Mohon tunggu...
Aditama Kenang
Aditama Kenang Mohon Tunggu... -

Hai F.R.D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sisi Lain

15 Mei 2018   12:06 Diperbarui: 13 Juli 2018   19:09 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilahirkan disalah satu kota ujung utara Jawa tengah, Bapak wiraswasta dan Ibu rumah tangga biasa, 5 bersaudara, hidup didalam ekonomi yang cukup biasa. 

Saya anak kedua dari 5 bersaudara. Saya tak mempunyai kelebihan untuk dibanggakan. Dan saya hanya punya berbagai kekurangan untuk diperbaiki, disegala sisi, baik keimanan, pemikiran, ekonomi, dan kehidupan sosial. Kehidupan keluarga kami sama seperti dengan keluarga lainnya, dengan berbagai masalah untuk diselesaikan dengan baik dan bijak.

Saya akui, kedua orang tua saya bukanlah orang yang paham betul mengenai "ilmu agama". Mereka hanya mengajarkan apa yang jadi "kewajiban" kita dalam beribadah, dan memberikan pengajaran apa yang menjadi "seharusnya" dan "sepatutnya". 

Tapi saya sangat bersyukur, karena orang tua akan "tegas dan keras" apabila ibadah wajib tidak dilaksanakan dan melakukan hal-hal yang tidak patut, dan saya sangat menikmati tindakan "tegas dan keras" kedua orang tua saya. Kenapa? Karena itu akan menjadi cerita dan pelajaran yang asyik dikemudian hari. 

Saya bersyukur juga masih bisa menempuh pendidikan sama seperti anak kebanyakan, pendidikan dasar, menengah, dan atas. Dan bersyukur juga masih bisa menempuh perguruan tinggi, meskipun pada prakteknya untuk pembiyaan rasa rasanya sangat berat. Tidak semudah yang dilihat orang kebanyakan. Saya dan orang tua harus berpatungan untuk pembiayaan kuliah. 

Sekali lagi, tidak semudah yang dilihat banyak orang disekitar saya. Mereka banyak mengira saya hidup didalam ekonomi yang serba kecukupan. Ya memang benar cukup, tapi hanya cukup untuk makan dan cukup untuk biaya pendidikan. Dan didalam dunia pendidikan, tidak ada yang dibanggakan mengenai prestasi akademik maupun non akademik. Menjadi bulan bulanan kekerasan Guru ketika SD, terutama mata pelajaran Matematika adalah kebiasaan yang menjadi terbiasa selama 6 tahun. 

Keluar masuk ruangan BK ketika SMP menjadi hal yang biasa dan kadang menjadi hal yang bisa saya banggakan dan mencirikan "inilah Gue". Awal perubahan terjadi ketika masa SMA, bisa terlibat di organisasi OSIS dan Pramuka, adalah pengalaman dan pelajaran yang sangat amat berharga untuk saya, bisa dan ada untuk dipercaya bagi sebagian orang disekeliling menjadi suatu kebanggan tersendiri, meskipun secara keseluruhan selalu gagal dalam ikut serta untuk terlibat dalam mewakili sekolah dalam suatu kompetisi, tapi sekali lagi saya sadar dengan kemampuan saya.

Tinggi, agak gemuk, rambut ikal, berkulit sawo matang adalah bentuk fisik tubuh saya saat ini. Gaya berbicara ceplas-ceplos (kadang kebablasan karena keasyikan), tak suka basa-basi, to the point, bersuara keras dan agak kasar, mudah emosian adalah watak saya. 

Kadang saya berpikir, dengan watak saya seperti itu, saya seperti sering dapet musuh daripada teman. Banyak yang sering tersinggung dengan gaya bicara dan tingkah laku saya, apalagi buat mereka yang baru kenal saya, seperti kaget dan mengelus dada. Akhirnya banyak cibiran dan omongan dibelakang saya, itu wajar dan sah-sah saja. 

Banyak juga dari mereka yang mencoba memberi masukan, menasehati saya agar paling tidak sedikit berubah. Kadang saya merasa sedikit emosi dan tak terima ketika dinasehati dan berpikir, "sok sokan baik lu", tapi disatu sisi saya pun berpikir, "bersyukur masih ada yang peduli dengan saya". Tapi secara keseluruhan, saya berpikir yang mereka katakan itu benar, saya angkuh, egois, tak beraturan.  Dan saya akan berusaha untuk memperbaiki semua itu sedikit demi sedikit.

Sering mengalami kegagalan dalam hal "relationship" menjadi kisah tersendiri yang kadang bikin males lagi dalam memulainya kembali. Hahaha .... !!!! Faktor orang ketiga menjadi faktor teratas dengan embel-embel lebih nyaman, aman, dan terjamin materinya menjadi hal yang kadang ingin tangan ini menghajarnya. Rupawan dan material juga menjadi batu sandungan daya saing. Baik, soal jodoh pasrahkan Tuhan dan tunggu saja kehendaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun