Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Dulu Buku Harian Digembok Rapat, Kini "Kisah Harian" Diumbar Terbuka di Media Sosial

1 Agustus 2020   21:16 Diperbarui: 4 Agustus 2020   13:51 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku harian, jadi tempat curhat andalan generasi dulu| Sumber:pixabay.com/4956365-4956365

" Lembar demi lembar kutuliskan...,"

Sudah akhir pekan, tanggal muda pula di awal bulan. Sebagian dari kita mungkin menghabiskan hari ini dengan liburan bersama keluarga dan orang-orang terkasih.

Tak sedikit yang mengambil beberapa jam sebagai me time-nya atau waktu spesial bagi dirinya. Just do everything that make you happy. Arti sederhananya, lakukan apa saja yang membuat dirimu bahagia. Karena jiwa juga butuh penyegaran

Biasanya liburan gini, saya bertamu ke YouTube. Terima kasih buat media sosial yang satu ini. Ibarat mesin waktu. Berapapun usiamu, kapan kamu lahir dan besar, selalu ada banyak ceritamu di sana.

Lagu, film, berita, dan beraneka karya seni dan budaya, tersimpan rapi dan melimpah. Seolah-olah menjadi cermin dari masa lalu dan masa kini di setiap era anak manusia.

Ngomong-ngomong soal era, kamu masuk generasi mana? Mengutip Wikipedia, secara teori sosiologi ada beberapa generasi manusia berdasarkan kapan brojol ke dunia. Generasi Perang Dunia II adalah mereka yang lahir antara tahun 1939 hingga 1945.

Di atasnya ada generasi Baby Boomers yakni para pria dan wanita kelahiran tahun 1946 sampai 1964. Mereka kini mungkin telah menjadi eyang, kakek, opung, opa oma, atau tante dan om. Ciri khas generasi ini salah satunya adalah punya banyak saudara kandung. Penganut KB juga alias Keluarga Besar... hehe.

Kok bisa? Mungkin lantaran program KB (Keluarga Berencana) yang sebenarnya baru direalisasikan pemerintah di tanah air pada akhir 1960 dan awal 1970-an, sehingga para mama dan papa muda di kala itu, belum disarankan ikut.

Nah yang diwajibkan adalah generasi X yang lahir sebagai bayi imut-imut dari tahun 1965 sampai 1980. Jadi cobalah perhatikan. Mereka yang kelahiran pada rentang tahun segitu dan setelahnya, jarang yang punya banyak saudara kandung lebih dari 3 orang. 

Hmm, ada juga sih yang lebih dari 4 atau 5. Tak masalah, sah-sah saja. Mungkin para orangtua ini memiliki motto banyak anak banyak rezeki atau ada pertimbangan lain. 

Toh memang tak ada batasan wajib kan. Namun bila dirata-ratakan, cenderung lebih banyak keluarga di era ini, yang memiliki momongan paling banyak 3 anak.

Salah satu alasannya bisa jadi profesi seperti PNS, TNI,Polri dan pegawai formal lainnya, juga mulai bersinar di era ini. Dampaknya berpengaruh pada pembatasan kelahiran anak antaran berkaitan dengan pertanggungan pensiun, termasuk asuransi kesehatan (Taspen), dan lain sebagainya. 

Di era ini juga, tidaklah banyak perusahaan swasta seperti sekarang, sehingga anak muda di era ini, lebih memilih menjadi aparatur negara. 

Jumlah penduduk juga tak sebanyak sekarang. Sebagian memilih berwiraswasta sebagai petani, peladang, nelayan, dan usaha lainnya juga karena tak banyak pesaing. Indonesia sedang berkembang dalam masa Orde Baru dengan fokus pada pemulihan ekonomi.

Negara memberi ruang dan porsi bagi sektor industri yang ada kala itu (meski jumlahnya tak banyak). Di samping itu, negara membuka diri untuk investasi dan penanaman modal dalam negeri.Fokus pada pemulihan ekonomi sepanjang kurun 1966-1973. 

Lepas dari generasi X, ada generasi Y yang lahir dalam rentang tahun 1981 sampai 1994. Merekalah yang disebut generasi milenial zaman sekarang, meski beberapa diantaranya sudah milenial di ambang senja. Maksudnya tak sedikit yang usianya sudah 30 ke atas menjelang 40 yang sedikit lagi menanggalkan jubah milenial...hehe. 

Jangan tersinggung ya kakak-kakak generasi X. Dalam hidup ini,yang tak bisa dilawan adalah umur. Dan bilamana nanti datang masanya, relalah melepasnya dengan sukacita karena setiap generasi ada masa emasnya. 

Generasi estafet berikutnya adalah generasi Z. Umumnya mereka adalah keturunan dari generasi X atau Y yang lahir di antara tahun 1995 hingga 2010. 

Mereka adalah pewaris dan pengguna teknologi di era sekarang lantaran akrab dengan media sosial sejak kecil. Menyusul berikutnya adalah generasi pamungkas. yakni Generasi Alpha. 

Merekalah para cucu, anak dan keponakan kita yang lahir dari tahun 2011 sampai 2024. Termasuk yang lahir di masa pandemik coronavirus ini dan atau sedang otw tuk hadir di bumi..hehe

Apa hubungannya buku harian, lintas generasi dan media sosial? 

Cara manusia curhat soal hidupnya. Mungkin itu irisan yang menyatukan 3 bagian ini. Mendengar lagu Kisah Buku Harian di YouTube yang dipopulerkan oleh Tante Paramitha Rusady di tahun 90-an, menggambarkan kegemaran anak muda di era itu. Kerap menuliskan rona dan warna warni hidup dalam lembaran-lembaran kertas yang dinamakan buku harian. 

Saking berharganya coretan-coretan tangan milik generasi Baby Boomers, generasi X, dan sebagian generasi Y itu, tak sedikit di antara mereka me-lockdown alias digembok rapat. Tak ingin diketahui orang lain.

Jangankan sahabat terdekat. Kakak, adik, bahkan orangtua pun tak mendapat kartu wild card tuk mengintip ke dalam buku tersebut. Ke mana-mana dibawa. Diaryku besertaku. Bak dua sisi mata uang. Tak terpisahkan. Aku dan kamu adalah satu. 

Merebaknya kisah buku harian pada masa tumbuh kembang generasi-generasi ini, juga terinspirasi oleh generasi sebelumnya, yakni generasi Perang Dunia 1, generasi perang hingga generasi klasik, yang gemar menulis apa saja yang terjadi di seputaran hidup mereka.

Catatan-catatan harian itu, tak sedikit yang menjadi populer lantaran merekam kejadian penting di era itu. Misalnya Anne Frank, gadis keturunan Yahudi kelahiran tahun 1929. 

Coretan tangan gadis kecil ini saat masih bocah hingga usia pra remaja, akan sisi gelap perlakuan Jerman selama menduduki Belanda pada Perang Dunia II, yang berdampak atas dirinya dan keluarganya yang tinggal di Amsterdam kala itu. Buku tersebut terkenal dengan nama The Diary of a Young Girl. 

Secara logika, kita yang hidup pada era sekarang, juga bisa menyimpulkan bahwa penulis-penulis terkenal pada masa lampau adalah pengkisah buku harian. Tak ada perangkat komputer untuk mengetik, hanya mesin ketik.

Namun bila karena satu dan lain hal, mereka berada di alam bebas atau alam penjara, dimana mereka mencoretkan semua ide dan kegalauan yang muncul di kepala? 

Bisa jadi di lembaran-lembaran media, yang dianggap sebagai buku harian bagi mereka. Apa yang dilihat, apa yang diamati dan apa yang dirasakan. Mendorong jari-jari bergerak. Menari di atas kertas. Membentuk kata dan kalimat. Menjadi tulisan. 

Sebagian besar tak diketahui orang lain, hingga akhirnya kumpulan curahan hati dan jiwa itu menjadi sebuah novel, cerpen ataukah puisi. 

Mereka mungkin adalah Pramoedya Ananta Toer, Suwarsih Djojopuspito, N.H Dini, Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, hingga Andrea Hirata,dan masih banyak yang lain. 

Era dan tahun lahir boleh berbeda. Namun ada kesamaan: menuliskan keresahan, harapan, cita-cita, pergumulan pribadi, dan rekaman kejadian di seputaran hidup mereka, pada masa dan era itu, ke dalam lembar demi lembar kertas.

Dan kini, estafet buku harian pun beralih. Tak ada lagi yang digembok rapat. Tak ada lagi yang namanya rahasia pribadi. Eranya sudah beda. Generasi sudah berganti. 

Ketika Ignatius Rosoinaya Penyami alias Om Saykoji mempopulerkan lagu Online pada 11 tahun yang lalu, bisa jadi itu adalah ramalan kegemaran generasi X, generasi Y, generasi Z dan sebagian generasi Baby Boomers dan generasi Alpha di masa kini. 

Siang malam ku selalu
Menatap layar terpaku
Untuk online online
Online online

Tidur telat bangun pagi pagi
Nyalain komputer online lagi
Bukan mau ngetik kerjaan
E-mail tugas diserahkan 

Beraneka ragam media sosial, mulai dari Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, hingga WhatsApp, telah menjadi menyita kehidupan generasi ini. Didukung teknologi. 

Demi eksistensi dan kebutuhan sosial. Entah untuk kebaikan atau keburukan, semua jadi satu. Tumpah ruah memenuhi lembar demi lembar. Halaman demi halaman. Dari yang remeh temeh, sampai rahasia pribadi. Semua diumbar. Terbuka dan tanpa gembok. 

Apakah generasi sekarang menerapkan secara tersirat lirik-lirik pada lagu kisah harian jadul itu. Bisa iya bisa tidak. Namun coba perhatikan kata-kata dalam bait terakhirnya.

Sewaktu ada di puncak gunung kesuksesan, ketika segala sesuatu dalam hidup serasa begitu nikmat, tak lengkap bila tak mengeksposnya di media sosial agar dilihat, di-like dan dikomen pengguna lain. 

Namun di saat yang bersamaan, bila hidup berada dalam kegelapan dan kesulitan dan tak ada lagi sinar harapan, itu pula dicurahkan semuanya dalam lembar demi lembar di media sosialnya. Entah untuk menyuarakan kesedihan ataukah meminta simpati dari orang lain.

Dan tanpa sadar, meski tak lagi dikunci rapat, dari media sosial kita dapat belajar soal arti hidup dan kehidupan. Hmm...

Di atas puncak pegunungan
Di antara hijau dedaunan
Di situ telah kutemukan
Arti hidup dan kehidupan

Di dalam keremangan malam
Di saat rembulan bersinar
Kutuangkan semua itu
Dalam buku harianku....

Salam, 
Sumbawa NTB, 01 Agustus 2020
21.59 Wita

Referensi :
1. Indonesia Investments
2. Wikipedia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun