Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Menentang PM Najib Membentengi HAM

18 Juni 2016   17:15 Diperbarui: 18 Juni 2016   17:34 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseteruan antara pihak oposisi dengan pemerintah Malaysia seperti tak kunjung berakhir. Setelah terus menggoyang pemerintahan Perdana Menteri (PM) Najib Razak dengan isu korupsi, pertengahan Mei lalu pihak oposisi melemparkan tuduhan terbaru, yakni pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Kemunculan tuduhan itu berdasarkan perintah cekal atas Maria Chin Abdullah, salah satu pemimpin demonstrasi besar tahun lalu. Chin, begitu ia akrab dipanggil, dicegah pergi keluar negeri untuk menerima penghargaan penegakan HAM, Gwangju Award, yang berlangsung di Korea Selatan (Korsel).

Perintah pencekalan membuat muntab aktivis perempuan HAM senior Malaysia itu. Ia menyebut, tindakan pemerintah Malaysia sungguh keterlaluan, menunjukkan keputusasaan dengan menggunakan segala cara untuk mempertahankannya.

Sebagaimana diketahui, Chin adalah pemimpin lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama “Bersih”. Dalam beberapa tahun terakhir, Bersih telah menggelar demonstrasi besar untuk menuntut reformasi sistem pemilu.

LSM ini pula yang menuding bahwa pemilu yang dimenangi PM Najib dipenuhi kecurangan. Kubu PM Najib sudah tegas menolak tudingan itu.

Kepentingan Nasional


Sementara Chin terus menggerutui sikap pemerintahan PM Najib atas dirinya, publik Malaysia melihat yang dilakukan otoritas keamanan sudah tepat, terutama bagi kepentingan hubungan internasional Malaysia. Korsel adalah salah satu mitra bisnis penting bagi Malaysia. Data investasi terkini Negeri Ginseng di Malaysia mencapai US$ 4 miliar.

Investasi itu semakin berkualitas karena pelakunya adalah korporasi besar mulai dari Samsung sebagai investor terbesar, Lotte, hingga Honam Petrochemical. Investasi besar yang juga menjamin kestabilan dunia ketenagakerjaan Malaysia.

Di sektor perdagangan, dalam lima bulan pertama 2016, kedua negara mencatat pertumbuhan sebesar 5,8 persen, hingga mencapai nilai US$ 7 miliar. Sebuah nilai yang cukup besar mengingat dunia bisnis global saat ini tengah mengalami kelesuan.

Lalu, apa kaitannya dengan kepergian Chin ke Korsel untuk menerima penghargaan HAM?

Publik Malaysia melihat, Chin akan membawa citra buruk negeri Malaysia di mata pemerintah dan juga rakyat Korsel. Isu pelanggaran HAM di Malaysia akan menjadi preseden buruk bagi calon investor karena secara otomatis akan meningkatkan level risiko bisnis yang kemungkinan berasal dari eskalasi politik menjadi konflik terbuka.

Yang paling mendekati adalah potensi pemogokan buruh, yang sangat ditakuti investor luar negeri. Jika investor sampai hengkang, dampak selanjutnya adalah PHK besar-besaran, yang jelas dihindari oleh siapa pun yang menginginkan Malaysia lebih damai dan sejahtera.

Apalagi kondisi ekonomi Malaysia terkini tengah dihantui dampak buruk anjloknya harga minyak dunia yang berakibat pada pemotongan subsidi dan anggaran pemerintah. Keduanya sudah memukul sisi konsumsi negeri itu dengan cukup telak.

Apakah kemungkinan-kemungkinan tersebut disadari oleh pihak oposisi, termasuk Chin? Kepada media setempat, Chin tetap bersikukuh bahwa pencekalan tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas hak konstitusionalnya. Sikapnya ini pun mendapat dukungan dari LSM internasional, Human Rights Watch.

Namun, yang tidak disadari Chin adalah sikap keras kepalanya itu kurang disukai oleh sebagian besar publik Malaysia. Mereka pun membandingkan dengan era ketika mantan PM Mahathir Mohammad berkuasa.

Pada 1993, pemerintahan Mahathir Mohammad diguncang protes keras. Banyak pihak menilai PM Mahathir menggunakan UU keamanan dalam negeri/Internal Security Act (ISA) dengan semena-mena.

Dengan ISA, PM Mahathir meredam kritik dan menahan lawan-lawan politik tanpa proses pengadilan. Laporan Asian Regional Exchange for New Alternatives (ARENA), dengan keberadaan UU itu, kebebasan demokrasi di Malaysia pun tenggelam.

Kritik keras ditujukan kepada ISA, yang walau telah diamandemen sebanyak 18 kali, tetap saja tidak memberi toleransi bagi perkembangan politik yang dinamis di Malaysia. Menariknya, pihak oposisi menyebut ISA hanya dijadikan alat bagi Mahathir untuk mempertahankan kekuasannya.

Yang juga dilupakan Chin, PM Najib-lah yang mencabut UU keamanan yang selama beberapa dekade begitu kontroversial itu. PM Najib juga mencabut UU media yang begitu mengekang kebebasan di Malaysia, termasuk kebebasan pers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun