Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minta Maaf Kepada Singapura, Djoko Memalukan!

22 Maret 2014   23:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395479689459522036

[caption id="attachment_316583" align="aligncenter" width="515" caption="Prajuri pemeran Usman dan Harun di JIDD2014 (image:JIBI/solopos)"][/caption]

Wibawa pemerintah Indonesia kembali jatuh pada titik paling nadir yang bisa kita bayangkan. Seorang menteri sekelas Menko, tepatnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dengan bangga meminta maaf pada pihak Singapura. Sebelumnya sang Menko mengaku sudah berkomunukasi kepada Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, terkait keberadaan dua orang yang berperan sebagai Sersan Dua Usman dan Kopral Harun Said.

Kehadiran dua orang pemeran Usman-Harun itu dalam rangka memeriahkan Jakarta International Defence Dialogue 2014 ( JIDD2014 ) di Jakarta Convention Centre, Rabu, 19 Maret 2014. Sebenarnya Djoko Suyanto hanya menyampaikan rasa penyesalan, namun bukankah ungkapan penyesalan dan permintaan maaf itu setali tiga uang?

Insiden kehadiran Sersan Pertama Hari dan Sersan Pertama Ahmad yang memerankan Usman dan Harun (anggota KKO, kini Korps Marinir) dalam pameran pertahanan di JCC, Jakarta itu sontak membuat Siangapura geram. Mereka tersingung dan lantas menarik diri dari forum dialog pertahanan yang diikuti 47 negara (sekarang 46) itu.

Meskipun Menko Djoko juga menyesalkan delegasi Singapura yang batal mengikuti forum JIDD sebagai ungkapan basa basi, seharusnya Djoko sadar bahwa boikot Singapura bukan hal penting. Dan boikot itu tidak lantas mendelegitimasi pelaksanaan JIDD, karena itu adalah kerugian bagi negeri pulau itu. Dengan permintaan maaf yang dilontarkan oleh seorang menteri besar negara, justru Singapura memenangkan arena dengan mempermalukan tuan rumah.

Yang lebih menjengkelkan dari pernyataan Djoko adalah bahwa peragaan di ruang pameran tersebut bukan kebijakan, tak seizin, dan bukan atas sepengetahuan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut serta Panglima TNI. Menurut dia, ini murni inisiatif dari Dinas Penerangan TNI AL. Ini adalah ciri ciri lempar tanggung jawab seorang atasan atau pejabat koordinasi sebuah angkatan bersenjata yang seharusnya berwibawa. Djoko seolah melemahkan jiwa nasionalisme yang ditunjukkan dua orang Sersan itu, atau siapapun yang memerintahkan mereka.

Apalagi, istana juga sebelumnya seolah menujukkan ketidak setujuannya pada kehadiran dua prajurit yang memerankan dua pahlawan gagah berani itu. Meski istana tidak suka karena memang penakut pada negara negara tetangga, tugas Djoko adalah memberi kepercayaan diri bagi lembaga lembaga dalam koordinasinya, termasuk TNI AL. Bukan malah meminta maaf hanya atas dasar tuan rumah yang baik.

Djoko Suyanto seperti tidak mampu menunjukkan independensi Indonesia menentukan dan mengelola isu kepahlawanan anak bangsa. Karena Djoko lebih takut pada sebuah pernyataan Kementerian Luar Negeri Singapura yang mengaku kecewa dengan 'insiden' itu dan menarik delegasi militer mereka dari acara tersebut.

Sebelumnya, Singapura menganggap Sersan Dua Usman dan Kopral Harun Said tak lebih dari teroris yang membom negaranya pada 1965. Seperti kita tahu, dalam bahasa yang baik dan benar, sebutan teroris sendiri telah menyakiti rasa kita selaku anak bangsa, karena Usman dan Harun bertindak atas nama negara, atas perintah kuasa yang diberikan oleh seorang kepala negara yang menyatakan perang, Soekarno.

Usman - Harun tidaklah berbuat atas dasar perintah organisasi pemberontak atau organisasi terlarang. Jika Singapura melanjutkan menyebut teroris bagi kedua prajurit elit itu, maka Singapura menganggap Indonesia sebagai negara tidak resmi alias organisasi terlarang. Singapura seharusnya menggugat keberadaan Indonesia jika ingin menyematkan kata "teroris" bagi dua putra kebanggaannya.

Atau... Indonesia yang seharusnya menggugat sebutan teroris oleh Singapura karena itu adalah bentuk ketidaksopanan sebagai negara tetangga. Tapi... bagaimana membuat Singapura menarik ucapannya, sementara Presiden dan pembantunya seolah pembantunya Singapura?

Wibawa mana wibawa...???

=Sachsâ„¢=

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun