Saya pertama kali tahu ada wanita tertarik pada tato di tahun 2002 silam. Saat itu baru pertama kali kenal dunia kerja. Nyambi di sebuah perusahaan desain interior. Kantor tempat saya bekerja paruh waktu itu berhadapan dengan studio gores tubuh itu.Â
Berada di pinggir jalan raya di tengah Kota Denpasar. Ruangan merangkap kantornya tidaklah teramat luas. Namun demikian, nama sang penato dan kualitas hasil karyanya sangatlah dikenal. Â Hampir setiap hari ada pelanggan yang datang.Â
Dari balik dinding kaca, saya bisa mengamatinya. Â Tak hanya para lelaki, namun juga kaum wanita. Hal yang membuat saya menyimpulkan bahwa ternyata ada juga kaum hawa yang merelakan (dengan sadar) bagian tubuhnya untuk di tato.Â
Entah dibagian mana. Di sisi tubuh yang terlihat langsung oleh mata ataukah di bagian tubuh yang tertutup oleh busana, Entahlah, hanya Tuhan, wanita tersebut dan si tukang tato yang tahu. Â Â
Sekarang pemandangan wanita bertato dapat kita jumpai dimana saja. Di dunia nyata ada, dunia maya apalagi. Tak mengenal usia. Ada yang telah berusia di atas 30 an baru mulai mencoba-coba menato. Tak sedikit yang melakukannya sejak masih remaja. Juga tak pandang status.Â
Perempuan lajang atau sudah menikah dan memiliki anak pun, masih tertarik untuk  melakukannya. Apapun profesinya. Sekedar coba -coba atau boleh jadi pengen ngerasain sensasinya. Entah sensasi yang  seperti apa. Karena saya pun, sebagai laki-laki, tak ada tato di tubuh.Dan tak juga punya niat untuk itu...hehe
Bertemu Istri Nasabah Yang Bertato
Setahun lalu, dalam suatu kunjungan ke rumah nasabah, saya bertemu sepasang suami istri. Sang istri punya tato di lengan. Tak mengenakan hijab sehingga terlihat jelas. Sang istri, yang masih muda dan tergolong cantik menurut ukuran mata laki-laki, duduk di samping suaminya.Â
Saat menandatangani berkas pengajuan, sangatlah terlihat jelas. Tato dengan gambar dan motif tertentu pada lengan tangan. Warnanya ungu kehitaman. Terasa mencolok di atas kulit putihnya. Hmm....
Saat duduk bersama sembari mencicipi minuman dan makanan ringan yang disajikan, saya lebih banyak bertanya soal maksud dan tujuan mengajukan kredit. Biasalah obrolan ringan. Kalau calon nasabah sudah tanda tangan berkas, biasanya sudah hampir 80 persen disetujui kreditnya berdasarkan hasil survey.Â
Jadi pembicaraan lebih banyak ke soal pasca creditnya. Mengenai klaim asuransi bila terjadi resiko selama masa tenor atau pembayaran angsurannya nanti bisa dimana saja dan bagaimana caranya. Selama pembicaraan di teras depan rumah mereka, saya sesekali menatap ke tato sang istri.Â
Mengandai -andai bila seorang pria punya istri yang bertato. Karena meskipun ada, secara jumlah tidaklah banyak. Pola pikir dan cara pandang masyarakat, meski kini sudah ada di jaman now, jaman milenial bahkan memasuki dekade baru di tahun 2020, persepsi terhadap wanita bertato masih saja sekonservatif jaman dulu.Â
Padahal soal rajah -merajah tubuh sepertinya sudah ada dari jaman dahulu kala. Hanya saja mungkin mediumnya , dalam hal ini alat dan cairan tato, yang berbeda. Â Â

Tak hanya bagi pembaca, namun juga memudahkan untuk melecak jati diri dan asal si korban. Dan benar. Sang Ibu dari si korban diberitahu bahwa ada penemuan mayat mirip anaknya bercirikan tato dengan motif burung hantu. Tak perlu banyak bertanya, tahulah sang bunda bahwa itu anaknya. Bisa jadi itu salah satu dalam tanda kutip manfaatnya tato di badan. Mencirikan seseorang.Â
Pertanyaan yang menarik adalah bagaimana bila punya pasangan istri yang bertato. Tentu ada banyak suami -suami di luar sana yang punya pasangan seperti itu. Juga anak -anak yang terlahir dari ibu yang bertato. Seperti halnya nasabah saya di atas.
Bagi saya, itu tak menjadi masalah. Mencintai seseorang dan berbagi hidup dengannya adalah berarti menerima dia apa adanya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tak pedui apa yang orang katakan, yang penting adalah apa yang dijalani mereka berdua.Â
Toh sebelum dilegalkan dalam ijab kabul atau pemberkatan atau sakralisasi pernikahan, sang pria sudah 'berdamai' dengan keunikan sang wanita. Demikian juga sebaliknya, bila si suami yang bertato.Â
Tak elok kita menilai seseorang berdasarkan tato, apalagi bila tato itu berada di tubuh seorang wanita. Ada banyak alasan mengapa seseorang bertato. Mungkin untuk menggambarkan jiwanya, menceritakan apa yang menjadi prinsip dalam hidupnya atau boleh jadi hanya sebagai karya seni.Â
Beberapa pekerjaan memang membatasi seseoorang yang bertato untuk diterima sebagai pekerja, tapi masih banyak bidang usaha lain yang tak mempermasalahkannya.Â
Menjadi usahawan atau profesional pun bisa. Ada banyak artis yang juga bertato. Atau seperti nasabah saya itu. Memiliki usaha kios sembako dan bisnis yang cukup dikenal.Â
Hidup ini pilihan. Setiap orang memilih sendiri kehidupan apa yang mau dijalani. Termasuk keputusan mau menaruh tato permanen di tubuh atau tidak sama sekali.Â
Konsekuensi kembali kepada masing -masing. Tak perlu menghakimi orang lain berdasarkan apa yang nampak di luar. Karena boleh jadi dia lebih baik dalam bidang -bidang  tertentu dibanding kita mungkin yang tak bertato.Â
Hal penting yang mesti diperhatikan bila memang mau lakukan tato, carilah ahli tato yang profesional, dan perhatikan kesterilan dari alat dan bahan yang dipakai.Â
Masalah harga relatif namun yang terutama adalah tanyakan pada diri sendiri: Apa yang mau saya ceritakan lewat hidup dengan 'benda' ini menempel di tubuh hingga ajal menjemput ? Bila pasangan atau pacar tak masalah, bila orang tua dan keluarga memberi kebebasan, piihannya berpulang pada diri sendiri. Karena hidup adalah pilihan dan berbahagialah dengan pilihanmu.Â
Salam,Â
Sumbawa NTB, 07 Maret 2020,Â
20.10 Wita
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI