Mohon tunggu...
Aditya
Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Sosiologi

Mengharap semua orang senang dengan pikiranmu adalah utopis. Keberagaman pikiran adalah keniscayaan yang indah.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hilangnya Ruang Bernafas

5 Oktober 2019   08:23 Diperbarui: 5 Oktober 2019   08:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
patung di Riau pakai masker, sumber: idm times

Menghirup udara tidak sehat, mengidap ISPA, aktivitas terganggu oleh asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah menjadi agenda tahunan masyarakat Riau. Tahun 2015 disebut-sebut sebagai bencana asap terparah yang dialami oleh masyarakat Riau akibat karhutla. 

Dimana asap pekat mengganggu aktivitas dan membahayakan masyarakat Dumai, Bengkalis, Pekanbaru, Siak dan beberapa daerah yang ada di Riau lainnya. Berdasarkan satelit TERRA/AQUA, tercatat pada tahun 2015 terdapat 1.292 titik api yang ada di Riau.

Kini hal serupa terulang kembali, masyarakat riau dipaksa menghirup udara yang bercampur dengan asap, menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan kualitas udara di Pekanbaru per 22 September 2019, pukul 22.24 WIB berada pada level berbahaya dengan konsentrasi partikulat PM10 mencapai 744.15 gram/m3. 

Kualiltas udara ini tidak lagi manusiawi, karena berbahaya untuk dihirup oleh masyarakat Riau. Menurut Plt Kepala  Data dan Informasi BNPB titik api di Provinsi Riau tahun 2019 mencapai 114 titik api. Meski jumlah tersebut jauh lebih sedikit ketimbang pada tahun 2015 lalu, namun kualitas udara berbahaya untuk dihirup oleh masyarakat.

Namun krisis kebakaran dan asap yang melanda Riau pada tahun 2015 dan 2019 bukanlah yang terparah sepanjang sejarah di Indonesia . Negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, bahkan hingga sebagian Austarial merasakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 silam.  

Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Afid Nurkholis dari Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, dengan judul riset "Analisis Temporal Kebakaran Hutan dan Lahan  di Indonesia Tahun 1997 dan 2015" mengatakan bahwa kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan pada 1997 merupakan kebakaran hutan dan lahan terparah yang pernah terjadi. 

Bahkan dilaporkan Liputan 6 (13 Desember 2013) pesawat Garuda Jenis Airbus 300 dengan kode penerbangan GA 152 menabrak gunung dan meledak di Desa Buah Nabar, Kec. Sibolangit, Kab. Deli Serdang dikarenakan langit Deli sedang diselimuti kabut asap akibat karhutla, kecelakaan tersebut menewaskan semua 222 penumpang dan 12 kru pesawat. Kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan terburuk sepanjang penerbangan di Indonesia.

Kebakaran hutan dan lahan tahun 2019 telah membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat, bagaimana tidak oksigen atau udara yang menjadi kebutuhan primer yang tak dapat ditawar lagi mengandung karbon, sulfur, maupun metana yang berbahaya dihirup bagi manusia. 

Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (15 September 2019), penderita ISPA di Provinsi Riau periode 1-15 September 2019 mencapai 15. 346 orang. 

Tidak hanya sampai disitu, mengutip dari INews (20 September 2019) asap juga merenggut nyawa dari seorang bayi yang berusia 3 hari di Pekanbaru, Riau, dokter yang sempat menangani bayi tersebut mengatakan jika anak dari pasangan Evan dan Lasmayani terdampak virus akibat kabut asap.

Pemerintah memang telah bertindak untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Riau, dari melakukan restorasi gambut sebagai upaya pencegahan dan pemulihan lahan gambut, mengerahkan tim manggala api, melakukan pembenihan awan, hingga menggunakan helikopter untuk water bombing. 

Namun tindakan tegas apa yang diberikan pemerintah kepada korporasi-korporasi nakal yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di Riau. Sampai kapan ini harus dirasakan oleh masyarakat Riau, setelah minyak bumi dikuras habis kini udara pun direnggut. Korporas---korporasi seakan tak puas dengan kekayaan alam Bumi lancang kuning yang telah mereka hisap hingga tak bersisa. 

Masih kurangkah penderitaan rakyat Riau saat ini? masih belum puaskah melihat rakyat Riau tercekik paru-parunya karena menghirup udara di negeri sendiri?

Pemerintah seharusnya tidak hanya bertindak tegas terhadap masyarakat pembakar lahan, namun juga bertindak tegas kepada korporasi-korporasi yang mnejadi dalang dibalik bencana asap ini. Hukum di Indonesia masih tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Hal ini sulit terbantahkan karena menurut laporan Regional Kompas (21 September 2019) Polda Riau telah menetapkan 52 orang dan 1 korporasi sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan.

Berdasarkan data Kementrian LHK ada 10 korporasi yang lahannya terbakar di Riau, dan telah disegel. lalu bagaimana korporasi lainnya yang tak tahu rimbanya, dilepaskan begitu sajakah? Tanpa disadari korporasi-korporasi telah melakukan upaya kejahatan genosida lewat kebakaran hutan dan lahan di Riau. 

Tidak hanya sekali ini saja korporasi-korporasi nakal itu melakukan upaya genosida terhadap rakyat riau, telah berulang kali mereka menjadi dalang dari kebakaran hutan dan lahan di Riau. 

Apakah cukup dengan menyegel lalu mahkamah agung menjatuhi mereka denda untuk pemulihan lahan? Penderitaan masyarakat Riau sudah terlalu kompleks untuk hal seperti itu.

Pada dasarnya menghirup udara sehat adalah hak asasi manusia, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." 

Mengacu dari pasal tersebut, rakyat Riau telah diperkosa hak asasi atas kesehatannya, dengan menghirup udara tidak sehat selama ini. Masihkah pemerintah membiarkan korporasi-korporasi haus darah itu tetap berkeliaran dan melakukan kejahatan genosidanya? 

Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama, untuk para pemimpin saat ini dan yang akan datang. Agar berani menindak korporasi secara tegas yang menjadi dalang dibalik bencana asap ini, bukan hanya tegas menindak pembakar perorangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun