Â
November 2009, yakni saat dimana kata pengantar buku ini ditulis oleh Zaim Saidi, satu dinar adalah Rp 1,45 Juta, dan ternyata harga kambing di tahun 2009 tersebut masih tetap satu dinar. Sebagaimana dimasa lalu kalau beruntung nilai tersebut juga dapat dibelikan sekitar dua ekor kambing. Jadi, dinar (baca:emas) ternyata nilainya tetap stabil.
Â
Demikian isi buku itu menyeruak ke permukaan, meminta haknya untuk bersuara di antara suara-suara riuh  lain di batok kepala saya.
Â
Walaupun seperti itu, toh kita masih mau menabung –karena alasan satu dan lain hal –tidak beralih dengan membeli emas. Kita tetap ke bank. Kita percaya semua akan aman-aman saja. Everything it’s okay. Semua akan berjalan tanpa masalah. Ya, kita percaya penuh pada bank.
Â
Pulpen tali! Ini sebagai bentuk balasan atas kepercayaan kita pada bank. Â Itu sebuah bentuk kepercayaan yang berbanding terbalik dari pihak bank terhadap kita. Seolah-olah kita akan membawa pulpen itu ----dengan atau tanpa sengaja. Dan pihak bank tidak mau mengambil resiko untuk itu. Untuk sebuah benda dengan harga di kisaran sepuluh ribu rupiah. Dan harga itu sepertinya sudah terlalu mahal untuk ukuran sebuah pulpen standar.
Â
Padahal kalau dipikir, uang yang kita simpan dengan harga pulpen itu hampir 50 kali lipat dengan uang yang hendak kita tabung kali pertama.
Â