Â
Kesadaran saya melihat itu tidak hanya sebatas pulpen yang dipasangi tali. Lebih dari itu. Itu salah satu bentuk ketidakpercayaan sebuah institusi yang bernama bank terhadap manusia. Tidak percaya pulpen itu akan tetap di tempatnya jika tidak dipasangi tali.
Memang bukan kali pertama saya melihat hal seperti ini. Tapi hari itu entah kenapa otak saya seperti ada yang merasuki. Ada sesuatu dalam benak saya yang memprovokasi  untuk memikirkan hal itu.
Â
Pandangan saya coba alihkan ke sekitar untuk menggapai-gapai sesuatu. Di sekitar saya orang pada mengantri. Dan mereka kebanyakan akan menaruh uangnya di bank itu. Sama seperti saya juga. Saya akan menyimpan uang saya di bank itu. Dan, ya itu tadi, istilah yang lebih umum yang biasa orang pakai sekarang: membuka rekening baru. Mempercayakan uangnya di bank itu. Percaya tanpa syarat. Siapa berani menjamin uang mereka akan aman di bank? Walaupun memang pemerintah , dengan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)-nya, sudah menjamin semua uang di bank akan tetap aman.
Â
Padahal seperti kita tahu, bukti bahwa kita menyimpan uang disitu hanya sebuah buku tabungan. Dan itupun semua serba komputerisasi. Bagaimana, seumpama, ada sebuah kejadian luar biasa yang menyebabkan seluruh sistem komputerisasi di bank error. Data para penyimpan uang hilang semua? Apa yang akan terjadi. Sedangkan itu data satu-satunya untuk meng-klaim.
Â
Kemudian muncul sebuah buku bersampul merah dalam pikiran saya . Buku itu saya beli di pameran buku tahunan terbesar di dunia yang berlangsung di Indonesia –Big Bad Wolf seharga 15 ribu rupiah. Waktu itu tempat pamerannya di The Ice-BSD. Buku yang berjudul: Perampok Bangsa-Bangsa: Mengapa Emas Harus Jadi Mata Uang Internasional? , yang ditulis  Ahamed Kameel Mydin Meera inipun ikut ambil bagian dalam benak saya. Ikut merecoki pikiran saya.
Â
Di halaman awal, di bagian pengantar buku, Â dijelaskan bahwa investasi yang paling aman adalah investasi dalam bentuk emas. Bukan dalam bentuk tabungan di bank. Kemudian diceritakan di buku terbitan Mizan itu sebuah riwayat dari Bukhari, konon katanya, Nabi Muhammad pernah memberikan satu dinar untuk membeli kambing pada seorang pria bernama Urwah. Lalu Urwah karena kecerdasannya dalam jual-beli, ternyata bisa mendapatkan dua ekor kambing, dimana salah satunya di jual Urwah kembali dengan harga satu dinar.