Mohon tunggu...
ADITYAH APRIANDI
ADITYAH APRIANDI Mohon Tunggu... Mahasiswa - ADIT

Mahasiswa Semester 5 Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Amerika Serikat Dalam Upaya Menekan Dominasi Tiongkok di Kawasan Asia Pasifik

2 Desember 2021   21:47 Diperbarui: 2 Desember 2021   21:56 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Laut China Selatan adalah wilayah laut yang membentang luas dan bersinggungan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Selain wilayah laut, di dalamnya juga terdapat gugusan pulau-pulau kecil diantaranya yaitu kepulauan Paracels dan Spratly. Wilayah laut ini merupakan salah satu wilayah yang dianggap aman untuk dilalui sehingga dijadikan sebagai tempat lalu lintas perdagangan dunia. Di dalam penelitian para ahli pun mengatakan bahwa nilai strategis lain wilayah lautan ini adalah potensi perikanan, cadangan minyak dan gas yang berlimpah didalamya. Beberapa hal diatas mengindikasikan wajar saja apabila Laut China Selatan akan diperebutkan oleh banyak negara. Pada tahun 2009 lau, Tiongkok mengeluarkan klaimnya atas wilayah Laut China Selatan dengan mengajukan peta nine dash line kepada PBB untuk diakui sebagai wilayah resmi milik mereka. Peta sembilan garis putus-putus tersebut memotong wilayah laut negara Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Tak lupa juga kepulauan yang ada di dalamnya juga ikut diperebutkan oleh berbagai negara. Sebenarnya keputusan ICJ pada tahun 2016 mengatakan bahwa klaim Tiongkok terhadap LCS yang berlandaskan sejarah tidak cukup kuat sehingga mengindikasikan bahwa Tiongkok tidak memiliki hak atas kepemilikan LCS  (Hattu & Priangani, 2020). Walaupun keputusan telah dikeluarkan Tiongkok tetap berpegang pada klaimnya dan melakukan berbagai langkah yang cukup agresif seperti pada akhir tahun 2019 lalu, kapal nelayan yang dikawal oleh kapal Coast Guard Tiongkok memasuki perairan natuna, Indonesia. Sampai saat ini gesekan yang terjadi di LCS masih belum selesai, bahkan pada tanggal 1 September 2021 lalu Tiongkok mengeluarkan UUD Lalu Lintas Maritim yang isinya adalah setiap kapal yang mengangkut bahan berbahaya seperti nuklir, bahan radioaktif dan minyak yang hendak melintasi LCS harus melapor terlebih dahulu kepada Tiongkok  (Berlianto, 2021).

Strategi Amerika Serikat Untuk Menekan Dominasi Tiongkok

1) Gunboat Diplomacy

Diplomasi sering disebut sebagai seni bernegosiasi, diplomasi dianggap sebagai cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan suatu persoalan dibandingkan dengan melakukan peperangan. Diplomasi sendiri memiliki berbagai jenis, salah satunya yaitu diplomasi koersif. Diplomasi koersif adalah suatu aksi yang dilakukan dengan memberikan ancaman kepada negara lain sebagai cara untuk menghentikan ataupun menunda gerakan atau tindakan dari pihak lawan sesuai dengan apa yang diminta oleh pihak yang memberikan ancaman (Prastiti, 2019). Gunboat Diplomacy adalah bagian dari diplomasi koersif, Gunboat Diplomacy atau sering disebut sebagai diplomasi kapal meriam pertama kali diperkenalkan oleh seorang diplomat sekaligus ahli militer inggris bernama James Cable. Menurutnya Gunboat Diplomacy didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan angkatan laut secara terbatas yang dilakukan sebagai upaya untuk mengamankan kepentingan nasional dalam situasi konflik internasional atau untuk menekan negara lain yang berada di dalam wilayah negara bersangkutan  (Rosyidin, 2016).

2) Pembentukan Pakta Pertahanan AUKUS

AUKUS adalah sebuah aliansi terbaru yang dibentuk pada 15 September 2021, penamaan AUKUS sendiri didapatkan dari nama ketiga negara pendirinya yaitu Australia, United Kingdom, United States. Berbagai media memberitakan bahwa tujuan dibentuknya aliansi pertahanan antar tiga negara besar ini adalah untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik. Untuk sekarang kerjasama difokuskan pada peningkatan kapasitas militer angkatan laut negara Australia dengan cara Amerika Serikat dan Inggris memberikan pengetahuannya tentang kapal selam bertenaga nuklir yang awalnya hanya pernah dibagikan oleh AS ke satu negara mitra yaitu Inggris. Dengan kerjasama ini Australia menjadi negara ke tujuh yang akan memiliki kapal selam bertenaga nuklir di dunia (BBC, 2021).

Analisis Kritis

Kebangkitan Tiongkok dalam hal ekonomi dan militer telah menarik perhatian dunia, pasalnya PDB negara yang berhasil menduduki peringkat kedua saat ini dimanfaatkan dengan baik salah satunya untuk menjaga keamanan negaranya dengan cara menghadirkan alutsista dengan teknologi canggih dan modern. Pengembangan senjata pemusnah massal, rudal jelajah antar benua terus dilakukan oleh negara Tiongkok yang ditahun 2021 ini mereka memiliki senjata nuklir sekitar 350 unit. Kebangkitan ekonomi dan militer membuat mereka berani untuk mengambil langkah agresif dengan melakukan pengklaiman terhadap wilayah Laut China Selatan yang kaya akan sumber daya. Berbagai keuntungan akan didapatkan oleh Tiongkok apabila berhasil menguasai wilayah laut strategis ini, dalam hal keamanan apabila LCS dikuasai Tiongok maka mereka akan mampu melakukan blokade dan memutus persediaan energi negara aliansi Amerika Serikat di Asia Timur yaitu Korea Selatan dan Jepang apabila dihadapkan dengan situsasi konflik bersenjata. Tentunya hal ini didasarkan kepada sejarah dimana pada saat perang dunia pertama berlangsung, blok entente melakukan blokade terhadap negara anggota blok sentral, mereka berhasil memutus jaringan persediaan makanan sehingga mengakibatkan banyakanya korban jiwa di negara Jerman dan Austria yang meninggal akibat kelaparan. Selain itu apabila LCS dikuasai oleh Tiongkok dan sumber daya di LCS dimanfaatkan dengan baik maka akan semakin memperkaya negara mereka yang tentunya anggaran belanja militer akan bertambah pula sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa Tiongkok berhasil menempati posisi sejajar sebagai negara yang dianggap mampu menggantikan USSR untuk menyaingi negara adidaya saat ini yaitu Amerika Serikat. Perbedaan ideologi juga turut mewarnai persaingan antar kedua negara, apabila Tiongkok terus mengalami peningkatan maka hal ini berpotensi menggeser kekuatan Amerika Serikat dalam politik internasional. Beberapa hal diatas menjadi alasan mengapa Amerika Serikat menolak klaim dan dominasi Tiongkok di kawasan Asia Pasifik.

Untuk menekan dominasi Tiongkok ini Amerika Serikat terus melakukan berbagai strateginya. AS melakukan yang namanya Gunboat Diplomacy dengan menempatkan salah satu kapal induk yang dimiliki pada kawasan Asia Pasifik, kapal induk tersebut bernama USS Ronald Reagan yang mulai memasuki kawasan sengketa pada 14 Oktober 2021 lalu. Kapal induk dan kapal perang AS seringkali terlihat  melintasi wilayah LCS dengan motif untuk menekankan kembali kebebasan bernavigasi. Strategi lainnya yang dilakukan oleh AS yaitu membentuk Aliansi AUKUS, sebelum aliansi ini dibentuk pada tanggal 1 September 2021 dalam rangka untuk mengukuhkan kembali klaimnya atas LCS, Tiongkok membuat UUD Lalu Lintas Maritim yang mewajibkan kapal yang mengangkut bahan berbahaya diharuskan untuk melapor terlebih dahulu kepada pihak Tiongkok ketika akan melintasi wilayah LCS ini. Tidak lama kemudian tepatnya pada 15 September 2021 ketiga negara yaitu Autralia, Inggris, dan AS membentuk pakta pertahanan AUKUS.

Jika ditanya apakah strategi yang dilakukan oleh AS ini telah berhasil sepenuhnya maka jawabannya adalah belum, karena saat ini pun Tiongkok belum menarik klaimnya atas LCS dan kepulauan yang ada di dalamnya seperti Kepulauan Spratly, fasilitas Tiongkok yang dibangun di salah gugusan pulau kecil tersebut masih ada sampai sekarang, gesekan antar masyarakat Tiongkok dan negara lain di wilayah laut yang disengketakan tetap terjadi hingga saat ini. Tetapi langkah agresif lanjutan negara Tiongkok belum terlihat kembali yang menandakan bahwa strategi Gunboat Diplomacy dan pembuatan pakta pertahanan AUKUS ini tentunya memiliki efek tersendiri. Rivalitas kedua negara kemungkinan akan berlangsung lama, karena inti permasalahan seperti isu LCS masih terus berlanjut, Tiongkok mungkin tidak akan mundur dari klaimnya menimbang jika klaim kepemilikan LCS ditarik maka akan berdampak buruk bagi negara mereka sendiri. Partai Komunis Tiongkok dapat kehilangan kepercayaan masyarakatnya, disisi lain juga dapat menodai nama baik mereka jika kalah dan melepaskan wilayah LCS yang telah di klaim secara keras sejak tahun 2009 lalu.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun