Mohon tunggu...
ADI PUTRA (Adhyp Glank)
ADI PUTRA (Adhyp Glank) Mohon Tunggu... Saling follow itu membahagiakan_tertarik Universalitas, Inklusivitas dan Humaniora, _Menggali dan mengekplorasi Nilai-nilai Pancasila

-Direktur Forum Reproduksi Gagasan Nasional, -Kaum Muda Syarikat Islam, - Analis Forum Kajian Otonomi Daerah (FKOD), - Pemuda dan Masyarakat Ideologis Pancasila (PMIP), -Penggemar Seni Budaya, Pemikir dan Penulis Merdeka, Pembelajar Falsafah Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Missionaris dan Dekolonisasi Pikiran

28 September 2025   20:44 Diperbarui: 28 September 2025   20:44 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi upaya reaktualisasi tradisi lokal sebagai respons terhadap globalisasi dan westernisasi. Kebangkitan studi Konfusianisme, promosi budaya tradisional, dan penguatan bahasa Mandarin menjadi bagian dari strategi membangun kembali identitas nasional yang otonom (Wang, 2014).

Meskipun demikian, globalisasi ekonomi dan informasi membuat proses dekolonisasi pikiran menjadi semakin kompleks. Cina, yang kini menjadi kekuatan ekonomi dunia, tetap harus berhadapan dengan dominasi nilai-nilai Barat dalam ranah teknologi, budaya populer, dan gaya hidup (Wang, 2014). Tantangan terbesar adalah bagaimana membangun masyarakat modern yang mampu bersaing di tingkat global tanpa kehilangan akar budaya dan identitas nasional.

Penjajahan pikiran yang dialami Cina sejak abad ke-19 hingga kini merupakan proses panjang dan kompleks, yang melibatkan interaksi antara kekuatan eksternal dan dinamika internal. Pengaruh pendidikan, agama, dan ekonomi Barat telah mengubah struktur sosial, politik, dan budaya masyarakat Cina, sehingga berkontribusi terhadap keruntuhan kerajaan dan pembelahan ideologi di tengah masyarakat.

Peran tokoh-tokoh seperti Sun Yat-Sen, Mao Zedong, dan keluarga Soong menunjukkan betapa dalamnya penetrasi Barat di kalangan elite Cina, yang kemudian mereplikasi nilai-nilai dan praktik Barat dalam membangun negara modern. Namun, proses ini juga menimbulkan resistensi dan krisis identitas, yang hingga kini masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan nasional.

Upaya dekolonisasi pikiran, baik melalui kebijakan negara maupun gerakan masyarakat, menunjukkan pentingnya membangun identitas nasional yang otonom dan berakar pada tradisi lokal. Dalam era globalisasi, tantangan terbesar bagi Cina adalah bagaimana memadukan modernitas dengan kearifan lokal, sehingga mampu menjadi bangsa besar yang tidak tercerabut dari akarnya.


Daftar Pustaka

Bays, D. H. (2012). A New History of Christianity in China. Wiley-Blackwell.

Cumings, B. (2005). Korea's Place in the Sun: A Modern History (Updated Edition). W. W. Norton & Company.

Esherick, J. W. (2000). Remaking the Chinese City: Modernity and National Identity, 1900-1950. University of Hawaii Press.

Fairbank, J. K., & Goldman, M. (2006). China: A New History (2nd enlarged edition). Belknap Press of Harvard University Press.

Fenby, J. (2008). The Penguin History of Modern China: The Fall and Rise of a Great Power, 1850 to the Present. Penguin.

Gordon, A. (2003). A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Present. Oxford University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun