Mohon tunggu...
Alif Bengkok
Alif Bengkok Mohon Tunggu... -

Jika kau mendengan sesuatu yang baik tentang ku, maka itu layak diragukan... jika kau mendengar sesuatu yang buruk tentang ku, maka itu berkemungkinan benar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Drama "OJOL" Indonesia

7 Mei 2018   08:47 Diperbarui: 7 Mei 2018   09:10 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Catatan Reportase.

Tepatnya 27 Maret 2018 jalan antara Instana Negara sampai ke Monas dipadati kerumunan massa berjaket hijau, ya , terjadi demontrasi yang dilakukan oleh para pengemudi ojek online dengan tuntutan Rasionalisasi Tarif dari Rp.1600/Km menjadi Rp.4000/Km dan Perngaturan Regulasi Profesi Pengemudi Ojek online. Ribuan masa berkumpul, pekik demi pekik orasi dikumandangkan menyerukan tuntutan. Ada sebuah orasi menarik dimana salah seorang pengemudi ber orasi kurang lebih begini

" Alasan kita berkumpulhari ini adalah karena kita tidak ingin mengulang sejarah!!!  Sejarah yang mana..?!!! sejarah nenek kakek kita sendiri, dimana mereka waktu itu dipaksa menanam kopi oleh belanda, tanah milik mereka (Kakek nenek kita),bibit milik mereka, tenaga tenaga mereka, kemudian ketika panen dibeli dengan harga sangat murah tanpa ada negoisasi harga oleh pemerintah belanda!!!! Itu sejarah penjajahan Bang!!!  Dan disini hari ini apa yang dulu dirasain nenek kakek kita kita rasain lagi bang, Motor punya kita,hape ya punya kita,bensin punya kita , bahkan atribut ini pun kita beli, tapi apa pernah kita diajak negoisasi soal harga!!!! Lantas apa beda zaman penjajahan dengan apa yang kita rasain sekarang....?!!!!"

Orasi diatas seolah menjadi stimulus bagi sebuah mobilisasi fikiran dan psikologis untuk para peserta demo, sebuah metoda perbandingan sejarah yang sebenarnya secara faktual harus diselidiki dan diuji terlebih dahulu kebenaran muatan orasi tersebut meskipun secara nalar sangat mudah dimengerti, difahami, dan disetujui, dan tak lama kemudian hujan turun cukup deras akan tetapi tak satupun peserta demo beranjak, semangat terlanjur berkobar, alih-alih berteduh peserta demo malah ramai-ramai membuat lingkaran mengibar-ngibarkan merah putih sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Ketika hujan mulai mereda perwakilan dari pihak kepolisian memberi sambutan dan mengapresiasi suasana kondusif sepanjang demo, kemudian disusul kabar gembira dari perwakilan yang masuk ke dalam Istana dan ternyata berdiskusi langsung dengan RI-1 yang bersedia memediasi dan memandatkan pada mentri terkait melakukan tindakan yang diperlukan melibatkan pihak Aplikator dan Perwakilan Pengemudi Ojol.

234

Aksi lanjutan 273 menjadi wajib adanya karena dirasa sama sekali tidak membuahkan hasil . Pertemuan yang sudah dimandatkan dan diagendakan olehRI-1 hanya dihadiri mentri  Perhubungan dan pihak Aplikator tanpa melibatkan Perwakilan pengemudi, ya pertemuan memang terjadi akan tetapi tak nampak adanya kesepakatan apapun disana atau mungkin terjadi kesepakatan yang sengaja tidak dinampakan. Intinya Rasionalisasi tarif tidak terjadi dan Regulasi Hukum masih Utopia.

Kali ini Gedung DPR/MPR dipilih sebagai lokasi, aksi diagendakan pukul 13.00 akan tetapi sampai 12.30 halam gedung DPR/MPR masih nampak sepi, hanya ada beberapa pengemudi dan dua baris Taruna muda yang berjaga. Tepat pukul 13.00 mulai terdengar deru suara dai arah jalan Asia-Afrika ribuan masa berjaket hijau bebaris dan memanjar memenuhi ruas jalan, spanduk-spanduk dan poster-poster  berisi aspirasi nampak terentang, theater jalanan digelar dengan beberapa aktor mengunakan helm menjerit-jerit diatas kuda-kudan yang ia naiki karena dicambuk bertubi-tubi oleh seorang aktor lainya, suara pekik yel-yel tuntutanpun semakin riuh dinyanyikan.

Setelah mobil komando terparkir lagu kebangsaan mulai dinyanyikan INDONESIA RAYA dan SATU NUSA SATU BANGSA jadi pilihan. Orasi demi orasi pun mulai disuarakan, kali ini saya dapat giliran ketiga untuk ber-orasi....

"Bang orasi gue di aksi sebelumnya gue ngajak lu semua mundur kemasa penjajahan sebagai perbandingan, dan seharusnya itu bener-bener jadi tamparan karena gue pake bahasa sarkasme gue pake bahasa sindiran, dan buar orang orang pinter sindiran itu jauh lebih menyakitkan dibanding hinaan secara langsung, tapi apa yang kita dapet bang?!!! Kita nggak dapet apa-apa!!! Hari ini gw bakal ngajak lu semua mundur lagi bang tapi nggak jauh-jauh , gw ajak u mundur ke beberapa tahun yang lalu pas kita mulai sekolah kelas 1 SD, lu semua pasti masih pada inget sambil makein kita baju seragam sekolah emak bapak kita selalu nyanya berulang-ulang " dede kalo udah gede mau jadi apa...?" dan saat itu kita yang masih polos yang bahkan belum mampu hidup mandiri kita semua udah berani bercita-cita, kita jawab kita pengen jadi dokter, pengen jadi pilot, pengen jadi presiden, sekarang gw tanya !? ada nggak yang jawab pengen jadi tukang ojek?!!! Ada kagak?!!! Ya bener bang ini bukan cita-cita kita, jadi tukang ojek bukan cita-cita kita!!! Ini semua kita lakuin semata-mata buat bertahan hidup !!!! dan sayangnya Cuma inilah satu-satunya cita-cita kita sekarang!!! Ya satu-satunya cita-cita kita sekarang adalah BER-TA-HAN HI-DUP!!!! Tuhan kasih kita bakat bang ,Tuhan kasih kita talenta  gw tau diantara lu semua mungkin ada yang berbakat jadi MUSISI, mungkin ada yang berbakat jadi ILMUWAN bakat lu sebenernya jadi ini jadi itu tapi itu semua hari ini kita kubur sendiri dalem-dalem karena kita udah kebangetan sibuk buat BER-TA-HAN HI-DUP!!!! Cuma selisih satu generasi bang dimana dulu biarpun bapak kita petani mereka bisa punya tanah, biarpun bapak kita buruh mereka bisa punya rumah , dan hari ini bang jangankan ngejar cita-cita pengen punya rumah ajah keringet kita sampe ke bol-bol , dan itu tetep belum cukup, satu-satunya harapan logis punya rumah adalah nunggu warisan, Cuma selisih satu generasi bang dimana kemaren orang tua kita masih bertanya apa cita-cita kita, dan hari ini kita pas jadi orang tua pas anak kita pertama kali masuk sekolah kita udah kagak nanya apa cita-cita mereka. Lu tau kenapa bang, kenapa kita nggak tanya apa cita-cita anak-anak kita...?!!!!

Lu mau tau jawabanya bang?!!!

Kalo lu mau tau gue kasih tau, tapi pastiin hati lu semua siap!!!

Siapin hati lu bang , jangan ampe dia meleleh karena terbakar!!!!

Jawabanya sederhana bang, dan jawaban ini gue nggak ngambil dari mana-mana gue ngambil dari lubuk hati lu yang paling dalem...

Kenapa sekarang ini kita lupa tanyak apa cita-cita anak-anak kita...????!!!!

Jawabanya ialah karena hati kita udah tau, naluri kita udah ngerti, urat syaraf kita udah faham bahwasanya kalau keadaan seperti ini , kalau keadaan ini terus berlanjut maka sesaat setelah anak-anak kita lulus sekolah mereka bakalan langsung jadi JONGOS, MEREKA BAKALAN LANGSUNG JADI BUDAK-BUDAK, DAN MEREKA ANAK-ANAK KITA KAGA BUTUH CITA-CITA...!!!!!

Sama persis seperti yang kita rasain sekarang!!! Maka dari itu kepada buah hati kita kita sama sekali kagak nanya apa cita-cita mereka, karena kita sebenernya udah tau mereka kagak butuh itu!!!

Bang kalo ampe hari ini kita pulang kagak bawa hasil udah bang, yang udah udah juga kita kagak bisa percaya lagi sama yang ada di istana ,kita kaga usah percaya lagi sama yang ada di gedung DPR, dan kita udah nggak usah demo lagi, karena satu-satunya cara logis yang masih mungkin ialah bukan dengan cara demo , tapi dengan cara kita kolekan kita patungan nih semuanya seorang 100 rebu kita kumpulin kita bawa ke-meja mereka dan langsung nego harga berapa duit musti kita bawain biar nih rasionalisasi tarif ama regulasi hukum bisa keluar, karena mereka semua udah nggak kenal lagi sama kebenaran, mereka udah nggak kenal sama keadilan satau satunya yang mereka kenal dan mereka sembah adalah UANG...!!!! woi denger nih dan kalo u berani buktiin kata-kata gw salah coba buktiin kalo lu anggota dewan bisa ngeluarin regulasi hukum dan bikin rasionalisasi tarif jadi kenyataan!!!"

Lagi unsur perbandingan mundur penalarn logika dan sarkasme saya gunakan dalam orasi tersebut....

Orasi terus dikumandangkan bergiliran diselingi dengan BENTO dan BONGKAR dari koleksi lagu bang iwan,  dan meski terwarnai dengan insiden kecil sweping dijalanan dan matinya sound sytem dimobil komando karena mini genset  kehabisan bensin. Secara keseluruhan demo berjalan dengan lancar dan aman dan dipungkasi dengan "janji" dari ketua komisi  V.

BENANG MERAH Vs BAWANG MERAH.... ( sebuah ilustrasi imajinatif)

Saya belajar dari SiMbah bahwa selain TUHAN tidak ada hal yang benar-benar berdiri sendiri, ada lapisan-lapisan dari masalah, saya sederhanakan menjadi bawang merah, ya sejenis sayuran atau buah ( sebentar saya rasanya perlu lakukan riset terlebih dahulu bawang  itu sejenis sayur atau buah ( baiklah saya skip saja ) ) yang apabila kita kupas lapisan pertama maka kita akan temukan lapisan kedua dam seterusnya....

Dan masih dari nilai yang saya pelajari dari SiMbah, dalam setiap lapisan dari suatu masalah ada korelasi yang berkaitan, saya sederhanakan menjadi benang merah...

Dari itu sub judul kali ini saya berinama Benang merah Vs Bawang merah...

Baik saya mulai ketika seorang anak lahir di desa, dari bayi ia menjadi balita, kemudian ia beranjak remaja, nah dimasa remajanya ini karena budaya saling memperbandingkan diri tengah merajai akal dan pemikiran kebanyakan manusia saat ini, maka sang remaja merasa iri kepada temanya yang memiliki ponsel bagus dan sepeda motor maka ia pun merajuk kepada ayah ibunya yang seorang petani untuk dibelikan ponsel dan sepeda motor, kemudian mau tidak mau mengatas namakan kasih sayang kepada anaknya yang sebenarnya tidak lain dan tidak bukan adalah muslihat halus budaya memperbandingkan diri dengan orang lain memakai topeng kasih sayang, ya , ternyata budaya ini bukan hanya menjangkiti remaja tetapi juga anak-anak , orang dewasa maupun orang yang sudah tua secara usia, setelah beberapa kali runding palsu akhirnya sang ayah dan ibu menyepakati alibi keterpaksaan yang dikarnakan kasih sayang  kepada anak tercinta untuk menjual sebagian  tanah dan sawah mereka guna memenihi keinginan anaknya, singkat cerita.... permintaan demi permintaan sang anak tercinta berbanding lurus dengan sebagian dan sebagian lagi tanah dan sawah terus terjual hingga yang tersisa hanya sebidang tanah yang di tempati oleh keluarga mereka, sampai ketika sang anak sudah semakin beranjak dewasa dan sudah saatnya menikah maka untuk biaya pernikahan surat tanah dan rumah pun tergadai.

Si anak pun pada saatnya menjadi seorang ayah, memiliki anak dan sebagai mana adanya, kedua orang tuanya pun semakin tua dan renta, maka terdorong oleh tiadanya lagi tempat bergantung secara ekonomi maka kemudian sang ayah muda mau tidak mau harus berangkat kekota untuk bekerja dan mencari nafkah bagi keluarganya....

Sebelumnya saya ajak sedikit mendalami karakter si ayah muda, coba anda sedikit menalar lewat imaji anda masing-masing, menurut anda seberapa tinggi tingkat kecerdasan, kepintaran, inisiatif maupun kemampuan kerja seorang yang membuai diri dengan kemanjaan dan kemanjaan, saya rasa mungkin saja penilaian kita berbeda-beda , hanya apabila saya tarik garis lurus maka rasanya akan sangat mudah untuk sepakat berkata bahwa kepintaran ,kecerdasan, inisiatif dan kemampuan kerjanya dibawah rata-rata... akan tetapi s toh dia bisa naik-kelas, lulus sekolah bahkan jadi sarjana !, saya rasa hal tersebut bisa kita urai lagi sebagai bawang yang baru, karena faktanya ada sistem pencontekan terstruktur guna menyelamatkan reputasi instansi penyelenggara pendidikan( bila anda memilih berfikir negatif ) atau ada pemaksimalan kerja otak non-permanent yang di stimulus oleh insting keterdesakan menjelang ujian dan di imbangi dengan upaya-upaya seperti ikut paket les menjelang ujian ataupun kebrutalan cara belajar yang populer disebut "sistem kebut semalam" membuat kemampuan hafal dan fikir meningkat secara mendadak dan temporer ( jika anda berfikir positif ), atau mungkin bahkan koplikasi keduanya, membuat ia ataupun banyak murid berhasil melewati ujian.

Baik saya lanjutkan sebelum teralihkan fokus pada bawang yang lain yang mungkin kita bisa bahas dalam tulisan-tulisan berikutnya...

Di tengah kota besar sang ayah muda yang apa adanya ini akhirnya mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanya, sayangnya kita tidak bisa miris dengan hal itu, karena fakta dilapangan, kehidupan kebanyakan manusia Indonesia memang demikian adanya.

Sebut saja kota besar yang dituju siayah muda ini adalah Jakarta, di sebuah kota dimana angka Rp(Rupiah) hidup layak sudah menyentuh angka Delapan juta, akan tetapi Upah rata-rata hanya di angka Tiga jutaan maka tentu saja terjadi  kesenjangan yang sederhanaya kita bisa pinjam Pribahasa " Besar Pasak daripada Tiang". Kemudian untuk mengimbangi  kesenjangan tersebut sang ayah muda mengunakan sisa waktu dan tenaganya sebisa-bisa, ia berdagang secara online dan juga menjadi driver ojek online untuk mendapat penghasilan tambahan. Dan apa yang terjadi pada sang ayah muda mengkin menjadi alternatif pilihan jawaban membadainya bisnis online dan driver online.

Sisi sisi lain...

Sebisa mungkin saya akan coba terus mengerucut, akan tetapi untuk keperluan keluasan pandangan saya juga mengajak anda menengok sisi sisi lain seperti ke manakah tanah dan sawah para petani terjual ? , tidak lain dan tidak bukan adalah kepada perusahaan-perusahaan besar yang kemudian digunakan sebagia-nya untuk membuat pabrik-pabrik dan sebagian lain tetap digunakan sebagai lahan pertanian yang dikuasai koorporasi tertentu, ya, meskipun pabrik dan lahan tetap pada tempatnya akan tetapi transaksi keuangan terpusat di Ibu Kota, sehingga putaran uang didaerah sangat kecil, hal ini juga semakin mendorong urbanisasi terus terpacu cambuk, kemudian juga kesetian pada undang-undang ketenaga kerjaan yang semakin hilang karena perundangan tertimpa peraturan Out-sourching yang diperburuk lagi dengan kegagapan menghadapi Croud-sourching sehingga bagi kebanyakan orang, menjadi karyawan tetap dengan kepastian hukum hanyalah utopia. Kemudian penghargaan sistim pendidikan yang sama sekali tidak berpihak kepada bakat dan talenta masing-masing manusia. kalaupun ada yang berhasil meraih cita-cita dan hidup dijati diri pastinya dibalik itu ada pengorbanan tak terkira yang harus dilakukan sehingga hanya mampu dicapai segelintir orang.

Kemudian saya juga beri stimulus lain, dimana  sosok anak desa diatas anda ilustrasikan sebagai anak seorang nelayan, atau mungkin anak seorang buruh atau anda rubah variabel lainya misalnya tokoh anak tadi sekarang anda pasangkan dengan orang tua yang tidak memiliki tanah sehinggga akhirnya dana yang seharusnya bisa digunakan untuk biaya pendidikanya terpakai habis oleh keinginan dan terpaksa putus sekolah, dan karena minimnya pendidikan maka sesaat setelah dia mengadari tanggung jawab keluarga ia malah lari meninggalkan tanggung jawabnya , atau variabel yang agak mendasar seperti jenis kelamin misalnya anda ganti perempuan dimana disana anda mungkin bisa menemukan alasan semakin maraknya prostitusi sampai merambah ke usia sekolah, Selebihnya saya serahkan kepada sedalam dan seluas imaji anda untuk menengok sisi-sisi lain dari ilustrasi diatas. Karena pada pemahaman saya saat ini, ada pola yang sama yang menjangkiti kebanyakan manusia hanya berbeda dalam kadarnya saja.

Terimakasih OJOL

Terlepas dari yang lain saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para Aplikator ojek online, karena lewat mereka saya dan banyak driver lainya berhasil mempertahankan hidup serta menyelamatkan  harkat dan mertabat kehidupan. Dan saya rasa dalam hal ini juga bukan hanya saya yang seharusnya berterima kasih kepada Aplikator, ya, bukan hanya saya tetapi juga banyak unsur masyarakat lainya terutama Penumpang atau Pengguna Jasa dan TNI, POLRI.

Fakta lapangan dimana sebagian besar driver ojek online didominasi oleh para driver yang memang hanya  menggantungkan nafkah keuangan lewat ojek online, yang tentunya apabila ojek online tiba-tiba hilang maka angka statistik pengangguran akan langsung meningkat, pihak Kepolisi an tentunya mengerti betul pengaruh angka pengangguran kepada angka kriminalitas dan pelanggaran norma.

Mari kita jejerkan sepuluh penyakit paling mematikan, kita jejerkan juga sepuluh binatang paling mematikan di dunia, kemudian kita jumlahkan angka kematian dari keduanya untuk kita bandingkan dengan akangka kematian yang diakibatkan kecelakaan lalulintas, tentunya masih jauh lebih besar angka kematian akibat kecelakaan lalulintas, sekilas kita memperoleh gambaran sebuah militansi keberanian dari setiap driver baik itu disadari ataupun tidak disadari, secara pada dasarnya semua driver sudah faham betul resiko ketika turun kejalan dalam rangka mencari nafkah penghidupan, jangankan hanya bersenggolan dengan kendaraan lain bahkan kehilangan nyawa bisa terjadi kapan saja dimana saja, sekalipun semua driver tentunya sangat berhati-hati dalam berkendara. Kecelakaan fatal  bisa sajah terjadi akibat kelalaian orang lain. Secara singkat saya ingin menyampaikan bahwa jenis militansi seperti ini juga sangat berguna dalam melaksanakan hak bela negara, sehingga apabila terjadi sesuatu pada bangsa ini maka yang ada di garda depan bukan hanya seragam hijau TNI tetapi juga seragam hijau Driver Online.

Kemudian kepada pihak penumpang saya juga ingin mengingatkan bahwasanya Aplikasi hanyalah sebuah perantara, selebihnya yang terjadi adalah hubungan antar manusia, dimana bisa saja terjadi kesalah fahaman atau hal-hal lainya yang menjengkelkan, akan tetapi izinkan saya mengutip kalimat Gus Dur " Kemanusiaan lebih penting daripada Politik " dan menurut saya Kemanusiaan bahkan lebih penting dan utama dari apapun sehingga hal-hal menjengkelkan dan kesalah fahaman bisa kita reduksi dengan saling mengerti , saling memahami dan memaklumi,ya, karena tantangan terbesar kemanusiaan adalah saling mengerti , memahami satu sama salin dan kesediaan permakluman.

Pada kelas Dua SLTP ( Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ) karena Almarhum ayah saya adalah penjual roti keliling maka di rumah kami banyak sekali stok kertas seperti buku telepon ataupun buku-buku bekas yang nantinya kan digunakan sebagai alat pembungkus, pada saat itu saya menemukan sebuah buku berjudul TQM ( Total Quality Management ), saya baca sampai habis buku itu dan ternyata cukup mudah memahami isinya. Isi buku tersebut mengenai sebuah sistem perusahaan yang berkualitas secara total, memenuhi kebutuhan kesejahteraan seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan mulai dari lapisan terbawah sampai yang paling atas, ya , memang sangat mudah memahami TQM karena tantanganya memang bukan disitu, tantanganya berada pada kesetiaan melakukan evaluasi terus menerus pada setiap sub-sub sytem dan indikator-indikator kesejahteraan atau kebahagiaan serta produktivitas kerja. Apakah pembebasan memakai pakaian casual di kantor berhasil mereduksi stres kerja, atau malah sebaliknya membuat produktivitas kerja malah menurun karena casualitas berpakaian  juga bisa jadi memicu ketidak seriusan kerja, kemudian aksi demo yang merupakan expresi ketidakpuasaan pada putusan perusahaan bukankah mengindikasikan bahwasanya terjadi ketidak seimbangan yang juga mengatikan bahwa sistem yang berjalan tidak berkualitas secara total.

Tidak bisa berharap pada siapapun...Kecuali...!

Kembali kepada Benang Merah Vs Bawang Merah, silahkan kembali simulasikan, ulang kembali simulasinya dengan kreativitas penalaran anda masing-masing dengan mengubah variable-variable nya,  maka seketika anda semua bisa jadi pengamat sosial, dan dengan kesediaan latihan terus-menerus sambil juga terus-menerus membandingkannya dengan kenyataan yang ada, maka anda semua bisa jadi ahli dalam hal ini. Dan saya harus sampaikan juga, sebelum anda semua terjebak pada suatu kelelahan yang membawa anda pada stres dan depresi karena ternyata ada pembuktian lain dari penilaian SiMbah belasan tahun lalu, bahwa pada masalah sosial yang ada ditengah-tengah manusia saat ini peta masalahnya bisa dijabarkan dengan sangat teliti oleh para ahli, hanya saja sayangnya anda tidak akan menemukan upaya sungguh-sungguh dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Statement diatas menurut saya tentu saja butuh diuji kebenaranya, itu sebabnya tulisan ini saya buat.

SALAH besar....!

Saya mungkin salah ketika saat kelas satu SLTP mengajak Ibunda berdebat tentang bakat dan talenta saya sama sekali tidak di-akomodir oleh sekolah dan sistem pendidikan yang saya jalani. Saya juga salah ketika mengamuk dan merajuk untuk berhenti sekolah saat kelas satu SMA saat itu saya mendebat Ayah soal pendidikan yang Murtad dari fungsinya yakni untuk membekali peserta didik dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi dan kondisi dimasa depan. Jenis pembekalan macam apa yang bisa diberikan pendidikan yang seragam sedangkan peserta didiknya memiliki orientasi masa depan yang otentik pada masing-masing pribadi , ada yang harus mendaki gunung, ada yang menyelami lautan, ada yang mengangkasa memetik bintang, ada juga yang menggali kedasar bumi, pun tak tertinggal ada yang harus menjelajah cakrawala, dengan keotentikanya masing-masing para peserta didik, para peserta didik tetap saja di jejali bekal yang sama, apa bukan Murtad itu namanya. Akhirnya saya mengalah dan tetap ikut serta dalam sistem yang berjalan meskipun dikelas satu saya terpuruk di peringkat raport terendah di kelas namun di kelas tiga saat kelulusan, saya mendapat penghargaan siswa terbaik angkatan 2005.

Dan saya benar-benar terbukti salah saat menyaksikan Lukman sahabat saya, setelah lulus kuliah dan menyandang gelar SH ( Sarjana Hukum ), pada saat itu saya berkhayal melihat lukman dimasa depan menjadi seorang Jaksa Agung, karena saya tahu betul kecerdasanya, integritasnya bahkan kesediannya untuk berkorban untu kepentingan orang lain yang berkali-kali ia tunjukan saat saya lupa membawa topi untuk upacara dan saat saya seringkali tidak mengerjakan PR sekolah, saat itu tanpa fikir panjang Lukman akan menyerahkan topi ataupun buku PR yang ia sudah kerjakan kepada saya sedang ia sendiri menjalani hukuman yang seharusnya saya jalani. Namun takdir berkata lain, saat ini Lukman dengan gelar Sarjana Hukumnya, juga dengan segala keunggulanya malah berprofesi sebagai Pegawai Bank yang bertugas mensurvey kredibilitas nasabah yang mengajukan pinjaman. Saya juga menyaksikan Sahabat  saya yang lain seperti Budi yang sangat berbakat menjadi seniman Fotografi dimana saat ini ia berprofesi sebagai penyedia jasa penggandaan DVD, juga teman saya yang lain yang saya tidak sebut namanya karena yang saya kenal hanya nama online saat ia bertugas menjadi Telemarketing Asuransi yang produktivitasnya penjualanya diatas rata-rata, yang ternyata seorang Sarjana Tehnik. Disatu sisi hati saya teriris perih karena menyaksikan manusia-manusia berbakat dan terpelajar seperti para sahabat dan teman-teman saya harus berkompromi dengan keterdesakan hidup dan akhirnya beradaptasi dengan menjadi diri yang bukan diri mereka sendiri, namun disisi lain saya juga tersadar kepada kesalahan besar saya yang berfikir bahwa bangsa ini sangat butuh sistem pendidikan yang kompatibel dengan keontetikan masing-masing manusia, ternyata itu sebuah salah besar !!! karena faktanya bangsa ini tidak pernah benar-benar butuh pendidikan, hanya dengan sedikit stimulus keterdesakan maka insting adaptasi bertahan hidup manusia-manusia Indonesia akan memacunya membakati apapun, kapanpun, dimanapun dan tentunya dengan keunggulan yang memang ternyata adalah bakat dasar semua manusia Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun