Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Men Care, Menjaga Keseimbangan Peran dalam Rumah Tangga

29 Januari 2023   15:49 Diperbarui: 29 Januari 2023   15:53 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nuh Muzaffar Quthuz dan Mirai Al Biruni. Dokumentasi Pribadi

Beberapa tahun lalu saya intensif mengikuti banyak kegiatan diskusi berkenaan dengan program Men Care ini. Ini diinisiasi lembaga swadaya masyarakat Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung. 

Dulu nama direktur pelaksana daerahnya Herdi Mansyah. Kami biasa memanggilnya Bang Herdi.

Ada beberapa kali kami mengadakan jurnalis forum untuk membahas soal Men Care ini. Ini bertujuan memberikan perspektif bahwa tugas domestik rumah tangga tak melulu jadi kiprah perempuan.

Kebanyakan persepsi orang adalah perempuan itu yang mengurus penuh urusan rumah tangga. Misalnya, mencuci pakaian (meski sudah ada mesin cuci), menyapu rumah, mengepel, memandikan anak, memasak, menyiapkan keperluan anak dan suami, serta lainnya.

Kerjaan seabrek ini kadang dilakoni banyak perempuan yang juga bekerja, sama seperti suami mereka, sama-sama mencari nafkah.

Jauh sebelum ada diskusi soal Men Care ini, performa saya di rumah sebetulnya sudah mendekati apa yang disebut program Men Care ini.

Hidup saya di dalam rumah lazim saya mulai jam sepuluh malam. Biasanya jam sepuluh saya mengisi air secara manual ke mesin cuci. 

Pakaian kotor saya masukkan, rendam sebentar terus mulai mengaktifkan mesin.

Sambil menunggu mesin berputar, saya memasak air. Oh iya, sejak saya kecil sampai sekarang punya keluarga sendiri, kami tak pernah minum air kemasan atau air galon. Kami minum air matang yang dimasak.

Memasak air ini lumayan juga karena jumlah anggota keluarga di rumah ada lima orang. Saya, istri, dua anak laki-laki, dan ibu mertua.

Selesai air matang, mesin cuci biasanya selesai juga. Supaya tidak jadi kerjaan di pagi hari, saya kemudian menjemur di lantai atas. 

Rumah kami kecil. Terpaksa ada lantai atas untuk tempat tidur anak-anak dan menjemur pakaian.

Bagian ruang keluarga dan ruang tamu jika saya masih ada tenaga, saya bersihkan semampunya. Setidaknya jangan kelihatan berantakan amat.

Kalau dua kerjaan ini sudah kelar, pagi agak aman untuk aktivitas. Kami biasa berjalan kaki usai istri membuat sarapan selepas salat subuh.

Pagi-pagi juga ruang depan sudah mesti bersih dan tas anak-anak sekolah sudah dipersiapkan. Tadi persoalannya, karena ruangan terbatas, sepeda motor kalau malam masuk, demikian juga sepeda anak-anak. 

Pagi-pagi, dua kendaraan itu mesti dikeluarkan supaya tidak sumpek.

Oh iya, kedekatan saya dengan anak-anak juga sudah sejak bayi. Cukup sekali lihat mertua memandikan cucunya, saya kemudian ambil alih. 

Dua anak saya, sejak kecil saya yang memandikan. Beberapa tetangga yang dahulu pernah datang waktu anak kami masih kecil banyak yang heran. 

Kok saya lentur sekali memandikan anak-anak. Saya jawab saja, masak memandikan anak sendiri tidak bisa, hahaha.

Soal pilihan tema Kompasiana tentang pengalaman program hamil, sejujurnya tidak begitu kami niatkan. Sebab, setelah menikah, kami normal saja. Tentu dong kepengen cepat punya anak.

Secara fisik kami berdua sehat. Alhamdulillah setelah lima belas tahun berkeluarga ini, kami dikaruniai dua putra. 

Nuh Muzaffar Quthuz, putra sulung kami, sekarang kelas VIII SMP. Adiknya, Mirai Al Biruni, kelas III SD. Jarak memang lumayan jauh.

Maklum kedua anak saya lahir operasi sesar. Nuh lahir 4,1 kilogram, Mirai lahir 4,0 kilogram. 

Nuh lahir tahun 2008 bulan November setelah ditunggu 12 jam usai bukaan pertama, tapi belum ada tarikan untuk mau brojol, hehehe. Mungkin sudah nasib, diterima saja, disyukuri.

Tapi yang jelas, waktu awal nikah itu kami memang tidak ada kata menunda. Kami ingin segera punya anak. 

Yang saya ingat waktu itu banyak doa saja. Doa yang banyak, ikhtiar yang maksimal. Sudah itu saja.

Kalau soal menata manajemen rumah tangga, seperti di awal tulisan ini, saya memang sudah terlatih gerak cepat urusan rumah tangga. 

Kecuali untuk hal yang berkenaan dengan pertukangan, listrik, dan sebagainya, saya lebih suka mencari orang ketimbang saya yang mengerjakan. Bukannya tidak mau, memang tidak bisa saja, hahaha.

Oh iya, pagi itu saya masih menyempatkan menyapu dan mengepel sesekali bergantian dengan istri. Karena kami sama-sama orang media massa, dan istri produser eksekutif televisi berjaringan nasional, saat dia masak kadang masih cek ponsel untuk penugasan reporter di lapangan atau persiapan di studio. 

Saya memakluminya. Karena itu, beberapa kerjaan saya yang ambil alih biar cepat.

Lagi pula kami tidak mesti buru-buru amat ke kantor. Kadang saya mengantar istri pukul 09,30, bahkan pernah pukul 10.00. 

Saya dengan kondisi mengelola web sendiri lebih enak atur waktu. Sudah cukup jadi orang gajian belasan tahun, hehehe.

Masukan untuk pasangan muda dalam membina keluarga, khususnya untuk merencanakan program kehamilan, bisa dibicarakan baik-baik. Saran saya sih satu saja. Tidak usah ada program menunda-nunda.

Hamil atau tidak itu urusan Tuhan soalnya. Kita ikhtiar tapi Allah swt lah yang menentukan. 

Makanya, mau dapat rezeki anak kenapa pakai ditunda segala. Kecuali barangkali untuk sesuatu yang memang mesti ditunda. 

Namun, kuasa menunda atau tidak itu kan tidak di tangan kita. Kuasanya ada di hak prerogatif Allah swt.

Kemudian, komunikasi dan manajemen di rumah tangga diatur simpel dan enjoy saja. Tidak mesti ada aturan siapa mengerjakan apa. Siapa yang bisa dan lebih longgar waktunya, silakan mengerjakan.

Saya pun kalau bisa masak, mungkin malam itu sudah saya persiapkan bumbu untuk pagi hari. Persoalannya saya tak ahli memasak. 

Tapi kalau diadu bikin nasi goreng, saya sanggup dan kebanyakan orang bilang enak. Nasi goreng saya mesti pedas dengan cabai, tomat, bawang merah, bawang putih yang diulek, tidak diblender pakai mesin. 

Rasanya beda antara ulekan batu dengan blender. Apalagi dicampur kecap asin sedikit dengan dua telur ceplok mata sapi, uh yummy pasti.

Itu sih yang bisa saya ceritakan. Ini demi keseimbangan peran saja di rumah tangga. 

Yang jelas, suami adalah kepala keluarga. Tugas untuk mencari nafkah utama ada di tangan suami. 

Juga untuk mendidik anak, ayah atau suami juga punya peran. Kata banyak orang, anak yang tumbuh dan dekat dengan ayahnya lebih punya kans untuk jadi anak saleh dan saleha serta cerdas plus sukses di masa depan, ketimbang yang tidak. 

Saya belum survei sih, cuma saya percaya saja. Selamat memprogram kehamilan buat Anda keluarga muda atau yang sudah beberapa lama berkeluarga dan kini hendak memulai lagi program kehamilan untuk istri tercinta. [Adian Saputra]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun