Sejarah bumi tidak pernah sunyi dari “reset.” Ada banjir besar yang menenggelamkan peradaban, zaman es yang membekukan daratan, hingga hantaman asteroid yang memusnahkan spesies. Semua itu kita sebut sebagai bencana alam.
Namun, apakah reset berikutnya benar-benar datang dari alam? Atau justru manusia sendiri yang sedang menyiapkannya?
Lihatlah sejarah kita. Perang selalu berulang, dari perebutan wilayah hingga perebutan tafsir kebenaran. Politik dijalankan bukan lagi sebagai seni mengatur, melainkan seni mempertahankan kursi. Agama, yang mestinya menenangkan, kadang justru dipakai sebagai alat mobilisasi. Semua ini berpangkal pada satu hal yang sederhana: serakah.
Ironisnya, manusia begitu takut pada asteroid, padahal ancaman nyata justru lahir dari tangan kita sendiri. Bom diciptakan, propaganda disebar, dan konflik dipelihara. Dalam skala global, kita bisa menyebut Ukraina-Rusia, Israel-Palestina, hingga ketegangan Laut China Selatan. Dalam skala lebih dekat, Indonesia pun tidak sepenuhnya steril dari chaos. Polarisasi politik, isu SARA, hingga ketidakadilan ekonomi adalah bara kecil yang bisa sewaktu-waktu membesar.
Pertanyaan reflektifnya: apakah ini jalan menuju “reset” berikutnya? Bumi mungkin tidak hancur sekaligus, tapi peradaban bisa runtuh pelan-pelan, seperti gedung tua yang retaknya diabaikan.
Satirnya begini: mungkin nanti, ketika peradaban benar-benar tumbang, akan tercatat di arsip kosmik bahwa penyebabnya bukan asteroid, bukan banjir, bukan gunung berapi. Melainkan manusia, makhluk yang terlalu pintar menciptakan alasan untuk bertengkar, tapi terlalu malas mencari alasan untuk berdamai.
Maka, kalaupun reset itu datang, jangan salahkan bumi. Bumi sudah sabar berkali-kali. Barangkali justru giliran dia menghela napas panjang dan berkata: “Silakan reset sendiri, manusia. Aku tinggal menunggu kalian selesai dengan drama kekuasaan.”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI