Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Sexy Killers" Menggoyang Saham Batu Bara?

19 April 2019   09:01 Diperbarui: 19 April 2019   13:29 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
youtube/watchdoc image

Tepat sehari sebelum Pemilu, seorang teman memberi tahu saya tentang sebuah film yang sedang "heboh" di jagat maya. Judulnya terkesan provokatif: Sexy Killers. Awalnya saya pikir, film itu adalah film percintaan, tetapi setelah menontonnya langsung, sepertinya saya mesti "meralat" pemikiran saya.

Sexy Killers ternyata adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan kegiatan tambang batu bara di Kalimantan Timur. Film yang dirilis oleh Watchdoc Image ini memperlihatkan proses pengerukan, pengangkutan, hingga penggunaan batu bara untuk operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Tengah dan Bali.

Dengan mengesampingkan "bumbu-bumbu" politik yang diselipkan di dalamnya, film berdurasi 1 jam 18 menit-an ini juga menyingkap sisi "kelam" dari proses penambangan batu bara, terutama bagi warga yang berdomisili di dekat tambang dan PLTU. Makanya, sepanjang film, saya merasa termenung-menung lantaran adegan demi adegan yang ditampilkan di film ini seolah "menelanjangi" operasional beberapa perusahaan batu bara di Kalimantan Timur.

Harus diakui, batu bara adalah komoditas andalan Indonesia. Biarpun disebut batu bara, sejatinya ia bukanlah batu. Benda hitam ini asalnya dari fosil tumbuh-tumbuhan purba yang mengeras dan tertimbun di perut bumi selama ribuan tahun.

Batu bara mempunyai sejumlah kegunaan. Antara lain sebagai pembangkit listrik. Kalau kita mengutip informasi di film Sexy Killers, sekitar 60% listrik yang dinikmati masyarakat Indonesia saat ini berasal dari PLTU, yang bahan bakarnya mengandalkan batu bara.

youtube/watchdoc image
youtube/watchdoc image

Batu bara dipilih karena Indonesia mempunyai cadangan batu bara yang berlimpah. Dari informasi yang saya dengar dari Metrotv beberapa waktu yang lalu, jumlahnya diprediksi baru akan habis sekitar 80 tahun lagi!

Selain itu, harga batu bara juga jauh lebih murah daripada bahan bakar lain. Maklum, sudah bertahun-tahun, harga batu bara terus turun. Sampai tulisan ini dibuat, harga batu bara berada pada kisaran US$ 89,30 per metrik ton, dan itu merupakan penurunan yang cukup dalam sejak beberapa tahun terakhir.

Penurunan tadi bukannya tanpa alasan. Satu di antaranya adalah berkurangnya permintaan batu bara dari Tiongkok. Seperti diketahui, selama beberapa dekade, Tiongkok adalah negara yang rajin mengimpor batu bara dalam jumlah besar.

Di sana batu bara tak hanya dipakai untuk keperluan industri, tetapi juga untuk rumah tangga. Sewaktu musim dingin tiba, misalnya, orang-orang Tionghoa membakar batu bara untuk menghangatkan ruangan. Batubara dipilih karena harganya lebih murah daripada BBM.

Akibat terlalu sering menggunakan batu bara, timbul masalah. Asap yang dihasilkan pembakaran batu bara menciptakan polusi yang akut. Sejumlah kota di Tiongkok, seperti Beijing dan Shijiazhuang, menjadi "langganan" kabut asap, yang sebagian dihasilkan dari pembakaran batu bara.

Untuk mengatasi persoalan kronis itu, Pemerintah Tiongkok kemudian mengetatkan kuota impor batu bara. Hasilnya berjalan efektif. Tahun demi tahun kebijakan tadi berhasil mengurangi kadar kabut asap, dan kini mayoritas penduduk yang tinggal di kota-kota tadi dapat menghirup napas segar.

Oleh karena jadi salah satu komoditas utama, jangan heran, perusahaan tambang batu bara bertebaran di mana-mana. Beberapa pemain utamanya bahkan sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Sebut saja Adaro Energy (ADRO), Indika Energy (INDY), Bumi Resources (BUMI), Harum Energy (HRUM), Bukit Asam (PTBA), dan Indo Tambang Megah (ITMG).

Biarpun terkesan "hot", sampai sekarang, saya masih enggan membeli saham-saham tadi. Sebab, saya tahu, saham-saham tersebut "kurang ramah" untuk para investor jangka panjang. Di bursa efek, mereka tergolong saham-saham yang "agresif". Harganya naik-turun dengan sangat cepat. Kalau saya beli hari ini, esok mungkin harganya naik 10%, tapi lusa, bisa saja, anjlok 20%.

Makanya, saham tipe ini, cocok bagi investor yang punya jantung kuat, agar saat harganya berubah secepat kilat, investor yang bersangkutan bisa terhindar dari sakit jantung! Hahahahaha.

Lagipula, pergerakan saham-saham tadi selalu mengikuti harga batu bara. Kalau harga batu bara sedang bagus, harga sahamnya ikut terkerek. Sebaliknya, jika harga batu bara jeblok, saham tadi bisa turut rontok. Jadi, boleh dibilang, saham tambang batu bara bukanlah saham yang mudah diprediksi kenaikan harganya.

Selain itu, saham batu bara juga rentan diterpa kabar buruk. Isu lingkungan hidup dan kecelakaan di tambang bisa menjadi sentimen negatif yang sewaktu-waktu bisa menggoyang harga saham batu bara. Hal itu wajar terjadi. Jika kita "berkaca" pada film Sexy Killers, akan terlihat operasional tambang batu bara yang tidak ramah lingkungan.

ubang bekas tambang batu bara (foto: https://kompas.com)
ubang bekas tambang batu bara (foto: https://kompas.com)

Pasalnya, setelah selesai membuat lubang untuk mengeruk batu bara, ada sejumlah perusahaan yang meninggalkan daerah tambah begitu saja. Tambang-tambang yang sudah habis diambil batu baranya dibiarkan menganga, menyisakan lubang-lubang yang bisa merenggut nyawa warga yang tinggal di sekitarnya.

Makanya, boleh jadi, setelah film Sexy Killers diliris, investor berpikir ulang untuk membeli saham-saham tambang batu bara, dan hal itu tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja sahamnya di bursa efek.

Sexy Killers membuka mata saya dalam memandang bisnis batu bara yang ramai di tanah air. Selama ini, saya hanya mengenal saham-sahamnya tanpa pernah tahu operasional perusahaan di lapangan.

Namun, setelah selesai menyaksikannya, saya menilai bahwa film itu bisa menjadi "sentilan" bagi pemerintah untuk membenahi cara kerja perusahaan tambang batu bara. Jangan sampai, hanya untuk mengeruk keuntungan, ada banyak unsur lingkungan hidup dan nyawa manusia yang dikorbankan.


Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa

Referensi:
https://investasi.kontan.co.id
https://www.kompasiana.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun