Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Omongan Tetangga di Pos Ronda

5 April 2021   05:55 Diperbarui: 5 April 2021   05:59 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kota, terutama ibu kota, orang-orang sepertiku dihargai, bahkan dipuja-puja oleh generasi muda. Tulisan-tulisanku selalu dinanti mereka, meski tak selalu sepakat, setidaknya mereka memiliki opini memadai untuk membantah pikiran-pikiranku dengan tetap menjaga etika.  Kota memiliki segalanya bagiku, dari anak-anak muda yang haus akan pengetahuan sampai toko buku best seller dengan harga diskon tinggi.

            Mungkin secara perlahan, profesiku sebagai penulis akan tenggelam, jari-jemari akan kaku, dan perlahan ruhku sebagai seorang budak kata akan mati ditinggal nyinyir mulut-mulut penduduk desa. Aku akan berubah seperti mereka, pergi ke ladang dan pulang saat petang.

            Aku... mati muda karena omongan tetangga, jiwa-jiwa kritisku menghilang, digantikan semangat pragmatis agar tak lagi menjadi bahan pembicaraan orang lain yang tak mengerti akan adanya profesi asingku.

            Suasana di pos ronda semakin riuh karena waktu telah menunjukkan pukul dua pagi. Jarot menyedot rokoknya dalam-dalam, sedang Abdi, Ridho, dan Jati masih mentertawaiku. Mulut-mulut mereka fasih, membabat habis setiap lika-liku kehidupanku secara lengkap tanpa ada yang terlewat.

            Beruntung suara jangkrik masih menghiasi langit-langit di malam itu, suaranya tak kalah oleh riuh tawa orang-orang yang berjaga di pos ronda, sedang aku masih terduduk dipojokan menunggu jiwaku mati karena tak mampu lagi menahan segala caci maki sana-sini. Perlahan, hujan rintik membasahi semuanya, lalu membubarkan kerumunan orang-orang. Mereka pulang ke rumah masing-masing, melarutkan diri menuju pagi hari agar esok kembali bekerja. Aku... juga kembali ke rumah, bernapas lega, berjanji tak akan kembali lagi di pos ronda ini. Sebuah tempat berkumpul di mana bapak-bapak rajin bergosip, memakan bangkai manusia lain tanpa penuh penyesalan. Pos ronda bukan lagi tempat berjaga, melainkan tempat bertemu para orang tua untuk bergosip ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun