Mohon tunggu...
Adelia Indah Cahyani
Adelia Indah Cahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adah seorang mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta program studi Pendidikan Biologi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Mendidik dengan Ketakutan : Ancaman Besar untuk Nilai Demokrasi dan Kemanusiaan dalam Pancasila

14 Mei 2025   14:45 Diperbarui: 14 Mei 2025   14:45 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Akhir-akhir ini, masyarakat Jawa Barat dibuat resah terhadap kebijakan pendidikan yang dibuat oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dalam kebijakannya tersebut, Dedi berusaha mendisiplinkan pelajar yang "nakal". Ia memberlakukan sistem pembinaan dengan menggunakan barak militer. Pelajar yang melanggar peraturan akan dikirim ke tempat khusus untuk menjalani pelatihan kedisiplinan yang bersifat semi-militer. Kebijakan ini banyak menuai pro kontra dikalangan masyarakat.

Secara singkat, pendekatan ini memang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan klasik disektor pendidikan seperti kenakalan remaja, kurangnya karakter dan pelanggaran tata terbit. Tetapi, jika dikaji lebih dalam pendekatan ini justru memperlihatkan gejala kegagalan dalam memahami esensi pendidikan yaitu sebagai proses memanusiakan manusia. Kebijakan ini secara fundamental sangat bertentangan dengan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. 

Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sejatinya adalah yang menuntun anak untuk menuju kebahagiaan dan keselamatan tertinggi sebagai manusia serta masyarakat. Salah satu kutipan beliau yang terkenal menyebutkan bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat.

Kata menuntun disini memiliki makna yang mendalam. Arti menuntun sangaat berbanding terbalik dengan menghukum, memaksa ataupun menekan siswa. Menuntun berarti membimbing anak dengan empati atau mengarahkan anak supaya bisa berkembang menjadi pribadi yang utuh, bukan semata-mata patuh. Saat pendidikan digantikan dengan sistem barak, maka fungsi menuntun akan tergantikan menjadi fungsi pengendalian yang rawan mengarah kekerasan. Pendekatan pendidikan keras seperti ini melanggar prinsip pendidikan yang harusnya membebaskan.  

Pendidikan yang bersifat otoriter jarang memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir kritis ataupun mengungkapkan pendapat karena anak dikontrol sangat ketat. Pendekatan ini biasanya kurang disenangi oleh anak sehingga dapat menyebablan demotivasi pada anak dan menurunkan kreativitas. Pendidikan otoriter tidak membangun manusia yang merdeka, melainkan manusia yang tunduk. 

Perlu digarisbawahi, pendidikan bukan hanya tentang akademik namun juga tentang rasa aman psikologis di lingkungan belajar. Ketika seorang anak diancam akan dikirim ke barak, proses pendidikan bukan lagi menjadi ruang untuk berkembang tetapi menjadikan ruang ancaman. Hal ini adalah salah satu bentuk kekerasan struktural dimana tekanan dari sistem pendidikan dapat menciptakan ketakukan sistemik yang dapat menyebabkan hilangnya rasa kepercayaan siswa dan pendidik. 

Apabila anak merasa tidak aman, maka ruang berpikir, berkreasi dan berekspresi akan hilang. Sedangkan dalam pendidikan modern apalagi dengan kurikulum yang telah diterapkan di Indonesia yaitu Kurikulum Merdeka justru mendorong anak untuk mengeksplorasi diri. Kurikulum Merdeka ini memberikan keleluasaan bagi pendidik untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar anak. Serangkain projek dilakukan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan sehingga anak dapat belajar secara nyata dari lingkungan sosialnya. Dimana hal ini tidak sejalan dengan kebijakan yang diterapkan.

Pada sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan", dikaitkan dengan konteks pendidikan berarti setiap kebijakan yang diambil harus melibatkan proses musyawarah, tukar menukar pendapat dengan pihak terkait yaitu peserta didik, pendidik dan orang tua.  

Inti dari pendidikan yang bermakna adalah kepedulian, untuk mengembangkan karakter anak tidak harus dilakukan dengan cara menakut-nakuti, namun dapat dilakukan dengan mengajarkan keteladanan yang baik dan konsisten sehingga dapat menjadi contoh bagi anak. Kedisiplinan sejati tidak tumbuh dari rasa takut, namun dari kesadaran akan nilai. Pendidikan adalah jantung peradaban, jantung dari kemajuan suatu bangsa. Jika anak dididik dengan ketakutan, maka akan terbentuk generasi yang patuh namun kehilangan arah. Sudah seharusnya pendidikan berfungsi sebagaimana mestinya, mendidik untuk memerdekakan, bukan untuk menaklukkan. Pendidikan merupakan ruang harapan, bukan ruang hukuman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun