Waktu menginjak remaja saya belajar Kungfu. Usia saya sekitar 15 tahunan ketika itu. Tidak hanya saya yang belajar. Ada 3 atau 4 kawan lain yang juga ikut belajar. Yang mengajari saya masih sepupu saya dari fihak bapak. Namanya Mang Encung. Kami masih satu desa.
Kungfu yang Mang Encung ajarkan adalah Kungfu dari Cina Selatan.
Menurut cerita Mang Encung, konon tanah daerah selatan licin, gembur dan berlumpur. Tanah seperti itu membuat orang sulit untuk melakukan tendangan tinggi dan lompatan salto seperti di utara.
Para pendekar di selatan pun mengembangkan teknik-teknik pukulan yang sangat mengandalkan kekuatan dan kepadatan tangan. Mereka ada yang berlatih dengan cara membenturkan tangan pada patung kayu (mok yan jong atau wooden dummy) atau benda-benda keras lainnya.
Tendangan pada kung fu selatan sebagian besar diarahkan ke bagian bawah tubuh lawan seperti kaki, lutut, paha atau pinggang. Jumlah persentase jurus-jurus tendangan juga lebih sedikit daripada pukulan.
Keadaan politik di Selatan juga mempengaruhi bentuk seni beladari yang dikembangkan para pendekar di sana. Banyak para pendekar yang mengembangkan seni beladiri di Selatan adalah para patriotik yang berperang melawan pasukan dinasti Ching. Para kaisar dari dinasti tersebut memang sudah lama memusuhi para pendekar kungfu.
Penguasa-penguasa itu takut para pendekar tersebut akan mengalahkan mereka dan merebut kekuasaan. Sehingga, seni beladiri harus dibuat sepraktis mungkin dengan tetap mempertahankan efektifitasnya agar mudah dan cepat dikuasai. Demikian Mang Encung mengakhiri ceritanya.
Kalau latihan tempatnya di tanah lapang dekat rumah Mang Encung. Tempatnya setiap latihan sengaja dibiarkan gelap. Tidak dinyalakan lampu penerangnya. Padahal ada lampu penerang. Sengaja dimatikan. Biar orang yang lewat tidak begitu jelas melihat kami yang sedang berlatih. Juga, kata Mang Encung, itu buat melatih mata kita. Supaya terbiasa di tempat gelap ketika melakukan gerakan-gerakan. Nanti akan terbiasa katanya.
Bahkan konon katanya kalau tingkatan Kungfunya sudah tinggi , tanpa melihat pun kita bisa bertarung dengan musuh kita. Hanya dengan mengandalkan indera pendengaran. Seperti yang sering kita lihat di film-film China Kolosal. Sang pendekar dengan ditutup matanya bisa mengalahkan musuh yang mengepungnya. Hanya dengan mengandalkan pendengaran.
Saya berlatih Kungfu seminggu dua kali. Tiap malam Senin dan Rabu. Waktunya selepas Isya sampai jam sembilan malam. Saya bersama beberapa kawan mengawali sesi latihan dengan pemanasan berupa lari-lari kecil. Dan beberapa gerakan peregangan lainnya. Biar otot tidak kaget, kata Mang Encung.
Setelah itu kami diajarkan jurus-jurus baru. Jurus adalah rangkaian dari beberapa gerakan yang berkesinambungan dan merupakan satu kesatuan. Teknik melatih dan menghafal jurusnya adalah pertama Mang Encung mempraktekkan dulu jurusnya sampai selesai. Dengan perlahan.
Yang saya aneh : Mang Encung tipe orang yang gemuk. Perutnya buncit. Tapi ketika mempraktekkan jurus itu dia terlihat tegap, mantap, penuh tenaga dan yang pasti terlihat lebih gagah. Seperti pendekar-pendekar silat dalam film-film mandarin. Atau kalau saya perhatikan, Mang Encung mirip Samo Hung. Aktor film silat mandarin.