunjung di warung ini kerap melakukan seperti itu. Dan apakah pemilik dan pelayan warung ini tahu pola perilaku pelanggan yang datang ke warungnya. 

Tahu dan dibiarkan atau memang tak sadar lantaran sibuk melayani pelanggan. Dua pertanyaan itu langsung muncul di benak saya.

Lalu keresahan yang ketiga datang, mengapa tak ada orang lain di warung itu yang menegur bahwa itu perilaku yang sudah pasti tak sehat dan terkesan jorok. 

Peralatan minum di warung makan (Sumber: Dokumen Pribadi)
Peralatan minum di warung makan (Sumber: Dokumen Pribadi)
Dan ada berapa banyak warung di kota ini yang seperti itu pelanggannya? Bukankah pola yang sama bisa juga dilakukan pelanggan lain di warung-warung makan di kota lain?

Bukankah ada banyak rumah makan yang menyediakan wadah dan tatakan tempat minum sendiri sebagai pelayanan ke pelanggannya dengan contoh yang sama seperti ini.

Dan akhirnya saya beranjak berdiri. Tak berniat lagi melanjutkan makan siang. Membayar dan keluar dari warung sambil membawa rasa trauma agar tak lagi makan di warung yang seperti itu. 

Mungkin itu subyektif bagi saya secara pribadi, namun secara kolektif, rasa-rasanya kita sepakat bahwa itu perilaku yang tak sehat. Dengan pemahaman dan kesadaranan bahwa masih banyak warga abai dalam hal in

"Mas, kok tumben makannya ngga dihabiskan?", masih terbayang kata mbak pelayan saat memberi uang kembalian.

"Hmm...",gumamku.

Waspada penularan penyakit melalui peralatan minum bersama
Saya bukan dokter. Juga bukan seorang yang dulunya kuliah di bidang kesehatan masyarakat. Namun sebagai salah satu warga dari sekian banyak penduduk di negeri ini yang bekerja di luar rumah, mau tak mau, perilaku tak sehat ini bisa berdampak kepada saya. 

Mengapa? Karena saya tak makan siang, makan pagi atau bisa saja lantaran kerja, tak juga sempat  makan malam di rumah.

Lalu di mana saya mengisi perut demi asupan energi? Bisa jadi di warung makan di seputaran tempat saya bekerja. Tak jauh dari aktivitas saya sehari-hari. Dan namaya kegiatan rutin setiap hari, itu tak musti layaknya bekerja sebagai pegawai kantoran atau karyawan non formal lain. 

Namun juga termasuk anak sekolah, mahasiswa, para pedagang di pasar, operator kendaraan di terminal dan pelabuhan, dan beragam profesi lain. 

Ketika saya dan rekan-rekan pejuan Rupiah ini berjibaku setiap hari sesuai panggilan dan profesinya di luar rumah, sudah pasti untuk kebutuhan makan akan memilih warung-warung makan yang berdekatan dengan pusat aktivitas di mana kita bekerja.

Dan tidaklah salah, bila akan mendatangi tempat makan yang rasa makanannya enak. Apalagi jika murah di kantong, pasti cenderung akan menarik banyak pelanggan. 

Nah dengan pola perilaku menggunakan wadah minum bersama, seperti yang saya saksikan sendiri, bukankah itu berpotensi menjadi media penularan beberapa penyakit dari orang ke orang, dari pelanggan ke pelanggan? 

Logika sederhananya adalah orang datang dan berkumpul tujuannya buat makan. Entah beli dan bungkus, atau beli dan makan di situ. 

Karena tujuannya itu, kita bisa saja tak saling kenal satu sama lain. Seandainya ada yang sakit, atau mungkin mengidap suatu penyakit, atau sakit tanpa gejala yang tak nampak secara fisik, sudah pasti antar sesama pelanggan, tak ada yang kepo atau berniat mendeteksi. 

Lagi pula, namanya warung makan, jauh sebelum masa pandemi, tak ada itu protokol kesehatan dan lain sebagainya. 

Realitanya adalah ada beberapa penyakit yang bisa ditularkan lewat berbagi alat minum. Mungkin beberapa rekan yang berprofesi medis,bisa mengkoreksi bila salah. 

Ditelisik dari media, penyakit semacam Herpes, Hepatitis A dan beberapa penyakit menular lainnya, termasuk Coronavirus, dapat ibaratnya diestafetkan pada orang lain, melalui air liur atau ludah si pengidap yang menempel atau tertinggal di wadah bekas minum.

Bisa dibayangkan dengan pola perilaku yang saya amati,dengan volume pengunjung di sebuah warung makan. Migrasi virus atau bakteri antar orang per orang memang tak bisa dilihat secara mata fisik. Kewajiban kita mungkin adalah menerapkan pola hidup sehat demi menjauh dari terpapar dengan sumber penyakit.

Salah satunya menjalankan perilaku sehat dengan tidak mewariskan bekas minum pada orang lain,seperti halnya di warung-warung makan seperti ini. 

Selain itu, upaya dari pengelola rumah makan, agar memperhatikan dan mengawasi peralatan mimun dan makan, yang disediakan bagi pelanggannya. Bila dirasa dengan pola di atas itu baik, sering-seringlah mengganti atau mencuci bekas minum. 

Bisa juga dengan menaruh himbuan berupa tulisan di kertas atau pajangan, agar tak ada pelanggan lakukan perilaku seperti itu. Menggunakan gelas plastik sekali pakai juga baik agar langsung dibuang setelah dipakai. 

Saran lain adalah menyajikan gelas minum dari bahan kaca yang diberi hanya bila pembeli makan di situ. Alternatif yang bisa dicoba adalah menyediakan AMDK alias Air Minum Dalam Kemasan botol beraneka ukuran yang dapat dibeli pelanggan. 

Mungkin ini hal yang kecil dari salah satu kebiasaan warga yang rasanya penting untuk diedukasi. Bukan untuk menghakimi, tidak juga untuk menyalahkan. Namun selain tak elok dilihat, pertimbangannya adalah demi alasan kesehatan kita bersama, terkhusus pelanggan rumah makan dan pecinta kuliner. 

Salam sehat,
Sumbawa NTB, 11 Agustus 2020
15.02 Wita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun