Pendamping Desa: Tenaga Kontrak yang Sering  khawatir akan NasibÂ
Di Indonesia, peran pendamping desa --- atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) --- kerap dipuji maupun mendapatkan kritik kinerja dalam membantu pelaksanaan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dari Kemendesa PDT. Namun di balik peran itu, ada cerita panjang soal status kerja yang tidak permanen, ketidakpastian, dan kekhawatiran bahwa posisi ini mudah dimanfaatkan sebagai alat politik, terutama menjelang pemilu. Baru-baru ini terbit Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (KepmendesaPDT) Nomor 294 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa, yang memicu diskusi dan kecemasan di kalangan pendamping.
Status kontrak dan ketidakpastian kerja
Sejak program pendampingan desa berkembang, mayoritas pendamping bekerja dengan status kontrak---sering diperpanjang tiap tahun atau per periode program. Pola kontrak ini membuat banyak pendamping hidup dalam ketidakpastian: setiap perekrutan ulang atau pemutusan kontrak menjadi momen stres yang besar. Laporan dan tulisan kelompok pendamping mencatat keresahan ini, serta wacana tentang upaya mengubah status mereka menjadi lebih tetap (mis. PPPK), yang belum tuntas.
Dipolitisasi menjelang Pemilu
Kasus-kasus yang dilaporkan media dan organisasi pendamping menunjukkan bahwa pendamping desa rentan menjadi sasaran politik praktis: ada laporan pemutusan kontrak terhadap pendamping yang mencalonkan diri dalam pemilu, ada juga tuduhan penggunaan jaringan pendamping untuk kepentingan politik lokal. Pola seperti ini memperlihatkan bagaimana ketidakjelasan status kerja justru membuka peluang manipulasi posisi resmi menjadi alat politik saat momentum pemilu menguat.
Kepmendesa No.294/2025: mengapa jadi Bikin Resah dan gundah Gulana TPP?
Kepmendesa Nomor 294 Tahun 2025 dimaksudkan sebagai juknis pendampingan---membaca tujuan formalnya adalah memberi panduan teknis pelaksanaan pendampingan di desa. Namun beberapa hal dalam implementasinya menimbulkan kekhawatiran:
- Pemutakhiran peran dan tugas TPP --- juknis baru mengatur detail tugas, tetapi interpretasi redaksional terhadap beberapa frasa dinilai multitafsir oleh praktisi. Beberapa pihak menyorot adanya unsur ketidakjelasan dalam pengaturan tugas dan mekanisme kerja yang dapat dimanfaatkan untuk evaluasi kontrak yang tidak transparan.
- Frasa yang dipersoalkan --- diberitakan bahwa masuknya frasa seperti yang dianggap "tidak tertulis" atau ambigu dalam penjabaran tugas TPP memicu kekhawatiran bahwa ruang interpretasi itu bisa digunakan untuk menghentikan kontrak secara sepihak atau menekan kebebasan pendamping. Catatan media dan organisasi pendamping menyorot peristiwa PHK massal atau pemutusan kontrak yang menimbulkan kontroversi, hingga ramai di media digital (sosmed) menyoal hal tersebut beberapa waktu lalu.
Dampak langsung bagi pendamping dan desaÂ
Ketidakpastian status kerja berimplikasi bukan hanya pada kesejahteraan pendamping, tetapi juga pada kualitas pendampingan: