Pasal 4: SIP hanya diberikan jika sudah memiliki STR dan tempat praktik memenuhi standar administratif dan teknis.
Pasal 5–7: Praktik hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan resmi, dan tenaga elektromedis harus bekerja sesuai lingkup kompetensinya.
Pasal 14–15: Ada sanksi administratif bagi praktik ilegal atau pelanggaran prosedur.
Dengan kata lain, regulasi ini menjadi pagar pelindung agar praktik elektromedis berjalan profesional, aman, dan bertanggung jawab.
Sinergi yang Tak Terpisahkan
Bayangkan seorang tenaga elektromedis yang sangat terampil namun mengabaikan prinsip etika—misalnya, membocorkan data pasien atau bekerja di luar batas kewenangan. Atau sebaliknya, tenaga yang penuh integritas namun tak memiliki kompetensi teknis—keduanya sama-sama berisiko menimbulkan bahaya.
Oleh karena itu, sinergi antara etika, kompetensi, dan regulasi bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan. Ketiganya saling menopang untuk menciptakan pelayanan elektromedis yang sah, aman, dan bermutu tinggi. World Health Organization (2022) bahkan menekankan bahwa integrasi antara keahlian profesional dan kepatuhan hukum adalah kunci dalam meningkatkan keselamatan pasien secara global.
Membangun Masa Depan Profesi Elektromedis
Permenkes No. 45 Tahun 2015 telah memberikan fondasi hukum yang jelas. Namun implementasi di lapangan bergantung pada seberapa dalam pemahaman dan komitmen para tenaga elektromedis terhadap nilai-nilai etika dan pengembangan kompetensi diri. Oleh sebab itu, pendidikan dan pembinaan tenaga elektromedis perlu sejak dini menanamkan pentingnya integrasi ketiga aspek ini dalam praktik profesional mereka.
Hanya dengan begitu, profesi elektromedis di Indonesia akan mampu bertahan, berkembang, dan memberikan kontribusi maksimal dalam sistem kesehatan nasional yang semakin kompleks dan menuntut.
Â