Surat Al-Isra ayat 23-27 merupakan rangkaian perintah penting dari Allah yang mencerminkan nilai-nilai utama dalam kehidupan seorang Muslim: tauhid, birrul walidain, akhlak sosial, dan pengelolaan harta. Mari kita kaji ayat-ayat ini dengan merujuk pada beberapa kitab tafsir klasik dan kontemporer, agar maknanya lebih terasa dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat 23: Kewajiban Bertauhid dan Berbakti kepada Orang Tua
Allah memerintahkan agar kita hanya menyembah-Nya dan berbuat baik kepada orang tua. Dalam Tafsir Al-Jalalayn, disebutkan bahwa kata "Qa dha" berarti "memerintahkan dengan tegas", bukan sekadar perintah biasa, tapi bentuk ketetapan yang pasti. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tauhid dan bakti kepada orang tua.
Ibnu Katsir menambahkan, bahwa ayat ini mirip dengan isi surat Luqman ayat 14, sebagai penguatan bahwa setelah hak Allah, hak orang tua menempati urutan kedua.
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyentuh sisi emosional ayat ini. Ia menyatakan bahwa berbuat baik bukan sekadar memberi uang atau materi, tapi dengan tidak Mengatakan kata "uff" yang berarti keluhan atau kata yang tidak pantas seperti kata ahh, dan juga tidak boleh membentak keduanya dengan nada bicara yang tinggi walaupun dalam posisi benar dan ucapkan lah kata kata yang menyentuh dengan kata-kata lembut, perilaku sopan, dan menjaga perasaan orang tua.
Ayat 24: Merendah di Hadapan Orang Tua
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan sikap rendah hati kepada orang tua dengan metafora "menundukkan sayap kehinaan karena kasih sayang". Menurut Tafsir Fathul Qadir, ini seperti burung yang menundukkan sayapnya, sebagai simbol kelembutan dan penghormatan.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menekankan bahwa kelembutan ini muncul dari "rahmah" (kasih sayang), bukan karena terpaksa atau karena ada maksud lain.
Ayat 25: Allah Maha Mengetahui Isi Hati
Menurut Tafsir Ath-Thabari, Allah menekankan bahwa Dia tahu isi hati kita terhadap orang tua apakah benar-benar ikhlas atau tidak. Maka, walau orang tua kita sudah wafat atau tidak tinggal bersama kita, sikap hati tetap diuji.
Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menambahkan bahwa jika seseorang berniat baik dan bertakwa, maka Allah akan mengampuni kekhilafannya, karena niat adalah dasar amal.
Ayat 26: Larangan Memboroskan Harta
Ayat ini menyuruh kita untuk memberi hak kepada kerabat, orang miskin, dan musafir, serta melarang pemborosan. Dalam Adhwa'ul Bayan, Asy-Syanqithi menjelaskan bahwa pemborosan (tabdzir) bukan hanya menghamburkan uang, tapi juga penggunaan yang tidak punya manfaat syar'i.
Hamka mengaitkan ini dengan budaya hidup konsumtif. Ia menegaskan bahwa memboroskan harta sama dengan membunuh potensi keberkahan yang Allah titipkan.
Ayat 27: Pemboros adalah Saudara Setan
Ayat ini tegas: pemboros disamakan dengan saudara-saudara setan. Tafsir Ibnu Katsir menyebutkan bahwa orang yang memboroskan harta akan jatuh dalam perbuatan sia-sia dan akhirnya masuk ke perangkap syaitan, seperti ria, pamer, atau bahkan zina.
Quraish Shihab menyimpulkan bahwa tabdzir tidak selalu tampak ekstrem. Kadang ia muncul dalam bentuk gaya hidup, membeli sesuatu bukan karena butuh, tapi hanya untuk gengsi.
Rangkaian ayat ini adalah panduan hidup yang sangat lengkap: tauhid, akhlak terhadap orang tua, kelembutan hati, hingga manajemen harta. Dalam kehidupan mahasiswa, ini sangat relevan. Kita diajak untuk tidak hanya menjadi pintar dan aktif, tapi juga bijak dalam bertindak dan penuh hormat kepada orang tua, yang mungkin saat ini jauh di kampung halaman.
Semoga tafsir ini bisa menjadi pengingat sekaligus pemantik untuk kita semua dalam mengamalkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis: Mochammed Adam Sixtha
Dosen Pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud, Lc, M.A.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI