Grup Samsung tengah berduka setelah Chairman-nya, Lee Kun Hee, meninggal dunia pada 26 Oktober 2020. Lelaki yang sukses menjadikan Samsung sebagai salah satu perusahaan multinasional yang disegani di dunia itu wafat dalam usia 78 tahun.Â
Meski belum diketahui secara jelas, namun banyak orang yang menduga bahwa kematiannya disebabkan oleh penyakit yang diidapnya. Seperti diberitakan di berbagai media, ia memang sempat mengalami sakit jantung beberapa tahun silam.Â
Penyakit inilah yang kemudian membuat kesehatannya menurun sehingga ia mesti menyerahkan kursi kepemimpinan Grup Samsung kepada anak lelakinya, Lee Jae Yong pada tahun 2014.
Seperti dilansir di sejumlah media, Lee Kun Hee diketahui memiliki kekayaan sekitar USD 20,7 miliar, atau setara Rp 302 triliun. Kekayaan ini berasal dari berbagai sumber, mulai dari saham perusahaan, uang tunai, hingga properti. Dengan warisan sebanyak itu, berarti keluarga Lee wajib membayar pajak sekitar 146 triliun rupiah!
Perhitungan tersebut bisa muncul karena Korea Selatan adalah salah satu negara yang mematok pajak warisan yang sangat tinggi, yakni hingga 50%. Pajak ini dipungut oleh pemerintah setempat apabila ada warisan yang nilainya melebihi 3 miliar won!Â
Tentu saja, peraturan ini terasa "berat" bagi keluarga para Chaebol (konglomerat) di Korea Selatan. Hanya untuk memperoleh warisan yang ditinggalkan keluarganya, mereka mesti menjual aset lain yang dimiliki. Alhasil, semakin besar nilai warisannya, maka semakin besar pula harta lain yang mesti dikorbankan untuk menebusnya!
Meskipun terasa begitu membebani, namun bukan berarti tidak ada cara yang bisa dipakai untuk "menyiasati" peraturan tersebut. Seperti dilansir di beberapa media, sudah bukan rahasia umum, para Chaebol dapat memberikan warisan secara "diam-diam" dengan cara mendirikan perusahaan atas nama keluarga mereka.Â
Lewat cara ini, pajak warisan tidak akan dikenakan, karena perusahaan tadi dibangun atas nama orang lain. Alhasil, sebesar apapun modal yang disetorkan ke perusahaan baru tersebut,Â
Pemerintah Korea Selatan tidak bisa "mengotak-atiknya" begitu saja, sebab semua proses pendiriannya sudah sesuai dengan hukum yang berlaku.Â