Mohon tunggu...
A.I
A.I Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Senang membaca, sepakbola, juga bertualang. Saat ini sedang menjalani tahapan industrialisasi pendidikan sebagai: Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Jurnalistik) Semester IV

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Perkelaminan (Habis)

7 Mei 2017   21:54 Diperbarui: 7 Mei 2017   22:06 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kami mulai menerka-nerka apa penyebab semua kesialan ini. Tanpa dikomando, mata kami berdua mengarah pada seseorang yang ada di sebelah kami. Yah, lelaki yang mematung tak pernah bergerak di depan laptopnya itu, penyebab kekalahan kami.
 "Wee Didit! Berhentiko itu nonton film bokep."
 "Gara-gara kau ini, kalah teruski. Tidak mau datang rejeki kalo ada orang bikin dosa di sampingta."
 "Kayak tong itu judi bukan dosa. Siapa tanyako kalo nonton bokepka, langsung lari rejekimu?"
 "Insting binatangku yang bilang!"

Perdebatan Anuar dan Didit itu, menjadi penghujung malam kami.

***

Saya melihat Anuar termenung di kantin kampus. Raut mukanya seperti bayi. Bayi yang sedang cemberut menahan tangis tak diberi susu. Sepertinya dia sedang ada masalah besar. Sebab, biasanya meski ada masalah, anak ini tetap santai.

Setelah lama basa-basi untuk sekadar mengajaknya ngobrol, akhirnya dia mau bicara. Dan, betapa terkejutnya saat saya mengetahui jika semalam, uang yang digunakannya berjudi adalah uang pembayaran semester. Berita tidak menyenangkannya lagi, karena semeter kurang dari tiga hari lagi.

Dari mana kami bisa dapatkan uang dua juta dalam dua hari. Gerutu saya dalam hati.

Senyum seorang mahasiswa yang baru masuk, nampak begitu cerah. Secerah harapan kami untuk membaiat dia sebagai dewa penolong. Didit berjalan mengarah kami.

Setelah kami secara bergantian menceritakan perihal uang semester Anuar yang semalam raib disikat bandar pada Didit, akhirnya keadaan sedikit bertambah buruk. Ternyata sehari sebelumnya, Didit baru saja membiayai mobilnya yang ditabrak oleh pengantar air galon. Tak ada alasan lagi untuknya meminta uang lebih pada orangtuanya. Singkat kata: Didit tak bisa membantu kali ini.

Untuk sedikit mencairkan suasana, maka, saya mengajak keduanya menuju ke gedung setengah jadi, yang ada di sekitar kampus.

Sambil terus mengebulkan asap rokoknya, Anuar terus menggerutu dan memaki bandar judi yang melululantahkan uangnya semalam. Saya kemudian memberi berbagai solusi, sebisa mungkin. Hingga saya menyarankan untuk menggadaikan motornya. Sayangnya, surat BPKB motor yang menjadi syarat utama untuk menggadai, membuat usulan saya dibatalkan. BPKB motor Anuar, berada di Nunukan.

Sementara saya dan Anuar terus mencari alternatif lain untuk mencari pengganti uang kuliahnya, Didit, rekan kami lainnya, juga sibuk menceritakan film bokep terbaru, yang dia download sewaktu di warkop, di malam saya dan Anuar kalah judi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun