Di zaman modern dan serba instan seperti saat ini, tren fast fashion banyak diminati oleh pelaku ekonomi, baik produsen dan konsumen. Bertambahnya jumlah penduduk dan terbatasnya perusahaan yang bisa memproduksi busana atau pakaian menjadikan produsen dan konsumen terus mencari cara alternatif untuk bisa memenuhi permintaan terhadap pakaian.Â
Perkembangan Teknologi Produksi dan Bahan Baku
Sebelum mesin dan peralatan produksi ditemukan, pakaian dijahit menggunakan tangan secara manual. Untuk mendapatkan pakaian yang bagus dan nyaman saat dikenakan, seseorang membutuhkan kemampuan menjahit yang mumpuni. Pakaian yang dijahit terbatas setiap harinya disebabkan oleh jumlah penjahit pakaian dan bahan baku yang sedikit. Sejak peradaban manusia memasuki periode revolusi industri pada abad ke-17, industri busana mulai muncul dengan diciptakannya mesin jahit. Keberadaan mesin jahit mengubah pola produksi pakaian masyarakat. Pakaian pun mulai diproduksi dengan kuantitas yang lebih banyak dan waktu yang lebih singkat.Â
Penemuan bahan baku pakaian yang baru dari awalnya benang alami dari hewan dan tumbuhan juga ikut berkontribusi terhadap kemajuan industri pakaian. Dulu, kita hanya mendengar serat wol dan serat kapas. Sekarang, manusia telah menemukan berbagai jenis benang baru yang dibuat dan dimodifikasi menggunakan pengetahuan sains, seperti serat sintetis, serat daur ulang. Bahan baku pakaian saat ini juga bisa direkayasa agar memenuhi fungsi tertentu. Kita sering mendengar adanya pakaian yang anti-peluru, anti-api, dan mampu menyerap kelembapan.
Tren Fast Fashion dan Budaya Konsumerisme
Budaya konsumerisme muncul sejak adanya pola globalisasi di seluruh penjuru dunia. Orang-orang di daerah atau negara tertentu cenderung mengikuti kebiasaan dari masyarakat dari daerah lainnya yang mereka anggap lebih baik atau lebih menarik. Salah satu kebiasaan yang diadaptasi secara masif adalah budaya konsumerisme, terutama terhadap pakaian atau busana. Budaya konsumerisme yang mengakar di masyarakat menjadi salah satu faktor dari cepat dan dinamisnya industri fashion. Setiap orang berpacu dengan waktu untuk memiliki dan menggunakan pakaian yang mereka anggap terbaik dari hasil pengamatan mereka terhadap orang lain. Hal ini diperparah oleh kehadiran internet yang mampu memberitakan secara langsung dan akurat mengenai tren busana di suatu tempat. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan para produsen pakaian seperti Uniqlo, Zara, dan H&M untuk menghadirkan kondisi baru dalam industri pakaian, yaitu tren fast fashion. Para produsen tersebut akan berusaha menghasilkan pakaian-pakaian terbaik hasil kreasi para desainer terbaik dari seluruh dunia dengan kuantitas yang besar dan produksi dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa faktor yang telah disebutkan menjadi pemicu naiknya permintaan terhadap pakaian.
Penyebab Fast Fashion Digemari Oleh Generasi Z
Fast fashion muncul dengan memberikan berbagai kemudahan kepada konsumen. Fast fashion tentu saja memberikan keleluasaan kepada konsumen untuk mendapatkan pakaian terbaik dari banyaknya opsi dan variasi pakaian. Biaya yang lebih murah juga menjadi faktor dari minat konsumen yang tinggi. Di tengah situasi ketidakpastian ekonomi, setiap orang secara alami akan berusaha untuk menghemat pengeluaran. Fast fashion hadir untuk membantu situasi ekonomi tersebut. Selain itu, kemudahan lain yang diberikan oleh tren fast fashion adalah akses terhadap pakaian. Industri pakaian juga turut berkolaborasi dengan kemajuan perkembangan internet dan teknologi. Produsen pakaian bisa menjangkau pelanggan dengan mudah dan cepat melalui e-commerce. Konsumen bisa mendapatkan pakaian hanya dalam satu ketikan di HP dari rumah tanpa harus mengeluarkan usaha lebih untuk mendatangi toko pakaian.Â
Dampak Tren Fast Fashion Bagi Lingkungan dan Industri Fashion Lokal
Meskipun tren fast fashion menguntungkan produsen dan konsumen, ternyata hal tersebut juga menyebabkan berbagai masalah. Industri fast fashion tercatat sebagai penyumbang emisi terbesar di dunia berdasarkan data dari Energy Institute yang menyatakan bahwa Indonesia menghasilkan emisi karbon sebesar 691,97 juta ton pada tahun 2022. Fast fashion yang menghasilkan pakaian dalam jumlah banyak menggunakan bahan baku polyester dalam pembuatan pakaian. Polyester terbuat dari plastik yang kemudian melepaskan serat mikro saat pakaiannya dicuci. Serat mikro ini berpotensi besar dimakan oleh makhluk laut seperti ikan dan pada akhirnya sampai kepada manusia saat mengonsumsi ikan yang sudah tercemar serat mikro.Â
Bagi industri fashion lokal, adanya tren fast fashion membuat produsen pakaian dalam negeri kesulitan untuk bersaing. Para produsen pakaian di Indonesia sebagian besar masih menghasilkan pakaian menggunakan cara tradisional yang lebih mengedepankan kualitas daripada kuantitas dan harga. Dengan produsen pakaian global yang terus menerus menghasilkan pakaian dengan jumlah yang melimpah dan harga jual yang lebih rendah, para produsen pakaian di Indonesia tidak mampu berbuat banyak dalam pasar industri pakaian.Â