Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bunga KPR Rendah Bisa Picu "Tsunami Finansial"?

12 Juni 2019   09:01 Diperbarui: 12 Juni 2019   13:18 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perumahan di Sulawesi Tengah (sumber: https://asset.kompas.com)

Meskipun ada banyak yang mengkritik kebijakan tadi karena menganggap bahwa Century hanya bank kecil dan kalaupun mesti "tumbang", dampaknya tak berpengaruh terhadap bank-bank lain, namun, BI hanya menjalankan tugasnya untuk menjaga stabilitas keuangan dalam situasi krisis.

Apalagi pada waktu itu, kondisi ekonomi Indonesia sedang "limbung" pascatsunami finansial yang "merontokkan" perekonomian Amerika Serikat. Ibarat penyakit berbahaya, BI berpandangan bahwa kalau Bank Century dibiarkan "tumbang", bisa jadi, akan terjadi kekacauan sistemik.

Perbankan dikhawatirkan akan terkena gelombang rush. Nasabah akan beramai-ramai "mencabut" uang di bank, dan kalau hal itu terjadi, akan ada banyak bank yang kolaps. Makanya, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tanah air, dilakukanlah bailout tadi.

Kalau kebijakan mikrofinansial hanya mencakup institusi keuangan, kebijakan makrofinansial meliputi aspek keuangan yang lebih luas lagi, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Kebijakan ini lebih menyoroti iklim ekonomi global.

Makanya, topik yang dibahas untuk merumuskan kebijakan makroprudensial tidak jauh-jauh dari perang dagang antara AS-Tiongkok, fluktuasi harga minyak yang berimbas pada neraca perdagangan, dan akses keuangan untuk UMKM.

Jika boleh diibaratkan dengan analisis saham, urusan makroprudensial ibarat analisis teknikal, yang lebih mencermati "tren" yang terjadi di bursa. Ia cenderung mengamati situasi pasar, sebab sebagus apapun fundamental suatu saham, kalau kondisi pasar sedang bearish, keuntungkan investasi tentu sulit sekali didapat.

Makanya, dalam hal tertentu, aspek makroprudensial bisa jadi "pelengkap" bagi mikropudensial. Ia bisa memberi indikator bagi BI sebelum "merumuskan" kebijakan agar kebijakan tersebut selaras dengan situasi eksternal.

Biarpun sifatnya dipengaruhi ekonomi global, bukan berarti kebijakan makroprudensial tidak punya landasan hukum. Payung hukum yang menaunginya adalah UU No 21 tahun 2011 tentang OJK khususnya penjelasan Pasal 7, yang menyatakan bahwa BI memiliki wewenang di bidang makroprudensial.

Menerapkan Kebijakan Mikroprudensial dan Makroprudensial   

Meskipun lingkupnya berbeda, kedua kebijakan tadi punya tujuan yang sama, yakni berupaya meminimalkan risiko keuangan sistemik. Satu contoh kebijakan mikroprodensial yang dikeluarkan BI untuk meminimalkan risiko tadi adalah diluncurkannya instrumen Countercyclical Capital Buffer (CCB) pada tahun 2015.

Instrumen tadi mewajibkan setiap bank mencadangkan lebih banyak modal ketika ekonomi sedang baik, yang biasanya disertai dengan pertumbuhan kredit yang berlebihan. Tujuan jelas. Kalau punya modal yang besar, andaikan tiba-tiba terjadi krisis ekonomi, bank-bank dapat bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun