Mohon tunggu...
Adia Puja
Adia Puja Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Kriminal

Penikmat teh juga susu. http://daiwisampad.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Antara Istilah "Mati Lampu" dan Kebebalan Massal

7 Agustus 2019   13:19 Diperbarui: 7 Agustus 2019   13:29 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu, (4/8), lalu menjadi salah satu hari yang cukup mengagetkan bagi masyarakat Indonesia. Terkhusus warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Jawa Barat, dan Banten. Kita semua tahu, biang keroknya adalah pemadaman listrik secara massal di daerah-daerah apes tersebut.

Penyebab mati listrik massal tersebut masih dikaji oleh para berwenang, dan bukan urusan saya.

Tapi, dari kejadian di akhir pekan kemarin tersebut saya justru menemukan hal yang menarik setelah tagar #matilampu sempat menjadi trending topic dunia di Twitter pada hari yang sama. Sampai sini, tidak ada yang mengherankan.

Kejadian yang sangat menggegerkan tersebut memang layak diperbincangkan hingga menjadi trending topic dunia. Terlebih, mengingat jumlah penduduk Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten merupakan yang terpadat di Indonesia.

Jadi, tidak ada yang mengherankan dari tagar #matilampu yang mendunia. Toh, netizen kita memang rajin membicarakan hal yang remeh-temeh. Sebut saja tagar #uninstalljokowi atau #tangkapprabowo yang juga sempat mendunia ketika demam Pilpres melanda beberapa waktu belakangan.

Yang menarik dari mendunianya tagar #matilampu adalah penggunaan istilah "mati lampu" itu sendiri. Saya pribadi cukup alergi mendengar pilihan kalimat "mati lampu" ketika terjadi suatu pemadaman listrik. Tidak hanya pada tagar, tapi orang-orang terdekat saya pun banyak yang menggunakan istilah "mati lampu".

Alasannya sederhana saja. Yang mati kan bukan hanya lampu. Kulkas, setrika listrik, televisi, radio, pendingin udara, dan alat elektronik lainnya juga turut mati, bukan? Kenapa hanya "lampu" yang menjadi kambing-hitam?

Istilah "mati lampu" seharusnya ditujukan jika hanya lampu saja yang mati atau padam. Sementara, pemadaman listrik, seperti yang terjadi kemarin, imbasnya bukan hanya lampu, tapi lebih luas lagi.

Alih-alih menggunakan istilah "mati listrik", atau "pemadaman listrik" yang lebih relevan, masyarakat kita tetap memilih dan mempertahankan "mati lampu". Bahkan istilah tersebut hingga mencapai seluruh penjuru dunia.

Lucunya, tagar #matilistrik berada di urutan kedua trending topic dunia. Posisi ini tentu di bawah tagar #matilampu. CNN Indonesia mencatat, setidaknya tagar #matilampu dicuitkan sebanyak 18.900 kali di Twitter. Artinya, orang yang menggunakan istilah "mati lampu" lebih banyak ketimbang yang menggunakan istilah "mati listrik".

Artinya, mayoritas masyarakat Indonesia masih banyak yang salah kaprah dalam penggunaan istilah pemadaman listrik. Lebih lucu lagi ketika banyak media massa yang seharusnya menjadi sumber edukasi masyarakat, juga menggunakan istilah "mati lampu" pada beritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun