Paramount Skydance
Paramount, yang baru merger sama Skydance pada bulan Agustus 2025, kelihatan banget lagi agresif. Mereka diestimasi memangkas 2,000 posisi pekerjaan dalam rangka efisiensi pasca merger (reuters.com, deadline.com, 2024). Setelah itu, mereka nyiapin tawaran pre-emptive (langkah cepat untuk mencegah kompetitor bikin tawaran duluan) ke WBD.
Kalau berhasil, Paramount bakal dapet benefit berupa sinergi IP. Sekarang, coba bayangkan Terminator (IP-nya Paramount) ketemu The Matrix (IP-nya WBD). Bisa jadi TerminaTrix!! Keduanya mengusung tema teknologi yang mengancam eksistensi manusia. Bakal epik!
Di genre horor, The Conjuring Universe bisa crossover dengan Paranormal Activity. Kasus-kasusnya Warren dibawain dengan gaya visual found-footage? Wah, dijamin lahir waralaba horor ‘baru’ yang super creepy.
Strategi sinergi IP itu bakal bikin perusahaan hemat biaya, karena ga perlu biaya lisensi IP (crossover in-house), bisa resource sharing (tim produksi, VFX), dan low-risk hits (IP udah punya fanbase eksisting, sehingga ga perlu biaya marketing besar).
Selain itu, strategi ini bisa dorong ekspansi global Paramount+ yang saat ini cuma punya 9% market share di streaming (electroiq.com, 2024). Paramount+ bakal punya variasi konten dengan IP popular-nya WBD, yang bakal menarik subscribers global baru. Belum lagi, jaringan distribusi WBD yang luas banget untuk film-film bioskop.
Tantangannya? Pada tahun 2024, dilaporkan bahwa Paramount punya utang jangka panjang sekitar US$ 15 miliar pasca-merger dengan Skydance (finance.yahoo.com, 2024). Ini bikin penawaran pembelian menjadi riskan.
Netflix
Agak berbeda dengan Paramount Skydance, penguasa pasar streaming dengan valuasi US$ 521 miliar dan 301.6 juta subscriber global ini kemungkinan lebih mengincar strategi jangka panjang (demandsage.com, companiesmarketcap.com, 2025). Â
Netflix bisa manfaatin library-nya WBD tanpa harus bayar lagi lisensi IP. Lebih lanjut, mereka bisa mengembangkan IP-nya WBD, mungkin yang masih underused, dengan cerita yang lebih fresh dan unik khas Netflix untuk nge-boost retensi subscriber global.
Mempertimbangkan Netflix jago bikin serial-serial animasi, mereka bisa lanjutin film antologi The Animatrix yang mengisahkan backstory dari The Matrix dalam kumpulan sembilan film pendek.
Netflix bisa pula buat versi animasi dari The Lord of the Rings yang udah lama dormant sejak trilogi The Hobbit selesai tahun 2014. Sebagai catatan, serial The Rings of Power (2022) yang berlatar waktu ribuan tahun sebelum The Hobbit, bukan milik WBD, melainkan Amazon.
Di luar animasi, Netflix bisa revive waralaba Lethal Weapon, yang jaya di tahun 1987 – 1998, dengan mengusung gaya Cowboy Bebop Meets Blade Runner berlatar waktu futuristik atau retro-futuristik. Â