Mohon tunggu...
Adityarini K.
Adityarini K. Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca

Senang membaca tulisan dengan berbagai tema, terutama yang berkaitan dengan bahasa dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Fosil Serbuk Sari: Cara Ilmuwan Menelusuri Sejarah Iklim di Bumi

22 November 2020   03:11 Diperbarui: 25 Maret 2021   16:25 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paleobotanist NMNH Dr. Scott Wing & Dr. Vera Korasidis mengumpulkan sampel serbuk sari di Wyoming dari batu berusia 56 Juta tahun (dok. Dr. Jim Cornette)

Salah satu topik yang turut mewarnai panasnya perdebatan selama masa pemilihan presiden Amerika Serikat tahun ini adalah isu perubahan iklim.

Beberapa ahli iklim Amerika Serikat menjelaskan bahwa perubahan iklim yang terjadi di bumi saat ini sudah memasuki tahap serius dan mengakibatkan berbagai bencana alam yang lebih ekstrim daripada yang pernah terjadi sebelumnya, setidaknya itu yang saya tangkap selama mengikuti perbincangan para ahi iklim di media sosial Twitter delapan bulan terakhir.

Diskusi dan perdebatan tentang perubahan iklim memang cukup ramai akhir-akhir ini, terutama di kalangan internasional. Tapi pernahkah sahabat kompasiana bertanya-tanya, bagaimana cara ilmuwan mengetahui histori panjang pergeseran iklim yang terjadi di bumi kita? Bagaimana mereka merekonstruksi ekosistem purba sehingga bisa memperkirakan wujud alam kita di masa lalu dan membandingkannya dengan masa sekarang?

Dr. Vera Korasidis, seorang peneliti pascadoktoral di departemen paleobiology di National Museum of Natural History (NMNH) membagikan pengalamannya meneliti fosil serbuk sari untuk menelusuri sejarah iklim di bumi. Tulisannya dimuat di Smithsonian Magazine dengan judul asli "Tiny Fossils, Big Insight; How We Can Use Fossil Pollen to Understand Earth's Climate History" dan berikut ini adalah rangkuman berbahasa Indonesia yang saya susun dari artikel tersebut.

Fosil Serbuk Sari dan Sejarah Iklim di Bumi

Serbuk sari adalah bagian tanaman yang sangat penting karena digunakan untuk bereproduksi. Serbuk sari tanaman terbuat dari senyawa yang sangat kuat (sporopollenin) sehingga dapat bertahan selama ratusan juta tahun di permukaan bebatuan yang ditempelinya. Sebagai seorang palynologist, tugas Dr. Vera adalah mempelajari fosil serbuk sari dan spora fosil mikroskopis lainnya.

Untuk meneliti fosil serbuk sari, para ilmuwan, termasuk Dr. Vera,  mengambil sampel batu yang di dalamnya terdapat fosil serbuk sari dari alam terbuka, kemudian membawanya ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut. Sampel batu itu diperiksa menggunakan berbagai zat kimia. 

Fungsi zat kimia adalah untuk melarutkan bebatuan dan memisahkannya dari fosil serbuk sari. Setelah berhasil dipisahkan dari material batu, serbuk sari dipindahkan ke atas alas kaca dan diteliti menggunakan mikroskop bertenaga tinggi.

Butiran fosil serbuk sari berusia 56 juta tahun yang difoto menggunakan scanning electron microscope milik NMNH. (www.smithsonianmag.com)
Butiran fosil serbuk sari berusia 56 juta tahun yang difoto menggunakan scanning electron microscope milik NMNH. (www.smithsonianmag.com)

Setiap tanaman memproduksi butiran serbuk sari yang berbeda-beda, dan di bawah mikroskop, perbedaan bentuk itu terlihat jelas dan memperlihatkan betapa bervariasinya bentuk serbuk sari yang ada di bumi ini. Para palynologist mempelajari berbagai jenis serbuk sari dan mendokumentasikan bentuk dan tampilannya secara cermat.

Tidak hanya jenis serbuk sari purba, jenis serbuk sari dari tanaman modern juga diteliti dan didokumentasikan dengan cermat. Hasil dokumentasi dari tanaman modern inilah yang digunakan sebagai pembanding terhadap fosil serbuk sari purba yang ditemukan.

Fakta menariknya, jenis serbuk sari tanaman tidak berubah sejak pertama kali tanaman memproduksinya. Bahkan beberapa jenis serbuk sari tidak berubah selama lebih dari 100 juta tahun. Berdasarkan fakta ini, para palynologist yakin bahwa jika ada jenis serbuk sari purba yang menyerupai serbuk sari modern, maka bisa dipastikan bahwa serbuk sari itu dihasilkan oleh jenis tanaman yang sama.

Catatan dan hasil perbandingan antara serbuk sari tanaman modern dan tanaman purba tersebut digunakan untuk membantu membangun gambaran ekosistem kuno.

Dalam rekonstruksi, termasuk yang ada di rekonstruksi fossils-Deep Time-nya David H. Koch Hall, jenis tanaman yang ditampilkan didasarkan pada data hasil penelitian yang disusun oleh palynologist dan paleobotanist yang mempelajari serbuk sari dan daun. Hasil rekonstruksi yang cermat membantu kita untuk melihat bagaimana kondisi alam di masa lalu dan jenis tanaman apa saja yang ada di sana, sehingga kita bisa memahami keseluruhan ekosistem di masa itu.

Dalam penelitiannya di program Peter Buck Postdoctoral Research Fellowship, Dr. Vera bersama dengan advisornya, Dr. Scott Wing menggunakan spora fosil dan serbuk sari yang diekstrak dari bebatuan di daerah Wyoming untuk merekonstruksi lanskap Wyoming 56 juta tahun yang lalu.

Dr. Vera mengatakan, fosil serbuk sari yang ia teliti menunjukkan bahwa dulu di tempat itu terdapat pohon-pohon palem dan kacang-kacangan yang kini bisa kita temui di hutan subtropis kering. Penemuan ini mengindikasikan bahwa 56 juta tahun yang lalu Wyoming ditumbuhi oleh hutan subtropis, dan keadaan itu sangat berbeda dengan yang ada di sana saat ini.

Batuan berisi fosil yang terbentuk di sungai 60-50 juta tahun lalu terlihat saat ini di Wyoming. (dok. Dr. Vera Korasidis)
Batuan berisi fosil yang terbentuk di sungai 60-50 juta tahun lalu terlihat saat ini di Wyoming. (dok. Dr. Vera Korasidis)

Dengan demikian, penelitian fosil serbuk sari dapat membantu kita untuk kembali ke masa lalu dan melihat bagaimana bumi telah berevolusi. Dengan mempelajari masa lalu bumi, kita juga dapat memahami perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dewasa ini, dan berikutnya kita bisa mempelajari bagaimana langkah kita selanjutnya untuk membentuk masa depan yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun