Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

ChatGPT Bisa Jadi Karya Jurnalistik?

11 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 11 Maret 2023   08:28 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ChatGPT dari Kompas.com/Galuh Putri Riyanto

Produksi dari OpenAI yang sedang digandrungi zaman kekinian adalah ChatGPT. Dengan aplikasi ini, kita bisa bertanya apa saja dan menunggu jawaban dari mesin itu.

Sudah banyak pengalaman dari penulis yang menggunakan ChatGPT ini dan mendedahkan di Kompasiana. Sebagian narablog menilai ChatGPT bisa membantu mereka untuk menambah perbendaharaan data. Sebagian orang juga menilai ada banyak manfaat dari menggunakan "mesin pintar" ini.

Saya hendak mendedahkan dari sisi jurnalisme. Karya jurnalistik itu berbasis kejadian faktual dan punya nilai publik. Sebuah peristiwa yang faktual belum tentu bisa jadi berita. Mesti dilihat dahulu apakah ada nilai publik di peristiwa itu.

Kalau peristiwa atau kejadian itu berbasis publik, bisa dijadikan berita. Tentu membutuhkan narasumber untuk menjadi aktor dalam tulisan yang hendak dibikin. Kita juga membutuhkan informasi yang sahih yang bisa kita verifikasi.

Misalnya kejadian kekerasan fisik yang melibatkan anak seorang pejabat Ditjen Pajak. Saat kejadian, tentu tidak ada satu pun jurnalis yang ada di sana. Jurnalis dan publik baru tahu kejadian itu ketika diunggah ke media massa dan viral.

Reporter kemudian turun ke lapangan untuk memverifikasi kabar itu. Bahwa ada rekaman yang beredar, tentu sumber yang tidak boleh langsung dipercaya. Ia mesti dicek dahulu apakah benar dan sesuai dengan konteks.

Wartawan kemudian melakukan sejumlah reportase untuk membuktikan kebenaran itu. Di kantor polisilah barangkali sumber pertama yang valid bisa didapatkan. 

Ekspose kepolisian menjadi dasar untuk menuliskan kejadian itu. Dari situlah kemudian bergulir terus-menerus soal itu sampai dengan sekarang. 

Kini urusan rada panjang sampai ke KPK. Si pejabat Ditjen Pajak pun sedang jadi sorotan karena punya rekening yang total jenderalnya ratusan miliar mendekati triliunan. Wow.

Nah, dari sini menjadi jelas, bahwa untuk menulis berita, memang kita membutuhkan narasumber tepercaya. Sekarang pertanyaan itu, kita ajukan untuk ChatGPT. 

Kira-kira adalah kemampuan dari mesin ini untuk membentuk satu fakta di lapangan menjadi berita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun