Mohon tunggu...
adi uthama
adi uthama Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca

jangan bedakan status sosial.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karena Peduli

21 Oktober 2020   11:27 Diperbarui: 22 Oktober 2020   08:26 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Semenjak dia ditinggal menikah oleh seorang yang sangat dicintai, hidupnya seperti tidak berwarna, malah sering merenung akan ketakutan hari esok tanpanya. Semangat yang selalu diperlihatkan, kini sudah seperti hilang tertelan kesedihan. Bertahun-tahun merangkum kenangan, penuh dengan kebahagiaan dan berakhir dengan menyedihkan.

Ada seorang teman datang meberi nasehat padanya, "Apa yang kau lakukan sekarang adalah hal yang benar, kau menyesali dan menyadari tentang kehilangan, berbulan bahkan bertahun-tahun kau seperti menikmati sesalmu,  tapi sampai kapan?"

"Entah, aku tidak mengerti entah sampai kapan, aku memikirkanya.

"Selanjutnya apa yang akan kau lakukan, apa kau akan memikirkanya sampai kau tidak bernafas, apa kau akan mengakhiri hidupmu?"

Mengakhiri hidup bukan hal yang baik, pastinya jika aku mengakhiri hiupku tidak sesuai kehendak sang pencipta, maka saya akan kekal berselimut api neraka.

"Syukurlah kau menyadari hal itu, melamun setiap hari bukankah kau sedang membunuh dirimu secara perlahan, kau masih punya waktu untuk memperbaikinya, kau masih punya waktu dan masadepanmu tidak sampai disini. Tulislah ceritamu yang baru dan lupakan dia".

Dia sadar bahwa memikirkanya bukanlah hal yang baik untuk dilakukan, apalagi ia sudah menikah. Jadi sudah tidak ada gunanya malah hanya menambah dosa saja dan juga bisa merusak rumah tangga.

Dia memutuskan untuk segera melupakan, dan berusaha mencari jalan bagaimana cara cepat untuk melupakanya. Sampai pada suatu waktu ada teman lama yang aktif dalam dunia literasi dan kebetulan juga membuka taman baca. 

Akhirnya, dia ikut kegiatan taman baca, yang berkaitan langsung dengan anak-anak. Dia sadar ketika ia dekat dengan anak-anak, dia lupa dengan dia yang dicintai. Setelah beberapa bulan  mengikuti kegiatan tersebut dan aktif ditaman baca.

Ketika ada suara tentang banya sekolaah dasar yang kekurangan tenaga pengajar, dia merasa terpanggil untuk mengajar. Tapi dia sadar dengan riwayat pendidikan yang dimiliki, tapi dengan modal peduli dia beranikan untuk melamar ke sekolah untuk menjadi pendidik. Walaupun banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik, tidak semudah apa yang dia pikirkan. Mendapat penolakan adalah hal yang lumrah, tapi tidak habis pikir.

Setelah mendapat penolakan, dia mulai merenung kembali dan kembali memutuskan aktif di taman baca. Beberapa bulan berlalu akhirnya ditawarkan untuk menjadi pengajar disebuah sekolah dasar, karena melihat keikhlasan dan kegigihanya dalam mengajar ditaman baca. Pada akhirnya dia menjadi pengajar dengan bermodalkan "PEDULI".

Di dunia ini banyak orang pintar, tapi tidak sebanyak orang yang memiliki rasa peduli. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun