Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Antara KKN di Desa Penari, "Herding", dan Cuan 150%

23 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 23 Mei 2022   14:00 2010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KKN di Desa Penari/Sumber: www.kompas.com

"Tujuh juta orang sudah bertemu dengan Badarawuhi!"

Setidaknya itulah postingan film KKN di Desa Penari yang saya lihat di media sosial beberapa waktu yang lalu. Tanpa terasa, belum genap sebulan tayang di bioskop, film yang diproduksi oleh MD Entertainment ini sudah menarik minat begitu banyak orang. Maka, jangan heran, sampai tulisan ini dibuat, film tersebut "dinobatkan" sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa, menggeser film Warkop Reborn dan Dilan.

Saya penasaran, bagaimana film yang dibikin dengan anggaran produksi sebesar Rp 15 miliar ini bisa begitu fenomenal, hingga meraup pendapatan yang fantastis? Karena kekuatan ceritanya? Saya kira bukan, mengingat film ini diangkat dari cerita viral yang ditulis oleh Simpleman pada tahun 2019 silam.

Disebut viral, lantaran setelah dirilis di twitter, cerita tersebut ternyata mampu menyedot perhatian masyarakat. Ada banyak yang "kepo" terhadap cerita ini, termasuk saya sendiri.

Saya ingat, begitu cerita KKN viral, muncul banyak konten lain yang membahasnya dari beberapa aspek, mulai dari mempertanyakan keaslian cerita hingga menelusuri daerah yang diduga menjadi latar tempat cerita KKN.

Jadi, secara garis besar, boleh dibilang hampir semua orang sudah mengetahui alur ceritanya dari awal hingga akhir. Jika memang demikian adanya, maka mengapa film KKN tetap laku di pasaran?

Saya kira, jawabannya terletak pada strategi promosi yang dijalankan oleh tim produksi film KKN. Harus diakui, mereka cukup berhasil menggaungkan film tersebut.

Tak hanya beriklan di televisi, mereka juga gencar berpromosi di sejumlah media sosial, seperti youtube, instagram, facebook, dan sebagainya, yang memang mempunyai jangkauan khalayak yang lebih luas.

Hampir setiap hari, mereka meng-update jumlah penonton yang sudah "berjumpa" dengan Badarawuhi. Jumlahnya semakin lama semakin banyak, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan. Hal inilah yang kemudian membikin banyak orang penasaran. Jadilah orang-orang yang belum menonton filmnya ikut datang ke bioskop.

Mengenal Perilaku "Herding"

Dalam psikologi, perilaku ikut-ikutan demikian disebut "herding". Pada masa lalu, perilaku ini merupakan salah satu cara untuk bertahan hidup. Maklum, manusia purba dulunya hidup berkelompok, sehingga mereka cenderung bertingkah menyerupai kelompoknya.

Perilaku ini menjadi semacam perlindungan dari marabahaya. Makanya, jika ada anggota kelompoknya yang berlari kocar-kacir karena diduga melihat bahaya, maka yang lain pun bakal melakukan hal yang sama tanpa perlu menyelidikinya terlebih dulu!

Pada masa kini, perilaku "herding" bisa dijumpai pada kejadian lain. Anda dan saya mungkin pernah mengalaminya.

Ambil contoh kebijakan verifikasi nomor handphone yang diterapkan oleh pemerintah beberapa tahun lalu. Pada waktu itu, pemerintah mewajibkan masyarakat untuk mendaftarkan nomor handphone beserta nomor KTP yang dimiliki.

Tadinya saya enggan melakukan hal tersebut dengan alasan sibuk bekerja. Namun, sebuah iklan yang saya lihat di televisi kemudian "menyadarkan" saya. Di iklan tadi disebutkan sudah 50 juta orang melakukan verifikasi nomor handphone, dan saya belum termasuk di dalamnya.

Saya mulai gelisah. Jangan-jangan bisa terjadi masalah kalau saya tidak melakukannya. Alhasil, daripada terkena masalah sendirian, saya akhirnya mengikuti orang lain.

Hal yang sama juga bisa dilihat pada pemberian vaksin. Hampir setiap hari, kita tentu melihat berita terbaru tentang jumlah orang yang sudah menerima vaksin, baik dosis 1, dosis 2, maupun booster.

Berita tadi muncul bukan tanpa sebab. Selain mengabarkan pencapaian vaksinasi di Indonesia, secara tersirat, berita tersebut juga menjadi semacam "trigger", khususnya bagi orang-orang yang belum divaksin. Dengan melihat berita tersebut, orang-orang tersebut diharapkan terdorong melakukan vaksin sesegera mungkin, seperti yang lainnya.

Di pasar kripto, perilaku ini lebih kontras terlihat. Ingat kasus Terra Luna? Awal Mei mungkin adalah masa yang kelam bagi investor Luna. Betapa tidak, harga Terra Luna amblas dari 1,2 juta ke 1.000 rupiah hanya dalam waktu beberapa hari saja! Ini tentu saja menjadi sebuah "tamparan keras" bagi investornya, sehingga jangan heran, sampai diberitakan ada 8 orang investornya yang melakukan bunuh diri!

Harga Terra Luna/Sumber: coinmarketcap.com
Harga Terra Luna/Sumber: coinmarketcap.com

Kejatuhan nilai Terra Luna merupakan wujud perilaku "herding". Saat seorang investor menjual Luna secara masif, maka investor lainnya pun akan melaksanakan hal yang sama. Hal ini mengakibatkan harga Luna jatuh ke titik nadir. Saat tulisan ini dibuat, harga Terra Luna sudah naik ke kisaran 2000 rupiah, tapi tidak ada tanda bakal kembali ke posisi puncaknya!

Memanfaatkan Perilaku "Herding"

Perilaku "herding" tidak selalu berdampak buruk. Perilaku ini sejatinya bisa dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Dalam berinvestasi saham, saya beberapa kali memanfaatkan perilaku ini demi mendulang cuan.

Pada bulan Mei tahun lalu, misalnya, saya memutuskan masuk ke saham Mulia Glass (MLIA) karena orang lain telah lebih dulu membelinya. MLIA adalah produsen kaca yang memproduksi kaca untuk berbagai sektor, di antaranya otomotif, makanan, dan properti.

Saat itu, harga saham MLIA tiba-tiba naik dari 700-an ke 900-an. Karena harga saham biasanya naik karena sebuah sebab, maka saya mencari tahu sebabnya. Saya menemukan bahwa MLIA baru saja merilis laporan keuangan kuartal 1 tahun 2021, dan hasilnya ternyata sangat bagus!

Tentu saja, begitu memperoleh informasi tadi, saya tidak langsung membeli sahamnya pada hari itu juga. Saya mesti mempelajari bisnisnya terlebih dulu. Kebetulan laporan tadi dirilis pada hari Jumat, sehingga saya bisa menggunakan waktu akhir pekan untuk menyelidiki laporan keuangannya secara mendalam.

Setelah "mengaduk-aduk" isi laporan keuangannya, saya menyadari bahwa kinerja MLIA yang bagus disebabkan oleh 2 faktor, yakni penjualan yang meningkat dan harga gas yang turun. Penjualan yang bertumbuh memperlihatkan bahwa bisnis MLIA mulai pulih pascapandemi, sementara harga gas yang turun membikin ongkos produksinya berkurang, sehingga labanya meningkat tajam.

Untuk memperkuat keyakinan saya, saya juga mempelajari dokumen lain, seperti annual report, public expose, dan berita terkait di internet. Setelah membaca semuanya, saya menilai bahwa tidak ada hal yang negatif pada saham MLIA. Saham tersebut layak dibeli, sehingga begitu hari senin tiba, saya masuk di harga 900.

Saat tulisan ini dibuat, saham MLIA dihargai 2600 per lembar, dan saya sudah meraih keuntungan lebih dari 150% darinya. Saya tentu tidak akan memperoleh keuntungan tadi tanpa "bantuan" investor lain. Jika mereka tidak membelinya terlebih dulu, maka saya tentu tidak akan mendapat sebuah petunjuk betapa bagusnya saham MLIA. Saya mungkin hanya akan mengabaikannya karena tidak menyadari bahwa MLIA adalah saham yang sanggup memberikan cuan di atas 100%!

Dari uraian sebelumnya kita bisa menyimpulkan bahwa herding adalah perilaku yang manusiawi. Perilaku ini bisa dijumpai dalam sejumlah situasi. Orang-orang yang memahami perilaku ini dapat menggunakannya untuk sejumlah tujuan, mulai dari menggiring orang lain untuk melakukan sesuatu hingga mengeruk keuntungan dari sebuah transaksi. 

Singkat kata, apabila digunakan untuk hal yang positif, maka hasilnya bisa begitu bagus, sebaliknya, jika dipakai untuk hal yang negatif, maka hasilnya bisa begitu buruk. Oleh sebab itu, pergunakanlah dengan bijaksana.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun