Mohon tunggu...
Adilah Azzahra
Adilah Azzahra Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

in the world u can be anything, be kind

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedamaian dari Sang Penggila

28 November 2021   20:14 Diperbarui: 28 November 2021   20:18 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : ikpni.or.id

Pada tanggal 10 Oktober 1907 tepatnya di Banyumas, Jawa Tengah seorang bayi laki-laki lahir ke dunia. Bayi itu adalah aku. Namaku adalah Gatot Soebroto. Aku mempunyai enam orang adik dan aku adalah anak pertama. Aku adalah anak yang pemberani dan suka akan adanya tantangan, sewaktu aku berada di sekolah dasar aku pernah terlibat perkelahian dengan seorang anak dari keturunan Belanda. Dia yang memicu perkelahian yang memancing emosiku, tapi setelahnya aku dikeluarkan dari sekolah dasar karena perkelahian tadi. Semua orang menatapku karena hanya aku yang berani berurusan dengan Belanda.

Kehidupanku bermulai disini, setelah aku dikeluarkan dari sekolah itu aku pun harus pindah dari kampungku yaitu Banyumas dan pergi ke daerah Cilacap. Dan harus bersekolah di salah satu sekolah yang cukup di kenal pada masanya yaitu Hollandsch Inlandsche School (HIS).

Sebelum bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) aku adalah pelajar sekolah dasar di Europeesche Lagere School (ELS) dan aku beruntung karena bisa menjadi salah satu anak pribumi beruntung yang dapat bersekolah disana, walau akhirnya aku harus dikeluarkan dan pindah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS). Sekolah ini untuk golongan pribumi asli sepertiku.

Awalnya aku tidak bisa masuk ke sekolah pemerintah manapun namun berkat bantuan dari salah satu keluargaku yang kebetulan mengajar akhirnya aku dapat bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS). Saudaraku itu berkata bahwa untuk Pendidikan akan diusahakan oleh keluargaku semaksimal mungkin.

Setelah tujuh tahun lamanya bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS), Aku memutuskan menjadi pegawai pemerintah. Aku tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan memilih untuk bekerja sebagai pegawai kantoran. Namun setelah beberapa waktu pekerjaan ini aku lakoni aku sadar bahwa ini tidak seperti diriku, aku lebih suka bekerja di bawah tantangan, aku tidak suka pekerjaan yang monoton dan hanya itu-itu saja. 

Pada saat itu aku di tawari untuk masuk ke sekolah militer oleh teman dan keluargaku dan karena di dukung oleh mereka semua akupun mendaftar  Sekolah Militer di Magelang pada tahun 1923.

Menjadi bagian dari anggota het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) membuatku mengerti dan paham perasaan dan bagaimana rasanya menjadi tentara untuk berjuang melawan musuh. Walau usiaku pada saat itu tergolong muda namun aku sering kali di tugaskan keluar daerah untuk berperang atau mengawasi musuh. Kemampuanku dalam mengatur strategi membuatku selalu diangkut jika ada tugas di luar daerah.

Lima tahun setelah itu, aku kembali menempuh Pendidikan militer Ketika pemerintah Hindia Belanda membuka kesempatan bagi anak-anak Indonesia berijazah sekolah rendah. Aku yang mengetahui berita itu sangat bersemangat dan merasa ini adalah kesempatanku untuk berkarir di dunia permiliteran.  

Aku kembali ke kota kampungku Banyumas, dan hidup sebagai orang sipil. Tetapi status itu tidak bertahan lama. Pemerintah pendudukan Jepang mengetahui kemampuan yang ada dalam diriku. aku diminta untuk mengepalai sebuah detasemen polisi. Permintaan itu awalnya aku ragu untuk bergabung bersama kepolisian tapi setelah di pertimbangkan aku setuju dan mulailah waktu aku berdinas dalam pemerintahan pendudukan Jepang. 

Tidak lama kemudian aku dikirim ke Bogor untuk dididik menjadi komandan kompi Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Selesai pendidikan aku diangkat sebagai Cudanco (Komandan Kompi) di Banyumas. 

Bergegas mendaftar ke sekolah tersebut untuk menjadi anggota. Belum cukup dengan KNIL aku pun ikut masuk ke dalam himpunan PETA. Pada pembentukan PETA banyak pemuda dan pelajar bangsa Indonesia yang ikut dan bergabung menjadi tentara sukarelawan. Mereka mendapat pelatihan fisik oleh tentara Jepang. Mereka bersemangat karena memiliki tujuan untuk mempersiapkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. PETA bukan milik organisasi mana pun tapi langsung di bawah Panglima Tentara Jepang. Tentara PETA dibentuk untuk sebagai tentara teritorial yang berkewajiban mempertahankan wilayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun