Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Dosa Besar Wartawan: Mengarang Menjiplak Memeras

7 Januari 2023   10:18 Diperbarui: 7 Januari 2023   10:33 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. | Dokumentasi Adian Saputra

Jurnalis memang manusia biasa. Wartawan wajar jika melakukan kesalahan. Mungkin dalam hal teknis masih bisa ditoleransi. Namun, kalau sudah pada sikap, itu yang susah ditoleransi.

Ada tiga hal yang membuat wartawan punya dosa besar yang sulit berampun. Mau tanya apa saja? Kamu nanya? Ini saya beri tahu.

Kesatu, mengarang

Mengarang memang bagus. Mengarang adalah kegiatan kreatif. Namun, kalau yang dikarang ini adalah hal yang tidak ada sama sekali, itu yang runyam.

Seorang repoter di kantor saya yang lama pernah kena maki-maki pemimpin redaksinya. Gara-garanya, si reporter menulis berita yang tidak ada kejadian aslinya. Ia dapat kabar itu dari teman akrabnya. Karena percaya, informasi itu ditulis dan masuk koran.

Pemimpin redaksi ditelepon orang yang protes karena disebut di berita itu. Usut punya usut, wartawan tadi tidak melakukan verifikasi lagi terhadap informasi yang ia dengar. Mengarang berita yang tidak ada kejadiannya adalah sebuah dosa besar.

Ada film judulnya Shattered Glass. Ini film berbasis kisah nyata. Film ini bercerita soal wartawan muda di majalah The New Republic. Nama wartawan ini Stephen Glass. Glass penulis yang produktif. Feature-nya senantiasa ditunggu pembaca karena sangat menarik.

Glass pernah menulis soal pertemuan para peretas dengan judul artikel "Hack Heaven". Artikelnya bagus sekali. Tulisan itu kemudian dibaca editor Forbes Digital. Ia heran ada artikel sebagus ini tapi di media yang ia kelola tidak ada.

Ia kemudian kontak reporternya, kenapa tidak menulis sebagaimana yang ditulis Glass di The New Republic. Si jurnalis ini geleng-geleng. Ia yang biasa menulis soal IT tidak tahu soal ini. Apalagi ada semacam pertemuan para peretas atau hacker.

Karena penasaran, ia menguliti artikel Glass. Semua nama dan tempat yang ditulis Glass di artikel itu, ia cek. Hasilnya, ia sampai pada kesimpulan. Artikel Glass mengada-ada.

Editor Forbes Digital kontak editor The New Republic. Dua pemimpin redaksi kemudian membahas.

Chuck, editor The New Republic, menyelidiki sendiri soal artikel itu. Ia meminta Glass menunjukkan tunjukkan tempat yang ia tulis itu. Glass gagap. Chuck marah besar. Ia tahu Glass bohong.

Glass disidang. Semua artikel yang pernah ia tulis, dipertanyakan. Sebagian besar memang hasil karangan alias tidak pernah ada kejadian nyata. Astagfirullah.

Kedua, plagiarisme

Dosa kedua wartawan adalah menjiplak, mencontek, atau memplagiat. Maknanya, menduplikasi karya orang kemudian diakui sebagai karyanya. Menjiplak bisa dari satu sumber atau dari sumber lain. Penulis juga bisa terkena dosa ini.

Biasanya orang melakukan itu karena mau menulis tapi kurang ide. Kemudian ia baca beberapa artikel sejenis. Karena dilihat bagus, karya itu kemudian dijiplak.

Waktu saya masih kerja di koran, ada seorang teman kasih tahu bahwa ada esai yang hasil jiplakan. Teman ini, kini dosen di sebuah kampus negeri di Lampung, menunjukkan letak plagiarisme dari esai yang ditulis si penulis. Kata teman dosen ini, penjiplak ini mengambil tulisan dari sebuah kata pengantar sebuah buku. Astagfirullah.

Redaksi kemudian rapat dan memutuskan memberikan coretan hitam kepada si penulis itu. Ia di-black list. Artinya, mau sampai kapan pun menulis, tidak bakalan dimuat di media massa itu lagi. Ngeri. Entahlah kalau ia pakai nama orang lain.

Tapi esensinya adalah jangan sekali-kali menjiplak tulisan. Kalau memang ada bagian utuh yang mau dikutip, silakan saja kutip dan sebutkan sumber buku atau artikelnya. 

Kita bisa selamat jika demikian. Namun, kalau mengaku-ngaku karya orang menjadi karya kita, itu yang berbahaya. Ya Allah jauhkan kami dari perilaku ini.

Ketiga, memeras

Di Bandar Lampung sekitar beberapa bulan lalu marak berita ada wartawan memeras. Jumpah oknum wartawannya juga lebih dari satu orang. Mereka memeras narasumber dengan meminta uang. Para penjahat jurnalis ini rupanya tahu kesilapan si oknum seseorang yang punya jabatan.

Dari situ mereka mengancam akan menulis. Narasumber takut. Ia akhirnya memberi duit. Namun, berita rupanya masih akan ditulis ke media massa online. Para oknum wartawan kemudian minta duit tambahan.

Narasumber yang sedang kalut ini tidak punya uang lagi. Ia melapor ke polisi. Oleh polisi disarankan untuk mengiyakan dan berjanji memberikan di suatu tempat.

Saatnya tiba, transaksi dilakukan. Polisi sudah ada di lokasi. Tangkap tangan. Ada uang sebagai barang bukti kuat. Masuk pengadilan. Ujungnya selesai dengan skema restorative justice.

Ya Allah jauhkan kami juga dari perilaku tercela ini. Bandar Lampung, Sabtu, 7 Januari 2023. Salam hangat dari Bandar Lampung. [Adian Saputra]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun