Mohon tunggu...
Addie DA
Addie DA Mohon Tunggu... Arsitek - Mempunyai profesi sebagai ibu mandor dan tukang gambar bangunan.

Mempunyai hobi menulis yang dipupuk sejak remaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Retori Ironi Cinta

28 Februari 2024   19:54 Diperbarui: 2 Maret 2024   08:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di mana aku bisa?

Aku terus bertanya. Dimana aku bisa?

Bahagia seperti itu. Iya. Bahagia.

Ba.ha.gi.a.

Dimana aku bisa? Kalau aku tidak punya perasaan.

Tapi aku punya keinginan. Keinginan untuk punya perasaan. Seperti kau. Iya. Kau yang tahu perasaanmu. Aku iri. Tapi cuma itu perasaan yang aku punya. Iri. Aku senang, aku sedih, kata orang. Tapi aku tak merasakannya.

Cinta. Aku tak pernah tahu bagaimana rasanya. Sampai kau datang. Ahh... aku benci. Ini picisan sekali. Jelek. Tak akan laku di pasaran. Tapi aku hanya ingin bilang, aku ingin punya perasaan. Seperti kau. Kau yang cinta, kau yang bebas, kau yang kesepian, kau yang tahu apa yang kau mau, kau yang punya perasaan.

Aku memang robot. Robot. Kata orang aku manusia, tapi aku tahu aku robot. Aku tak punya perasaan, tak punya keinginan, selain keinginan untuk bisa merasakan. Aku tak punya kendali, selain dikendalikan. Betapa ingin aku punya perasaan. Aku tak tahu caranya. Aku tak tahu caranya. Tunjukkan caranya, tolonglah aku. Kendalikan aku lagi. Kendalikan, sampai aku punya kendali.

Aku ingin bisa menangis. Aku ingin bisa tertawa. Tanpa ragu, tanpa beban, dengan kendaliku sendiri. Haruskah aku membeli chip pengendali, agar aku punya pengendali yang ada di otakku sendiri. Kau bilang, kalau kau mau, kau pasti bisa. Apa yang aku mau? Aku tak tahu. Kau harus pasang lagi chip kemauan di otakku. Aku terlalu terkendali, terprogram. Aku bukan komputer. Komputer pun kadang bisa menolak perintah. Aku mesin primitif. Aku tak bisa memikirkan apalah aku lebih tepatnya. Mereka bilang aku manusia. Tapi organ-organku terlalu berjalan sesuai kendali, yang bukan kendaliku. Sehingga aku tak punya perasaan, tak punya. Tak punya kemauan.

Aku diperkosa. Kau bilang aku diperkosa. Aku bahkan tak tahu. Terlalu primitif. Aku ingin sekali menjalani hidup yang aku mau. Seperti yang kaulakukan. Kau menjalani hidup yang kau mau. Kau bebas memilih. Kau diperkosa atas kemauanmu.

Penyesalan? Aku tidak menyesal. Aku terima ini semua. Aku terima dengan pasrah, dengan senyum dan air mata yang tak keluar. Aku memang harus bersyukur. Kau juga. KAU HARUS BERSYUKUR. Tapi siapalah yang bisa mengendalikanmu. Mengatakan apa yang harus kau lakukan. Kau bebas memilih. Kau. Manusia. Aku? Aku tak punya pilihan. Aku robot primitif. Ingat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun