Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Berapa Jumlah Saham yang "Ideal" untuk Dikoleksi?

19 April 2021   07:00 Diperbarui: 19 April 2021   17:16 4020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bursa saham| Sumber: KONTAN/Carolus Agus Waluyo

Pertanyaan di atas sebetulnya cukup sering diajukan oleh sejumlah investor, terutama yang masih baru mencicipi investasi saham. 

Biarpun pertanyaan tersebut cukup "krusial" mengingat hal itu bakal menentukan strategi manajemen portofolio yang nanti diterapkan, namun sayangnya belum ada satu jawaban baku, yang bisa menjawab pertanyaan tadi dengan lugas.

Hal tersebut bisa terjadi karena sejumlah investor kerap menyampaikan jawaban yang berbeda-beda. Ada yang menyebutkan minimal harus memiliki 5, 10, 20, atau bahkan 30 saham di dalam sebuah portofolio.

Biarpun jawabannya bervariasi, namun setidaknya ada kesamaan di dalamnya, yaitu bahwa kita sangat tidak disarankan hanya berinvestasi di satu saham saja. Alasannya sederhana: hal itu terlalu berisiko. Sebab, jika saham yang dipilih ternyata keliru, maka investor bakal menanggung kerugian yang besar.

Makanya, di dalam investasi saham, terdapat sebuah nasihat yang begitu populer: "Don't put your eggs in one basket." Artinya, jangan tempatkan semua dana kita di satu "keranjang" saja, terlalu berbahaya, apalagi kalau kemudian kita baru tahu bahwa "keranjang"-nya ternyata banyak lubangnya!

Walaupun begitu, tetap saja, pertanyaan tadi belum menjawab pertanyaan yang disampaikan di awal paragraf ini: "Berapa jumlah saham yang minimal harus dimiliki?"

Portofolio Saham/ sumber: https://www.ft.com/
Portofolio Saham/ sumber: https://www.ft.com/
"Investor Ritel" Versus "Investor Institusi"

Sebelum mengupas jawaban atas pertanyaan di atas secara lebih detail, ada baiknya jika kita mengetahui tipe investor yang menanamkan modalnya di pasar saham. Berdasarkan jenisnya, investor terbagi atas investor ritel dan investor institusi.

Investor ritel adalah masyarakat per orangan yang berinvestasi saham secara langsung tanpa perantara pihak lain, seperti manajer investasi, agen asuransi, dan sebagainya. 

Investor ini banyak jumlahnya, hingga mencapai angka jutaan orang. Pertumbuhannya pun sangat pesat dari tahun ke tahun, dan umumnya banyak didominasi dari kalangan milenial.

Meski begitu, dari ukuran modal investasi, investor ritel mempunyai keterbatasan, terutama soal dana. Maklum, dana yang dialokasikan biasanya kecil, katakanlah dalam hitungan ratusan ribu hingga ratusan juta. 

Makanya, dengan jumlah dana tersebut, transaksi yang dilakukan oleh investor ritel biasanya belum sanggup "menggoyang" pasar saham.

Sebaliknya, investor institusi mempunyai kondisi yang berbeda. Walaupun jumlahnya terbilang lebih sedikit, dalam kapasitas modal investasi, investor ritel lebih unggul. 

Maklum, investor ini umumnya memiliki dana kelolaan yang sangat besar, mulai dari miliaran hingga triliunan rupiah. Oleh sebab itu, jangan heran jika setiap transaksi yang dilakukan oleh investor institusi bisa memengaruhi pasar saham.

Investor/ sumber: https://www.openaccessgovernment.org/why-modern-investors-face-greater-challenges-than-ever-before/54689/
Investor/ sumber: https://www.openaccessgovernment.org/why-modern-investors-face-greater-challenges-than-ever-before/54689/
Nah, ukuran modal inilah yang menjadi pembeda dalam menentukan jumlah saham yang dimiliki di portofolio. Jika dilihat dari ukuran modalnya, maka investor ritel sebetulnya cukup memiliki sedikit saham di dalam portofolionya. Tidak ada salahnya kalau investor tadi, katakanlah, cuma mempunyai 3-10 saham saja.

Hal inilah yang terjadi ketika saya berinvestasi saham. Sebagai investor ritel, ketika awal-awal terjun ke pasar modal, saya hanya memegang dua saham saja. Pada kesempatan berikutnya, jumlahnya bisa bertambah, bergantung apakah saya berhasil menemukan saham yang layak dibeli atau tidak.

Alhasil, jika dihitung dari jumlahnya, maka sejauh ini, paling banyak saya memegang enam saham, sementara paling sedikit tiga saham. Jumlah tersebut memang terkesan sedikit. 

Namun, entah mengapa, saya lebih nyaman mengelola sedikit saham di portofolio ketimbang menyebar modal saya ke banyak saham. Saya merasa, semakin banyak saham yang dimiliki, maka semakin banyak keruwetan yang bakal dialami.

Hal ini bisa dimaklumi mengingat saya wajib mengamati kinerja setiap perusahaan di baliknya. Alhasil, agar investasinya berlangsung dengan lancar, saya mesti rajin membaca laporan keuangan terbaru, mengetahui perkembangan perusahaan, atau mengikuti acara yang diselenggarakan perusahaan, seperti RUPS dan Public Expo.

Tentu saja kegiatan itu bakal menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran saya. Makanya, daripada nanti menjadi pusing sendiri, saya memilih mengelola portofolio saham dalam ukuran yang kecil.

Persoalan yang saya hadapi sebetulnya bisa diatasi dengan mudah oleh investor institusi. Maklum, selain modal jumbo, investor institusi juga mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang banyak. Alhasil, dengan banyaknya SDM yang tersedia, investor institusi cukup leluasa menganalisis beragam jenis saham di Bursa Efek Indonesia.

Oleh sebab itu, jangan heran jika jumlah saham yang dikelola oleh investor institusi umumnya lumayan banyak, bisa lebih dari 30 saham. Jika investor institusi menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, maka saham-saham yang dipilih tentunya bukan "saham kaleng-kaleng".

Saham tadi umumnya merupakan "saham bluechip", yang mempunyai fundamental yang bagus dan likuiditas yang baik. Selain faktor keamanan, alasan investor institusi senang berinvestasi di saham tersebut adalah karena investor lain pun ikut memilikinya.

Hal ini tentunya mengurangi beban tanggung jawab yang dipikul oleh manajemennya kalau-kalau terjadi peristiwa di luar harapan. 

Misal, jika suatu saat, pasar saham ambyar, dan saham-saham yang dimiliki turut "bergelimpangan", maka potensi kerugian yang sedang diderita bisa dijustifikasi dengan alasan bahwa investor institusi lain pun mengalami kerugian yang sama. Oleh karena itu, tidak ada pihak yang perlu dipersalahkan atau dituntut atas potensi kerugian yang dialami.

Fleksibel

Jika dilihat dari fleksibilitasnya, maka bisa dikatakan bahwa investor ritel lebih fleksibel untuk menambah atau mengurangi jumlah saham di portofolionya. Karena modal yang ditanamkan bernilai kecil, maka investor ritel mudah menjual atau membeli saham tanpa harus terkendala aturan tertentu. 

Makanya, jangan heran kalau jumlah saham yang dimiliki bisa berubah dengan cepat, dalam hitungan bulan, minggu, atau bahkan hari.

Ilustrasi Fleksibel/ sumber: https://www.brandrecruitment.co.uk/flexible-working-in-marketing-industry/
Ilustrasi Fleksibel/ sumber: https://www.brandrecruitment.co.uk/flexible-working-in-marketing-industry/
Sementara, kemudahan inilah yang tidak dimiliki oleh investor institusi. Oleh karena jumlah modalnya sangat banyak, maka investor institusi tidak bisa sembarangan menjual atau membeli saham.

Terlebih kalau investor yang bersangkutan mempunyai kepemilikan saham di atas 5%, maka ia wajib melaporkan setiap transaksi yang terjadi di saham tersebut kepada masyarakat. Ia tidak bisa bebas bertransaksi saham begitu saja, lantaran ada regulasi yang mesti dipatuhi.

Relatif

Jadi, untuk pertanyaan "Seberapa banyak saham yang mesti dikoleksi di dalam portofolio?" jawaban yang bisa diberikan adalah relatif.

Jumlah saham yang dimiliki bergantung pada besarnya modal yang dipakai untuk berinvestasi. Semakin besar modal yang dimiliki, maka semakin banyak pula saham yang dikoleksi.

Diversifikasi demikian tentu saja bertujuan meminimalkan risiko serendah mungkin dan memaksimalkan setinggi mungkin. Asalkan melakukan diversifikasi secara cermat, sehebat apapun "badai" yang menghantam bursa saham, maka dana yang diinvestasikan berpeluang dapat selamat dan bahkan bertumbuh.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun