Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jatah Libur Akhir Tahun Berkurang, Jadwal "Window Dressing" Lebih Terbentang?

7 Desember 2020   07:03 Diperbarui: 7 Desember 2020   09:32 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jadwal Libur (sumber: www.rcfc.be)

Pada awal pekan kemarin, pemerintah mengumumkan bahwa jatah libur akhir tahun, yang seyogyanya dimulai dari tanggal 24 Desember 2020 hingga 1 Januari 2021 resmi dikurangi sebanyak tiga hari. 

Alhasil, tanggal 28, 29, dan 30 Desember 2020, yang tadinya berwarna "merah" tiba-tiba berubah menjadi "hijau", sehingga karyawan di sejumlah perusahaan terpaksa menikmati sisa tahun 2020 dengan terus bekerja. 

Tentu saja perubahan yang terkesan mendadak ini berada di luar perkiraan banyak orang. Sebelumnya, mungkin ada begitu banyak orang yang sudah menyusun rencana liburan ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. 

Liburan (sumber: timesofindia.indiatimes.com)
Liburan (sumber: timesofindia.indiatimes.com)
Namun, karena adanya pengurangan jatah libur sebagai akibat meningkatnya kasus Covid-19 jelang pergantian tahun, maka rencana tadi tampaknya mesti dibatalkan atau ditunda pada lain hari. 

Kebijakan tadi tak hanya mengubah rencana liburan yang disiapkan banyak orang, tetapi juga ikut "menggeser" jadwal "Window Dressing" di pasar saham.

Apabila sebelumnya "Window Dressing" diperkirakan mencapai puncaknya pada pertengahan Desember, namun karena ada tiga hari perdagangan yang masih tersedia pada akhir tahun, maka mungkin saja, puncak "Window Dressing" bakal terjadi pada 3 hari sebelum bursa memasuki masa libur. 


Hal ini tentu saja membikin kenaikan IHSG pada bulan Desember bisa lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Maklum, pada momen "Window Dressing", saham-saham biasanya bakal menguat harganya. 

Hal ini bisa terjadi karena para "bandar", seperti manajer investasi, perusahaan asuransi, atau pengelola dana pensiun, umumnya akan memborong saham-saham tertentu. 

Pembelian saham secara besar-besaran tersebut dilakukan demi meningkatkan nilai portofolio investasi yang dikelola, sebelum akhirnya dilaporkan kepada para nasabah. Alhasil, "Window Dressing" bisa menjadi waktu yang tepat bagi para bandar tadi untuk mempercantik laporan portofolionya.

Memanfaatkan Momen "Window Dressing" 

Uniknya, kenaikan nilai pasar saham tersebut tak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di sejumlah negara lain. Fenomena ini boleh dibilang menjadi "tradisi" yang terus terjadi di berbagai bursa saham selama bertahun-tahun.

"Tradisi" demikian sebetulnya bisa dimanfaatkan sebaik mungkin bagi para investor untuk memetik keuntungan. Saya pribadi, sejak bulan November kemarin, membeli sebuah saham, yang berpotensi menguat harganya pada momen "Window Dressing".

Meskipun secara fundamental, saham tersebut belum begitu bagus karena bisnisnya terpukul akibat pandemi Covid-19, namun sudah ada tanda-tanda pemulihan yang terjadi, sebab kerugian yang tercatat pada Kuartal 3 lebih kecil daripada Kuartal 2. 

Pemulihan tadi kemudian direspon positif oleh investor lain. Pelan-pelan harganya mulai "merangkak" naik, dan saya melihat potensi penguatan dalam jangka panjang. 

Pasar Saham pada Window Dressing (sumber: bloomberg.com)
Pasar Saham pada Window Dressing (sumber: bloomberg.com)
Alhasil, setelah memeriksa kualitas menajemennya dan ternyata semuanya baik-baik saja, maka saya memutuskan membelinya secara bertahap. 

Saat tulisan ini dibuat, walaupun baru disimpan beberapa minggu saja, namun saham tadi sudah memberi keuntungan di atas 20%.

Mengulik Saham-saham di Sektor Potensial

Selain saham tersebut, sebetulnya masih ada sejumlah saham lain yang berpeluang kecipratan efek "Window Dressing". Sebut saja saham-saham di sektor batubara. 

Sepanjang tahun 2020, saham-saham batubara memang mengalami tekanan yang begitu kuat. Maklum, akibat pandemi Covid-19, permintaan batubara global menurun tajam. 

Penurunan tadi tentu saja menjadi "mimpi buruk" bagi perusahaan batubara. Tak sedikit perusahaan tersebut yang mencatatkan pertumbuhan sales dan profit minus hingga dobel digit. 

Bahkan, saya sempat menemukan sebuah perusahaan batubara yang salesnya nol. Pandemi Covid-19 tampaknya sudah "melumpuhkan" bisnisnya, sehingga perusahaan tadi tidak sanggup memproduksi dan menjual batubara sama sekali!

Meski begitu, bukan berarti seluruh bisnis batubara bakal mati. Masih ada harapan yang tersisa, mengingat baru-baru ini, Tiongkok dikabarkan meneken kesepakatan untuk mengimpor 200 juta ton batubara dari Indonesia. 

Batubara (sumber: economictimes.com)
Batubara (sumber: economictimes.com)
Tentu saja, kabar ini menjadi "angin segar" bagi perusahaan batubara, karena Tiongkok merupakan salah satu negara importir batubara terbesar di dunia. 

Walaupun belum tentu akan mendongkrak harga batubara secara global, namun kesepakatan itu boleh jadi akan memperpanjang "napas" produsen batubara di Indonesia, yang selama beberapa tahun terakhir sedang terengah-engah menghadapi harga batubara yang terus menurun.

Sektor lain yang juga menarik dilirik adalah sektor ritel, restoran, transportasi, properti, konstruksi, pariwisata, dan sawit. Seperti batubara, semua sektor tersebut turut terdampak cukup parah akibat pandemi Covid-19.

Biarpun terjadi penurunan pendapatan, pengurangan jumlah tenaga kerja, dan penundaan ekspansi bisnis yang dialami perusahaan, namun bukan berarti, bisnisnya akan langsung kolaps begitu saja. 

Ibarat orang sakit, krisis yang terjadi di tubuh perusahaan hanya bersifat sementara. Apabila suatu saat nanti pandemi berakhir dan ekonomi kembali bangkit, maka bisnisnya mungkin bisa sembuh seperti sediakala. 

Alhasil, jika "skenario" tadi terwujud, maka harga sahamnya yang sebelumnya bergelimpangan bakal terangkat, dan siapapun yang membelinya jauh-jauh hari dapat memetik untung besar.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa tidak semua saham yang kinerjanya sedang jelek akibat pandemi tadi layak dibeli. Kita tetap mesti selektif agar terhindar dari "value trap". 

Perangkap (sumber: theconversation.com)
Perangkap (sumber: theconversation.com)
"Value trap" adalah istilah yang merujuk pada kesalahan persepsi yang dialami investor dalam menilai sebuah saham. "Value trap" bisa terjadi karena investor memilih membeli saham karena mengira harganya begitu murah, padahal kualitas fundamentalnya sangat jelek. Jika sampai terkena "jebakan" ini, maka investor berpotensi mengalami "capital loss" dalam waktu yang sangat lama. 

Supaya lolos dari "value trap", saran saya, pilihlah saham-saham yang mempunyai neraca yang kuat. Neraca yang kuat artinya perusahaan tersebut mempunyai utang kecil (Debt to Equity Rationya di bawah 1 kali) dan menimbun arus kas dalam jumlah banyak.

Alasannya? Perusahaan yang memiliki sedikit utang dan menyimpan banyak uang tunai hampir mustahil bangkrut dalam waktu dekat, serta mampu melakukan ekspansi dengan mengandalkan kekayaan yang dimilikinya sendiri, sehingga bisnisnya bisa bangkit dari keterpurukan.

***

"Window Dressing" mungkin adalah momen yang paling ditunggu oleh banyak investor saham. Sebab, pada masa ini, umumnya rata-rata saham akan mengalami kenaikan harga. 

Alhasil, jika membeli saham sepanjang periode "Window Dressing", maka peluang terjadinya nyangkut bisa diminimalkan dan keuntungan yang maksimal sangat mungkin diperoleh. 

Biarpun begitu, bukan berarti investor boleh asal memilih saham. Pertimbangan yang matang tetap mesti dilakukan, karena siapa tahu saja saham yang dipilih ternyata tidak mengalami kenaikan harga seperti saham lainnya. Untuk itulah, agar masa "Window Dressing" membawa banyak berkah, maka cermat memilih saham adalah kuncinya.

Salam

Referensi:
kompas.com
finance.detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun